Jumat, 26 Februari 2010

Distribusi obat

SISTEM DISTRIBUSI OBAT UNTUK PENDERITA RAWAT INAP

I. LATAR BELAKANG
Penyampaian obat dari apoteker ke pasien adalah bagian terakhir distribusi obat. Di apotek, proses penyampaian ini dapat dilakukan langsung dari apoteker ke pasien. Namun, hal ini tidak dapat terjadi di rumah sakit terhadap pasien rawat inap karena jarak yang jauh antara penderita yang berada di ruangan dan apoteker yang ada di instalasi farmasi. Selain itu, masih ada perawat yang bertanggung jawab menerima dan melaksanakan konsumsi obat untuk pasien.
IFRS bertanggung jawab pada penggunaan obat yang aman di rumah sakit. Tanggung jawab ini meliputi seleksi, pengadaan, penyimpanan, penyiapan obat untuk dikonsumsi dan distribusi obat ke daerah perawatan penderita. Berkaitan dengan tanggung jawab penyampaian dan distribusi obat dari IFRS ke daerah perawatan pasien maka dibuat sistem distribusi obat.
Sistem distribusi obat adalah suatu proses penyerahan obat sejak setelah sediaan disiapkan oleh IFRS, dihantarkan kepada perawat, dokter atau profesional pelayanan kesehatan lain untuk diberikan kepada penderita. Sistem pendistribusian obat yang dibuat harus mempertimbangkan efisiensi penggunaan sarana, personel, waktu dan mencegah kesalahan atau kekeliruan. Sistem ini melibatkan sejumlah prosedur, personel dan fasilitas.
Sistem distribusi obat di rumah sakit adalah tatanan jaringan sarana, personel, prosedur, dan jaminan mutu yang serasi, terpadu dan berorientasi penderita dalam kegiatan penyampaian sediaan obat dan informasinya kepada penderita. Sistem distribusi obat di rumah sakit mencakup penghantaran sediaan obat yang telah didispensing IFRS ke daerah tempat perawatan penderita dengan keamanan dan ketepatan obat, ketepatan penderita, ketepatan jadwal, tanggal, waktu, metode pemberian, keutuhan mutu obat dan ketepatan personel pemberi obat.
Suatu sistem distribusi obat yang efisien dan efektif harus dapat memenuhi hal-hal berikut :
1. Ketersediaan obat yang tetap terpelihara.
2. Mutu dan kondisi obat/ sediaan obat tetap stabil selama proses distribusi.
3. Meminimalkan kesalahan obat dan memaksimalkan keamanan pada penderita.
4. Meminimalkan obat yang rusak atau kadaluwarsa.
5. Efisiensi penggunaan SDM.
6. Meminimalkan pencurian dan atau kehilangan obat.
7. IFRS mempunyai semua akses dalam semua tahap proses distribusi untuk pengendalian pengawasan dan penerapan pelayanan farmasi klinik.
8. Terjadinya interaksi profesional antara apoteker, dokter, perawat, dan penderita.
9. Meminimalkan pemborosan dan penyalahgunaan obat.
10. Harga terkendali.
11. Peningkatan penggunaan obat yang rasional.

Sistem transpor obat dari IFRS ke penderita harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Produk obat harus terlindung dari kerusakan dan pencurian selama proses transportasi.
2. Sistem transpor tidak merusak atau memperlambat penyampaian obat ke penderita.
3. Dalam sistem transpor, pengecekan obat dilakukan sebelum obat dibawa dari IFRS, periksa kecocokan jenis obat dan kuantitasnya dengan resep. Lakukan pemeriksaan ulang saat obat tiba dan diterima di unit perawat.
4. Prosedur dari IFRS ke daerah penderita harus terdokumentasi.


II. SISTEM DISTRIBUSI OBAT
Sistem distribusi obat di rumah sakit digolongkan berdasarkan ada tidaknya satelit/depo farmasi dan pemberian obat ke pasien rawat inap.
Berdasarkan ada atau tidaknya satelit farmasi, sistem distribusi obat dibagi menjadi dua sistem, yaitu:
1. Sistem pelayanan terpusat (sentralisasi)
2. Sistem pelayanan terbagi (desentralisasi)

Berdasarkan distribusi obat bagi pasien rawat inap, digunakan empat sistem, yaitu:
1. Sistem distribusi obat resep individual atau permintaan tetap
2. Sistem distribusi obat persediaan lengkap di ruang
3. Sistem distribusi obat kombinasi resep individual dan persediaan lengkap di ruang
4. Sistem distribusi obat dosis unit.

III. Metode Distribusi Obat Berdasarkan Ada atau Tidaknya Satelit Farmasi
1. Sistem Pelayanan Terpusat (Sentralisasi)
Sentralisasi adalah sistem pendistribusian perbekalan farmasi yang dipusatkan pada satu tempat yaitu instalasi farmasi. Pada sentralisasi, seluruh kebutuhan perbekalan farmasi setiap unit pemakai baik untuk kebutuhan individu maupun kebutuhan barang dasar ruangan disuplai langsung dari pusat pelayanan farmasi tersebut. Resep orisinil oleh perawat dikirim ke IFRS, kemudian resep itu diproses sesuai dengan kaidah ”cara dispensing yang baik dan obat disiapkan untuk didistribusikan kepada penderita tertentu.”
Keuntungan sistem ini adalah:
a. Semua resep dikaji langsung oleh apoteker, yang juga dapat memberi informasi kepada perawat berkaitan dengan obat pasien,
b. Memberi kesempatan interaksi profesional antara apoteker-dokter-perawat-pasien,
c. Memungkinkan pengendalian yang lebih dekat atas persediaan,
d. Mempermudah penagihan biaya pasien.
Permasalahan yang terjadi pada penerapan tunggal metode ini di suatu rumah sakit yaitu sebagai berikut:
a) Terjadinya delay time dalam proses penyiapan obat permintaan dan distribusi obat ke pasien yang cukup tinggi,
b) Jumlah kebutuhan personel di Instalasi Farmasi Rumah Sakit meningkat,
c) Farmasis kurang dapat melihat data riwayat pasien (patient records) dengan cepat,
d) Terjadinya kesalahan obat karena kurangnya pemeriksaan pada waktu penyiapan komunikasi.
Sistem ini kurang sesuai untuk rumah sakit yang besar, misalnya kelas A dan B karena memiliki daerah pasien yang menyebar sehingga jarak antara Instalasi Farmasi Rumah Sakit dengan perawatan pasien sangat jauh.

2. Sistem Pelayanan Terbagi (Desentralisasi)
Desentralisasi adalah sistem pendistribusian perbekalan farmasi yang mempunyai cabang di dekat unit perawatan/pelayanan. Cabang ini dikenal dengan istilah depo farmasi/satelit farmasi. Pada desentralisasi, penyimpanan dan pendistribusian perbekalan farmasi ruangan tidak lagi dilayani oleh pusat pelayanan farmasi. Instalasi farmasi dalam hal ini bertanggung jawab terhadap efektivitas dan keamanan perbekalan farmasi yang ada di depo farmasi.

Tanggung jawab farmasis dalam kaitan dengan distribusi obat di satelit farmasi :
 Dispensing dosis awal padapermintaan baru dan larutan intravena tanpa tambahan (intravenous solution without additives).
 Mendistribusikan i. v. admikstur yang disiapkan oleh farmasi sentral.
 Memeriksa permintaan obat dengan melihat medication dministration record (MAR).
 Menuliskan nama generik dari obat pada MAR.
 Memecahkan masalah yang berkaitan dengan distribusi.

Ruang lingkup kegiatan pelayanan depo farmasi adalah sebagai berikut :
a) Pengelolaan perbekalan farmasi
Pengelolaan perbekalan farmasi bertujuan untuk menjamin tersedianya perbekalan farmasi dalam jumlah dan jenis yang tepat dan dalam keadaan siap pakai pada waktu dibutuhkan oleh pasien, dengan biaya yang seefisien mungkin. Pengelolaan barang farmasi terbagi atas :
1. Pengelolaan barang farmasi dasar (BFD)
Barang farmasi dasar meliputi obat dan alat kesehatan yang diperoleh dari sub instalasi perbekalan farmasi.

2. Pengelolaan barang farmasi non dasar (BFND)
Depo farmasi melakukan pengelolaan BFND mulai dari penerimaan sampai dengan pendistribusian. Perencanaan BFND tidak dilakukan melalui depo farmasi.
Kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi, meliputi :
a. Perencanaan
Perencanaan bertujuan untuk menyusun kebutuhan perbekalan farmasi yang tepat sesuai kebutuhan, mencegah terjadinya kekosongan / kekurangan barang farmasi , mendukung / meningkatkan penggunaan perbekalan farmasi yang efektif dan efisien.
b. Pengadaan
Pengadaan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan perbekalan farmasi yang berkualitas berdasarkan fungsi perencanaan dan penentuan kebutuhan.
c. Penerimaan
Penerimaan bertujuan untuk mendapatkan perbekalan farmasi yang berkualitas sesuai kebutuhan.
d. Penyimpanan
Penyimpanan bertujuan untuk menjaga agar mutu perbekalan farmasi tetap terjamin, menjamin kemudahan mencari perbekalan farmasi dengan cepat pada waktu dibutuhkan untuk mencegah kehilangan perbekalan farmasi.
e. Pendistribusian
Pendistribusian bertujuan untuk memberikan perbekalan farmasi yang tepat dan aman pada waktu dibutuhkan oleh pasien.

b) Pelayanan farmasi klinik
Pelayanan farmasi klinik bertujuan untuk menjamin kemanjuran, keamanan dan efisiensi penggunaan obat serta dalam rangka meningkatkan penggunaan obat yang rasional.
Tanggung jawab farmasis dalam memberikan pelayanan farmasi klinik pada satelit farmasi ialah :
i. Monitoring ketepatan terapi obat, interaksi antar obat serta reaksi samping obat yang tidak diinginkan (adverse drug reaction).
ii. Monitoring secara intensif terapi obat seperti total parenteral nutrition (TPN) dan terapi antineoplastik.
iii. Menyiapkan dosis farmakokinetik.
iv. Menjadwalkan pengobatan obat terpilih.
v. Sebagai pusat informasi obat bagi dokter, perawat dan pasien.
vi. Mengidentifikasi, mencegah, dan memecahkan masalah yang berkaitan dengan obat.
Kegiatan yang dilakukan yaitu monitoring pengobatan pasien untuk memantau efek samping obat yang merugikan serta menjamin pemakaian obat yang rasional.

c.) Administrasi
Kegiatan administrasi berupa stock opname perbekalan farmasi, pencatatan perbekalan farmasi yang rusak/tidak sesuai dengan aturan kefarmasian, pelaporan pelayanan perbekalan farmasi dasar, pelaporan pelayanan distribusi perbekalan farmasi dan pelaporan pelayanan farmasi klinik.
Keuntungan dari penerapan metode desentralisasi diantaranya sebagai berikut :
 Penyediaan obat pesanan atau permintaan dapat dipenuhi dengan waktu yang lebih singkat.
 Komunikasi langsung yang terjadi antara farmasis, dokter, dan perawat.
 Farmasis dapat langsung memberikan informasi mengenai obat yang dibutuhkan oleh dokter dan perawat.
 Pelayanan farmasi klinik.
 Penurunan waktu keterlibatan perawaran dalam distribusi obat.

IV. Sistem Distribusi Obat Bagi Pasien Rawat Inap
1. Sistem Distribusi Obat Resep Individual
Resep individual adalah order atau resep yang ditulis dokter untuk tiap penderita, sedangkan sentralisasi adalah semua order/ resep tersebut yang disiapkan dan didistribusikan dari Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) sentral.
Sistem distribusi obat resep individual adalah tatanan kegiatan pengantaran sediaan obat oleh IFRS sentral sesuai dengan yang ditulis pada order/resep atas nama penderita rawat tinggal tertentu melalui perawat ke ruang penderita tersebut. Dalam sistem ini obat diberikan kepada pasien berdasarkan resep yang ditulis oleh dokter.
Dalam sistem ini, semua obat yang diperlukan untuk pengobatan di-dispensing dari IFRS. Resep orisinal oleh perawat dikirim ke IFRS, kemudian diproses sesuai dengan kaidah cara dispensing yang baik dan obat disiapkan untuk didistribusikan kepada penderita tertentu.
Sistem ini mirip dengan dispensing untuk pasien rawat jalan /outpatient. Interval dispensing pada sistem ini dapat dibatasi misalnya, pengobatan pasien untuk seorang pasien untuk 3 hari telah dikirim jika terapi berlanjut sampai lebih dari 3 hari, tempat obat yang kosong kembali ke IFRS untuk di-refill. Biasanya obat yang disediakan oleh IFRS dalam bentuk persediaan misalnya untuk 2-5 hari.
Keuntungan sistem obat resep individual:
1. Semua resep / order dikaji langsung oleh apoteker, yang juga dapat memberi keterangan atau informasi kepada perawat berkaitan dengan obat penderita.
2. Memberi kesempatan interaksi profesional antara apoteker-dokter-perawat-pasien
3. Memungkinkan pengendalian yang lebih dekat atas perbekalan
4. Mempermudah penagihan biaya obat penderita

Keterbatasan sistem distribusi obat resep individual
1. Kemungkinan keterlambatan sediaan obat sampai kepada penderita
2. Jumlah kebutuhan personal IFRS meningkat
3. Memerlukan jumlah perawat dan waktu yang lebih banyak untuk penyiapan obat di ruang pada waktu konsumsi obat
4. Terjadinya kesalahan obat karena kurang pemeriksaan pada waktu konsumsi obat.

Sistem ini kurang sesuai untuk rumah sakit-rumah sakit yang besar, seperti kelas A dan B karena memiliki daerah pasien yang menyebar sehingga jarak antara IFRS dengan perawatan pasien sangat jauh. Sistem ini biasanya digunakan di rumah sakit-rumah sakit kecil atau swasta karena memberikan metode yang sesuai dalam penerapan keseluruhan biaya pengobatan dan memberikan layanan kepada pasien secara individual.


2. SISTEM DISTRIBUSI OBAT PERSEDIAAN LENGKAP DI RUANG (TOTAL FLOOR STOCK)
Dalam sistem ini, semua obat yang dibutuhkan penderita tersedia dalam ruang penyimpanan obat di ruang tersebut. Persediaan obat diruang dipasok oleh IFRS. Obat yang didispensing dalam sistem ini terdiri atas obat penggunaan umum yang biayanya dibebankan pada biaya paket perawatan menyeluruh dan resep obat yang harus dibayar sebagai biaya obat.
Obat penggunaan umum ini terdiri atas obat yang tertera dalam daftar yang telah ditetapkan PFT dan IFRS yang tersedia di unit perawat, misalnya kapas pembersih luka, larutan antiseptic dan obat tidur.
Sistem distribusi obat persediaan lengkap di ruang adalah tatanan kegiatan penghantaran sediaan obat sesuai dengan yang ditulis dokter pada resep obat, yang disiapkan dari persediaan di ruang oleh perawat dan dengan mengambil dosis/ unit obat dari wadah persediaan yang langsung diberikan kepada penderita di ruang itu.

Keuntungan
1. Obat yang diperlukan segera tersedia bagi pasien
2. Peniadaan pengembalian obat yang tidak terpakai ke IFRS
3. Pengurangan penyalinan kembali resep obat
4. Pengurangan jumlah personel IFRS

Keterbatasan
1. Kesalahan obat sangat meningkat karena resep obat tidak dikaji langsung oleh apoteker
2. Persediaan obat di unit perawat meningkat dengan fasilitas ruangan yang sangat terbatas
3. Pencurian obat meningkat
4. Meningkatnya bahaya karena kerusakan
5. Penambahan modal investasi untuk menyediakan fasilitas penyiapan obat yang sesuai di setiap daerah unit perawatan pasien
6. Diperlukan waktu tambahan bagi perawat untuk menangani obat
7. Meningkatnya kerugian karena kerusakan obat

Alur sistem distribusi persediaan lengkap di ruang adalah dokter menulis resep kemudian diberikan kepada perawat untuk diinterpretasikan kemudian perawat menyiapkan semua obat yang diperlukan dari persediaan obat yang ada di ruangan sesuai resep dokter untuk diberikan kepada pasien, termasuk pencampuran sediaan intravena. Persediaan obat di ruangan dikendalikan oleh instalasi farmasi.

3. SISTEM DISTRIBUSI OBAT KOMBINASI RESEP INDIVIDUAL DAN PERSEDIAAN DI RUANG
Rumah sakit yang menerapkan sistem ini, selain menerapkan sistem distribusi resep/order individual sentralisasi, juga menerapkan distribusi persediaan di ruangan yang terbatas. Sistem ini merupakan perpaduan sistem distribusi obat resep individual berdasarkan permintaan dokter yang disiapkan dan distribusikan oleh instalasi farmasi sentral dan sebagian lagi siapkan dari persediaan obat yang terdapat di ruangan perawatan pasien. Obat yang disediakan di ruangan perawatan pasien merupakan obat yang sering diperlukan oleh banyak pasien, setiap hari diperlukan dan harga obat relatif murah, mencakup obat resep atau obat bebas. Jenis dan jumlah obat yang masuk dalam persediaan obat di ruangan, ditetapkan oleh PFT dengan pertimbangan dan masukan dari IFRS dan Bagian Pelayanan Keperawatan. Sistem kombinasi ini bertujuan untuk mengurangi beban kerja IFRS.

Keuntungan
1. Semua resep / order individual dikaji langsung oleh apoteker
2. Adanya kesempatan berinteraksi profesional antara apoteker-dokter-perawat-penderita
3. Obat yang diperlukan dapat segera tersedia bagi penderita (obat persediaan di ruang)
4. Beban IFRS dapat berkurang
5. Mengurangi terjadinya kesalahan terapi obat

Keterbatasan
II. Kemungkinan keterlambatan sediaan obat sampai kepada penderita (obat resep individual)
III. Kesalahan obat pemberian obat yang disiapkan dari persediaan ruang dapat terjadi.
IV. Membutuhkan tempat yang cukup untuk tempat penyimpanan obat

Alur sistem distribusi obat kombinasi persediaan di ruang dan resep individual adalah dokter menulis resep untuk pasien dan resep tersebut diinterpretasikan oleh apoteker dan perawat. Pengendalian oleh apoteker dilakukan untuk resep yang persediaan obatnya disiapkan di instalasi farmasi. Obat kemudian diserahkan ke ruang perawatan pasien sewaktu pasien minum obat. Pengendalian obat yang tersedia di ruang perawatan dilakukan oleh perawat dan apoteker. Obat disiapkan kepada pasien oleh perawat.

V. SISTEM DISTRIBUSI OBAT DOSIS UNIT
Sistem ini mulai diperkenalkan sejak 20 tahun yang lalu, namun penerapannya masih lambat karena memerlukan biaya awal yang besar dan juga memerlukan peningkatan jumlah apoteker yang besar. Padahal ada dua kegunaan utama dari sistem ini, yaitu mengurangi kesalahan obat dan mengurangi keterlibatan perawat dalam penyiapan obat.
Istilah “dosis unit “ berkaitan dengan jenis kemasan dan juga sistem untuk mendistribusikan kemasan itu. Obat dosis unit adalah obat yang disorder oleh dokter untuk penderita, terdiri dari satu atau beberapa jenis obat yang masing-masing dalam kemasan dosis unit tunggal dalam jumlah persediaan yang cukup untuk suatu waktu tertentu. Penderita hanya membayar obat yang dikonsumsi saja.
Distribusi obat dosis unit adalah tanggung jawab Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) dengan kerjasama dengan staf medic, perawat, pimpinan rumah sakit dan staf administrative. Maka diperlukan suatu panitia perencana untuk mengembangkan sistem ini yang sebaliknya dipimpin oleh apoteker yang menjelaskan tentang konsep sistem ini.
Sistem distribusi dosis unit merupakan metode dispensing dan pengendalian obat yang dikoordinasikan IFRS dalam rumah sakit. Sistem dosis unit dapat berbeda dalam bentuk, tergantung pada kebutuhan khusus rumah sakit. Dasar dari semua sistem dosis unit adalah obat dikandung dalam kemasan unit tunggal di-dispensing dalam bentuk siap konsumsi; dan untuk kebanyakan obat tidak lebih dari 24 jam persediaan dosis, dihantarkan kea tau tersedia pada ruang perawatan pada setiap waktu.
Metode pengoperasian sistem distribusi dosis unit ada tiga macam, yaitu :
1. Sentralisasi
Dilakukan oleh IFRS sentral ke semua daerah perawatan penderita rawat tinggal di rumah sakit secara keseluruhan. Kemungkinan di rumah sakit tersebut hanya ada satu IFRS tanpa adanya cabang IFRS di beberapa daerah perawatan penderita.

Gambar 4. Sistem Distribusi Obat Dosis Unit Sentralisasi

2. Desentralisasi
Dilakukan oleh beberapa cabang IFRS di rumah sakit. Pada dasarnya sistem ini sama dengan sistem distribusi obat persediaan lengkap diruangan, hanya saja sistem distribusi obat desentralisai ini dikelola seluruhnya oleh apoteker yang sama dengan pengelolaan dan pengendalian oleh IFRS sentral.

Gambar 5. Sistem Distribusi Obat Dosis Unit Desentralisasi

3. Kombinasi sentralisasi dan desentralisasi
Biasanya hanya dosis mula dan dosis keadaan darurat dilayani oleh cabang IFRS. Dosis selanjutnya dilayani oleh IFRS sentral. Semua pekerjaan tersentralisasi lain, seperti pengemasan dan pencampuran sediaan intravena juga dimulai dari IFRS sentral.

Keuntungan
1. Penderita menerima pelayanan IFRS 24 jam sehari dan penderita membayar hanya obat yang dikonsumsi saja
2. Semua dosis yang diperlukan pada pada unit perawat telah disiapkan oleh IFRS. Jadi perawat mempunyai waktu lebih banyak untuk perawatan langsung penderita.
3. Adanya sistem pemeriksaan ganda dengan menginterpretasikan resep/ dokter dan membuat profil pengobatan penderita (p3) oleh apoteker dan perawat memeriksa obat yang disiapkan IFRS sebelum dikonsumsi. Dengan kata lain, sistem ini mengurangi kesalahan obat
4. Peniadaan duplikasi order obat yang berlebihan dan pengurangan pekerjaan menulis di unit perawatan dan IFRS
5. Pengurangan kerugian biaya obat yang tidak terbayar oleh penderita
6. Penyiapan sediaan intravena dan rekonstitusi obat oleh IFRS
7. Meningkatkan penggunaan personal professional dan nonprofessional yang lebih efisien
8. Mengurangi kehilangan pendapatan
9. Menghemat ruangan di unit perawatan dengan meniadakan persediaan ruah obat-obatan
10. Meniadakan pencurian dan pemborosan obat
11. Memerlukan cakupan dan pengendalian IFRS di rumah sakit secara keseluruhan sejak dari dokter menulis resep / order sampai penderita menerima dosis unit
12. Kemasan dosis unit secara tersendiri-sendiri diberi etiket dengan nama obat, kekuatan, nomor kendali dan kemasan tetap utuh sampai obat siap dikonsumsi pada penderita. Hal ini mengurangi kesempatan salah obat juga membantu daalam penelusuran kembali kemasan apabila terjadi penarikan obat
13. Sistem komunikasi pengorderan dan penghantaran obat bertambah baik
14. Apoteker dapat dating ke unit perawat/ ruang penderita untuk melakukan konsultasi obat, membantu memberikan masukan kepada tim, sebagai upaya yang diperlukan untuk perawatan yang lebih baik lagi.
15. Pengurangan biaya total kegiatan yang berkaitan dengan obat
16. pening katan pengendalian obat dan pemantauan penggunaan obat menyeluruh
17. pengendalian yang lebih besar oelh apoteker atas pola beban kerja IFRS dan penjadwalan staf
18. penyesuaian yang lebih besar untuk prosedur komputerisasi dan otomastisasi

V. ALUR DISTRIBUSI OBAT DESENTRALISASI
Faktor-faktor yang menjadi dasar untuk mengadakan pelayanan :
a. Kebutuhan pasien
Penggunaan obat di rumah sakit dapat mempengaruhi keadaan pasien, ketidaktepatan penggunaan antibiotic, mencakup ketidaktepatan dosis, interaksi obat yang merugikan, duplikasi penggunaan, kombinasi antagonis, dan ketidaktepatan durasi penggunaan. Dalam hal ini pasien adalah objek yang paling merasakan dampak negaatif dari ketidaksesuaian pemberian obat tersebut. Sistem distribusi obat sentralisasi untuk pasien rawat inap yang dispensing dari IFRS sentral, seringkali mengakibatkan meningkatnya biaya yang dikeluarkan pasien.
b. Kebutuhan perawat
Perawat memiliki peranan penting dalam sistem distribusi obat di rumah sakit. Perawat dapat mengorder obat dari IFRS, menyiapkan dan merekonstitusi dosis untuk konsumsi, pemberian obat, merekam tiap obat yang dikonsumsi, juga memelihara rekaman obat yang terkendali yang diterima dan digunakan serta memelihara persediaan obat diruang.
Pelayanan IFRS sentralisai di rumah sakit seringkali menimbulkan banyak pertanyaan yang berkaitan dengan obat dan dukungan informasi obat kepada perawat jika diperlukan. Sistem distribusi obat untuk penderita rawat tinggal menggunakan efisiensi perawat dibandingkan dengan sistem distribusi obat sentralisasi.
c. Kebutuhan dokter
Dokter mendiagnosis masalah medikbagi pasien dan menulis suatu rencana terapi. Komplikasi obat menggambaarkan kebutuhan dokter akan informasi umum obat dan informasi klinik obat tertentu. Apoteker yang praktek ditempat perawatan dapat memberi pengetahuan dan pengalaman klinik obat untuk membantu dokter mengelola terapi obat penderita mereka.


d. Kebutuhan apoteker
Tugas apoteker dalam suatu sistem distribusi obat sentralisai mungkin disdominasi oleh tugas menyiapkan, dispensing, dan memberikan partisipasi minimal dalam pelayanan klinikdalam lingkup minimal, tidak melayani secara memadai atau tidak memenuhi kebutuhan pasien, dokter dan perawat yang berkaitan dengan obat.
Dalam lingkungan desentralisasi, apoteker dapat menghubungkan secara langsung, kebutuhan terapi obat pasien sebagai hasil dari berbagai kemudahan pencapaian pasien, perawat, dokter dan rekaman medic. Apoteker dapat mengembangkan keahlian dalam perawatan pasien tertentu. Dengan demikian pengalaman apoteker dalam terapi pasien dapat bertambah.

VI. Pelayanan dan Manfaat yang Diharapkan Penderita dari IFRS Desentralisasi
Karakteristik praktek farmasi klinik apoteker dalam suatu IFRS desentralisasi :
 Kunjungan ke ruang perawatan penderita
Apoteker menyertai dokter dalam kunjungan pendidikan ke ruang perawatan. Partisipasi tersebut adalah dalam rangka memberikan informasi obat agar diperoleh rencana pengobatan yang lebih baik.
 Wawancara penderita
Informasi sejarah obat penderita diperoleh secara lisan oleh apoteker untuk melengkapi rekaman IFRS. Masalah terapi obat pada pasien dapat diidentifikasi, demikian juga obat yang bermanfaat maupun obat yang tidak bermanfaat.
 Pemantauan Terapi Obat Penderita
Proses pemantauan terapi obat yang bermanfaat maupun obat yang tidak bermanfaat.
 Pertanyaan dokter
Pertanyaan dari dokter tentang terapi obat penderita dan pertanyaan informasi obat umum dijawab oleh apoteker.
 Pertanyaan perawat
Pertanyaan dari perawat tentang terapi obat penderita dan pertanyaan informasi obat umum dijawab oleh apoteker.
 Informasi obat
Dokter membutuhkan informasi obat yang berdasarkan penelitian dari pustaka informasi yang tersedia untuk melayani pertanyaan tersebut.
 Pelayanan terapi obat yang diatur apoteker
Apoteker mengembangkan dan melaksanakan pelayanan terapi obat tertentu atas permintaan dokter, pelayanan demikian akan menghasilkan terapi obat yang lebih aman, spesifik dan efektif.
 Farmakokinetik
Keberhasilan penerapan pelayanan farmakokinetik klinik dapat atau tidak membutuhkan keberadaan secara fisik suatu laboratorium farmakokinetik yang dikendalikan oleh IFRS. Hal ini bukan berarti apoteker tidak mampu memberikan pelayanan informasi secara farmakokinetik.
 Evaluasi penggunaan obat
Program evaluasi penggunaan obat adalah suatu proses jaminan mutu yang disahkan rumah sakit, dilakukan terus menerus, terstruktur, ditujukan guna memastikan bahwa pemberian obat diberikan secara aman dan efektif.

Tanggungjawab farmasis dalam kaitannya distribusi obat di satelit farmasi :
1. Dispensing dosis awal pada permintaan baru dan larutan intravena.
2. Mendistribusikan I. V admixture yang disiapkan oleh farmasis sentral
3. Memeriksa permintaan obat dengan melihat Medication Administration Records (MAR)
4. Menulis nama generic obat di MAR
5. Memecah masalah yang berkaitan dengan distribusi

Keuntungan
1. Obat dapat segera tersedia untuk diberikan kepada pasien
2. Pengendalian obat dan akuntabilitas semua baik
3. Apoteker dapat berkomunikasi langsung dengan dokter dan perawat
4. Sistem distribusi obat berorientasi pasien sangat berpeluang diterapkan untuk penyerahan obat kepada pasien melalui perawat
5. Apoteker dapat mengkaji kartu pengobatan pasien dan dapat berbicara dengan penderita secara efisien
6. Informasi obat dari apoteker segera tersedia bagi dokter dan perawat
7. Waktu kerja perawat dalam distribusi dan penyiapan obat untuk digunakan pasien berkurang, karena tugas ini telah diambil alih oleh personel IFRS desentralisasi
8. Spesialisasi terapi obat bagi apoteker dalam bidang perawatan pasien lebih efektif sebagai hasil pengalaman klinik terfokus
9. Pelayanan klinik apoteker yang terspesialisasi dapat dikembangkan dan diberikan secara efisien, misalnya pengaturan suatu terapi obat penderita khusus yang diminta dokter, heparin dan antikoagulan oral, digoksin, aminofilin, aminoglikosida dan dukungan nutrisi
10. Apoteker lebih mudah melakukan penelitian klinik dan studi usemen mutu terapi obat pasien

Keterbatasan
1. Semua apoteker klinik harus cakap sebagai penyedia untuk bekerja secara efektif dengan asisten apoteker dan teknisi lain
2. Apoteker biasanya bertanggungjawab untuk pelayanan, distribusi dan pelayanan klinik. Waktu yang mereka gunakan dalam kegiatan yang bukan distribusi obat tergantung pada ketersediaan asisten apoteker yang bermutu dan kemampuan teknisi tersebut untuk secara efektif mengorganisasikan waktu guna memenuhi tanggungjawab mereka
3. Pengendalian inventarisasi obat dalam IFRS keseluruhan lebih sulit karena likasi IFRS cabang yang banyak untuk obat yang sama, terutama untuk obat yang jarang ditulis.
4. Komunikasi langsung dalam IFRS keseluruhan lebih sulit karena anggota staf berpraktek dalam lokasi fisik yang banyak
5. Lebih banyak alat yang diperlukan, misalnya acuan (pustaka) informasi obat, laminar air flow, lemari pendingin, rak obat, dan alat untuk meracik
6. Jumlah dan keakutan pasien menyebabkan beban kerja distribusi obat dapat melebihi kapasitas ruangan dan personal dalam unit IFRS desentralisasi yang kecil

VII. PERENCANAAN SUATU SISTEM DISTRIBUSI OBAT BAGI PENDERITA RAWAT TINGGAL
Perencanaan suatu sistem distribusi obat bagi penderita rawat tinggal di suatu rumah sakit dilakukan oleh PFT, IFRS, perawat dan unit lain jika diperlukan. Tim yang dibentuk mengadakan peninjauan luas dari semua sistem distribusi obat yang ada dan kondisi rumah sakit. Tim mempelajari keuntungan dan keterbatasan suatu sistem distribusi obat berkaitan dengan kondisi rumah sakit secara menyeluruh. Kemudan tim memilih salah satu dari sistem distribusi obat untuk selanjutnya dilakukan studi penerapan sistem distribusi obat yang dipilih itu lebih mendalam.

Desain sistem distribusi
Mendesain suatu sistem distribusi obat di rumah sakit memerlukan analisis sistematik dari rasio manfaat-biaya dan perencanaan operasional. setelah sistem diterapkan, pemantauan unjuk kerja dari evaluasi mutu pelayanan tetap diperlukan untuk memastikan bahwa sistem berfungsi sesuai dengan harapan.
Dalam mendesain atau mendesain kembali suatu sistem distribusi obat, perlu dilakukan beberapa tahapan penting :
1. Menetapkan lokasi dan jumlah semua ruangan perawatan penderita dan buat petanya. dalam hal ini, perlu dipertimbangkan faktor-faktor sesperti faktor geografis, tata ruang, populasi penderita, ketersediaan ruangan penyimpanan obat, ruangan pelayanan obat penderita, ketersediaan staf, fasilitas transpor obat dari IFRS ke tiap ruangan penderita, hambatan politik, dan hambatan sumber lain.
2. Memilih suatu metode mendistribusikan obat ke unit pengguna.
3. Mengembangkan perangkat rute penghantaran yang mungkin dan ekonomis, serta menyusun suatu jadwal penghantaran yang praktis melayani tiap rute tersebut.

Perencanaan spesifikasi
Proses mendesain suatu sistem distribusi obat, mencakup :menerjemahkan kebutuhan konsumen (penderita dan staf profesional pelayanan kesehatan) menjadi spesifikasi pelayanan obat, spesifikasi penghantaran pelayanan obat, dan spesifikasi pengendalian mutu pelayanan obat.
 Spesifikasi pelayanan obat
Spesifikasi pelayanan obat dengan menetapkan pelayanan yang diberikan. Spesifikasi pelayanan obat harus mengandung suatu pernyataan yang lengkap dan tepat dari pelayanan yang diberikan, meliputi :
1. suatu uraian yang jelas dari karakteristik pelayanan yang menjadi sasaran evaluasi.
2. suatu standar untuk penerimaan dari tiap karakteristik pelayanan.
 Spesifikasi penghantaran pelayanan obat
Spesifikasi penghantaran pelayanan obat menetapkan sarana dam metode yang digunakan untuk menghantarkan pelayanan obat.


Spesifikasi penghantaran pelayanan obat harus mengandung :
1. prosedur penghantaran pelayanan
2. metode yang digunakan dalam proses penghantaran pelayanan
3. uraian dari karakteristik penghantaran pelayanan
4. standar untuk penerimaan dari karakteristik penghantaran pelayanan
5. persyaratan sumber untuk memenuhi spesifikasi pelayanan
6. persyaratan personel, jumlah, dan keterampilan.
 Spesifikasi pengendalian mutu pelayanan obat
Spesifikasi pengendalian mutu pelayanan obat menetapkan prosedur untuk mengevaluasi dan mengendalikan karakteristik pelayanan dan karakteristik penghantaran pelayanan. Spesifikasi pengendalian mutu pelayanan obat harus memungkinkan pengendalian yang efektif dari tiap proses pelayanan untuk memastikan bahwa pelayanan secara konsisten memuaskan spesifikasi pelayanan dan konsumen.
Desain pengendalian mutu dan pelayanan obat :
1. mengidentifikasi kegiatan kunci dari tiap proses yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap mutu pelayanan.
2. menganalisis kegiatan, dengan mengukur dan pengendalian akan memastikan mutu pelayanan.
3. menetapkan metode untuk mengevaluasi karakteristik yang dipilih.
4. menetapkan sarana untuk mengendalikan karakteristik dalam batas yang ditetapkan.

VIII. PELAKSANAAN PROGRAM PERCOBAAN SISTEM DISTRIBUSI OBAT YANG DIPILIH
Untuk pelaksanaan program percobaan sistem distribusi obat, biasanya untuk tahap pertama dilakukan dala 1 atau lebih daerah perawatan penderita selama waktu tertentu dan secra terus menerus dipantau, dievaluasi, dan dilakukan tindakan perbaikan. Jika tahap pertama mulai mantap, percobaan diteruskan dengan menambah daerah perawatan tertentu lainnya atau keseluruahan rumah sakit. Percobaan ini dilakukan dalam waktu yang lebih lama, karena pada tahap ini diadakan pematangan terhadap semua prosedur, spesifikasi, perbaikan, dan evaluasi karakteristik pelayanan dan penghantaran pelayanan obat.


DAFTAR PUSTAKA

1. Siregar, C.J.P. Farmasi Rumah Sakit, Teori dan Penerapan. 2003. Jakarta: EGC.

2. Wolff, J.A., Cashman, R., Kweekeh, F.A., Managing Drug Supply 2nd ed. 1997. Connecticut, USA : Kumarian Press.

Selasa, 09 Februari 2010

Seleksi Obat

Latar belakang :
- Obat merupakan sarana intervensi penting dlm pelayanan medis
- Pembelanjaan obat di RS merupakan komponen pembiayaan yg paling besar.
- Umumnya penerimaan dana dari sektor obat di rumah sakit swasta merupakan penunjang utama bagi pemasukan dana rumah sakit.
- Banyak dijumpai inefisiensi pengelolaan dan penggunaan obat di RS.
- Masih adanya mis-persepsi ttg pengg. obat di RS.
Tujuan pengelolaan obat di rumah sakit
- Agar obat tersedia di saat diperlukan
- Kuantitas mencukupi
- Mutu terjamin
- Mendukung “Good Quality Care” di rumah sakit.
- Menambah pendapatan Rumah Sakit (Swasta). Diperlukan efisiensi pengelolaan obat rumah sakit

PRINSIP PENGELOLAAN OBAT DI RUMAH SAKIT
1. Masing-masing tahap (seleksi dan perencanaan, pengadaan, distribusi, penggunaan) dapat berjalan sinkron dan saling mengisi.
2. Masukan informasi masing-masing tahap hrs dpt dipercaya.
3. Sumber informasi harus tersedia.

PERENCANAAN
Tahap :
1. Seleksi
2. Analisis metode perencanaan
3. Analisis data berkala
4. Menentukan priortas
5. Menghitung jumlah kebutuhan yang paling ekonomis
6. Menghitung waktu pengadaan yang paling ekonomis.
a. Proses kegiatan sejak meninjau masalah kesehatan di rumah sakit, identifikasi pemilihan terapi, bentuk sediaan, kriteria pemilihan, standarisasi/penyusunan formularium
b. Penentuan seleksi obat merupakan tugas dari PFT
c. Apoteker di PFT harus ambil peran aktif

PENTINGNYA SELEKSI OBAT
- Banyaknya jenis obat dapat mempersulit seleksi
- 70% obat adalah produk me-too, duplikatif atau non essensial drug.
- Obat yg toksisitasnya sangat besar dibanding khasiatnya, harus merupakan pilihan sekunder.
- Informasi tentang khasiat dan toksisitas obat baru relatif kurang memadai.

PERSONALIA YANG TERLIBAT
Dapat berupa :
a. Tim yang ditunjuk
b. Komite yang dibentuk/PFT
Keuntungan :
- Meminimumkan kepentingan pribadi
- Pemilihan lebih tepat dan sempurna
karena ada personalia dg latar belakang
yg tepat dan pengalaman yg luas.

KRITERIA SELEKSI
Persiapan seleksi
Determinasi penyakit yang umumnya ada dan menganalisa kecenderungan
Misal :
Digeneratif, Infeksi pernafasan, Infeksi saluran gastroin testinal, Infeksi saluran uriner, Luka (injuries).
- Karakteristik pasien (anak, orang dewasa, ibu hamil, dll)
o Tingkat pengetahuan dan keterampilan petugas kesehatan
- Telaah kebijakan pelayanan kesehatan (Asuransi Kesehatan, Askin dll)

KRITERIA WHO UNTUK SELEKSI OBAT ESENSIAL
- Sesuai dg kebutuhan penyakit
- Efektif dan aman
- Bermutu dari sisi ketersediaan hayati dan stabilitas
- Memenuhi kriteria cost-benefit ratio terhadap biaya pengobatan total
- Jenis obat telah dikenal betul, mempunyai perilaku farmakokinetik yang baik
- Obat diproduksi di negara sendiri
- Obat tunggal

PEDOMAN SELEKSI OBAT
1. Obat yang dipilih harus bermutu
2. Jenis obat sesedikit mungkin. Hindari duplikasi dan kesamaan jenis dan bentuk sediaan obat.
3. Obat baru hanya dipakai bila lebih besar keuntungannya dibanding obat yang sudah ada.
4. Kombinasi obat dipakai bila lebih menguntungkan dibanding obat tunggal.
5. Pilih obat yang merupakan drug of choice penyakit yang ada.
6. Kontraindikasi, efek samping harus diamati agar diperoleh gambaran rasio risiko dan keuntungan produk
7. Upayakan jenis obat termasuk sediaan obat generik
8. Penggunaan obat tradisional sangat dimungkinkan apabila ada permintaan khusus.

PRINSIP UMUM SELEKSI OBAT
1. Pilih jenis obat seminimum mungkin
R Tergantung dari jenis penyakit
R Sesuai data epidemiologi
2. Utamakan obat generik daripada obat paten
3. Pilih satu sediaan obat untuk setiap jenis obat
4. Gunakan daftar obat sesuai dg tingkat penggunaan (level of use)
5. Gunakan standar normal pengobatan yang umum.

IMPLIKASI SELEKSI OBAT DI RS
1. Formularium Rumah Sakit
2. Penerapan sistem formularium
a) SKEMA SISTEM FORMULARIUM
b) PROSES PENYUSUNAN FORMALIUM
Data 5 diagnosis dengan prevalensi tertinggi dari spesialistik dasar di Rumah Sakit tipe C

Tentukan standar terapi tiap diagnosis (dari literatur)

Buat daftar obat-obat yang digunakan

Buka program Microsoft Excel, buat kolom-kolom: diagnosis, kelas terapi, sub kelas terapi, nama obat, sediaan, dosis, dan keterangan

Menulis diagnosis, kelas terapi, sub kelas terapi, nama obat, sediaan, dosis dan keterangan

Sesuaikan dengan daftar obat esensial nasional (DOEN)

Beri keterangan tambahan

PIO

PELAYANAN INFORMASI OBAT DI RUMAH SAKIT

Tujuan
Menunjang ketersediaan dan penggunaan obat yang tepat bagi pasien, tenaga kesehatan dan pihak lain.
Menyediakan dan memberikan informasi obat kepada pasien, tenaga kesehatan, dan pihak lain.
Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan terkait obat bagi PFT.
Kewajiban Siapa?
- Kewajiban Instalasi Farmasi Rumah Sakit yakni kewajiban memberikan penerangan tentang obat-obatan (PERMENKES 085/MENKES/PER/I/1989).
Apoteker harus memberikan informasi obat yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini.

Landasan hukum
PASAL 4
Hak Konsumen adalah
a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
c. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.
f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
Pelayanan Informasi Obat
Sebagai kegiatan penyediaan dan pemberian informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat, komprehensif, terkini oleh apoteker kepada pasien, masyarakat maupun pihak yang memlerukan di rumah sakit.
Meliputi penyediaan, penyajian, dan pengawasan mutu data/informasi dan keputusan profesional.

RUANG LINGKUP PIO
Menjawab pertanyaan
Menerbitkan buletin
Membantuunit lain dalam mendapatkan informasi obat.
Menyiapkan materi untuk brosur/leaflet informasi obat.
Mendukung kegiatan PFT.

Contoh-contoh
1. Memberikan jawaban atas pertanyaan spesifik melalui telepon surat, atau tatap muka.
2. Buletin bulanan
3. Leaflet
4. Cetak ulang reprint
5. Konsultasi tentang cara penjagaan terhadap reaksi ketidakcocokan obat
6. Tugas diklat (pelatihan perawat/pendidikan berkelanjutan)
7. Melakukan riset

Metode PIO
1. PIO dilayani oleh apoteker selama 24 jam atau on call (sesuaikan sikon RS)
2. PIO dilayani apoteker pada jam kerja, di luar jam kerja dilayani oleh apoteker jaga on call.
3. PIO dilayani oleh apoteker jaga pada jam kerja dan tidak ada PIO di luar jam kerja.
4. PIO tidak ada apoteker khusus, dilayani oleh semua apoteker sesuai waktu kebutuhan.
Sasaran Informasi Obat
1. Pasien dan atau keluarga pasien
2. Tenaga kesehatan: dokter, drg, apt, perawat, bidan, AA.
3. Pihak lain : manajemen, PFT, panitia infeksi nosokomial dan panitia klinik lainnya.

Sarana dan Prasarana
Sarana yang ideal: ruang kantor, ruang rapat, perpustakaan, komputer, telepon dan fax, internet, in house data base.
Apabila tidak ada sarana khusus gabung dengan ruang instalasi farmasi (kantor).

KEGIATAN PIO
1. Pelayanan
Kegiatan PIO bersifat aktif dan pasif.
Aktif : apt memberikan informasi obat tanpa menunggu adanya pertanyaan.
Pasif : apt memberikan informasi dengan adanya pertanyaan.
Menjawab pertanyaan : disampaikan secara verbal maupun tertulis, bersifat URGEN, tidak urgen, perlu penelusuran literatur serta evaluasi secara seksama.
Apt perlu terampil berkomunikasi, ramah dan bersifat rahasia.

PROSEDUR PENANGANAN PERTANYAAN
1. Menerima pertanyaan
2. Identitas penanya
3. Identifikasi masalah
4. Menerima permintaan informasi
5. Informasi latar belakang penanya
a. Latar belakang umum
b. Latar belakang spesifik (ADR, dosis,
interaksi obat, stabilitas obat, terapi obat, dosis terkait penyakit tertentu).

ALUR MENJAWAB PERTANYAAN DALAM PELAYANAN INFORMASI OBAT

TUJUAN PERMINTAAN INFORMASI
1. Permasalahan klinikal akut
2. Permasalahan klinikal non akut
3. Kuliah
4. Penelitian

PIO Pasif :
1. Pencampuran obat suntik bangsal bayi (NICU, PICU)
2. Pemberian obat bagi pasien dengan kondisi klinik tertentu

Penyimpanan

PENYIMPANAN
Penyimpanan berarti mengelola barang yang ada dalam persediaan, dengan maksud selalu dapat menjamin ketersediaannya bila sewaktu-waktu dibutuhkan pasien, terjadi stock out atau over stock, tempat penyimpanan yakni gudang farmasi.
Tujuan penyimpanan :
- Memelihara mutu barang dan menjaga kelangsungan persediaan (selalu ada stock)
- Menjamin keamanan dari kecurian dan kebakaran
- Memudahkan dalam pencarian dan pengawaasan persediaan barang kadaluarsa.
- Menjamin pelayanan yang cepat dan tepat.
Fungsi gudang farmasi adalah :
- Menjamin pelayanan yang cepat dan tepat. Menerima, menyimpan, memelihara, dan mendistribusikan perbekalan farmasi.
- Menyiapkan penyusunan rencana, pencatatan pelaporan mengenai persediaan dan penggunaan perbekalan farmasi.
- Mengamati mutu dan khasiat obat yang disimpan.

GUDANG
PENGELOLA GUDANG
Dilaksanakan oleh tenaga yang kompeten, terdidik, mempunyai ijin untuk menangani yakni farmasis.
Guna mempermudah pengawasan maka unit perbekalan farmasi harus dibawah pengelolaan farmasis untuk menjamin persediaan selalu tetap memenuhi persyaratan kefarmasian.

KEGIATAN DI GUDANG
 Pemeriksaan obat/alkes /aldok yang baru datang.
 Penerimaan obat (perbekalan farmasi)
 Pengaturan
 Penyimpanan
 Pengeluaran
 Transportasi
 Administrasi
 Pelaporan
 Persyaratan ruang penyimpanan perbekalan farmasi :
- Accessibility, ruang penyimpanan harus mudah dan cepat diakses
- Utilities, ruang penyimpanan harus memiliki sumber listrik, air, AC, dan fasilitas lain.
- Communication, ruangan penyimpanan itu harus memiliki alat komunikasi.
- Drainage, ruangan penyimpanan harus berada di lingkungan baik dengan sistem pengairan yang baik pula.
- Size, ruang penyimpanan harus memiliki ukuran yang cukup untuk menampung barang yang ada.
- Security, ruang penyimpanan aman dari resiko pencurian dan penyalahgunaan serta hewan pengganggu.
 Jenis perbekalan farmasi yang disimpan di gudang :
 Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan :
- Penyimpanan < 25°C (sejuk) : disimpan dalam ruangan ber-AC
- Penyimpanan dingin disimpan dalam lemari pendingin (2-8°C).
- Penyimpanan 0°C disimpan dalam freezer.
- Narkotika disimpan dalam lemari narkotika yang mempunyai aturan sesuai dengan ketentuan.
- Barang mudah terbakar disimpan dalam gudang tahan api yang dilengkapi dengan alat pemadam kebakaran.
 Metode penyimpanan perbekalan farmasi di Instalasi Farmasi Rumah Sakit :
- Berdasarkan bentuk sediaan, penyimpanan sediaan padat (tablet), sediaan cair (sirup), serta alat-alat kesehatan harus dipisahkan,sesuai sifat fisika kimianya ( ikuti petunjuk yg tertera pada kemasan )
- Vaksin ?B3?Citostatika ?Reagensia?bahan radiologi ? Injeksi ? Infus ?
- Menurut abjad atau alfabetis
- Menurut farmakoterapi
- Sistem First in first out (FIFO)/ First expire first out (FEFO) atau kombinasi keduanya. Untuk sistem FIFO, penyimpanan berdasarkan pada obat yang pertama kali masuk, sedangkan sistem FEFO berdasarkan pada obat yang punya expire date terdekat.

MANUAL UNTUK GUDANG
- Tetapkan kebijakan utama
- Organisasi gudang & garis tugas wewenang tanggung jawab
- Job descriptions setiap orang yang bertugas di gudang, sesuai jenjangnya.
- Sistem informasi logistik :
- Flow chart : barang; surat/dokumen
- Form-form operasional : invoice; laporan penerimaan barang; permintaan; kartu rekaman stock; blangko expedisi barang
- Prosedur akuntansi
- Prosedur sistem kontrol inventaris
- Administrasi gudang : budget operasional; prosedur pemeliharaan
- Prosedur khusus : KLB, dll.

PENYIMPANAN B3
(BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN)
Bahan mudah terbakar, meledak, korosif, karsinogenik. Penyimpanan B3 disertai MSDS (Material Safety Data Sheet).
Contoh MSDS :
Disimpan di tempat yang aman, terhindar dari benturan fisik, ruangan penyimpanan kering, sejuk, berventilasi cukup, jauh dari tempat berpotensi kebakaran, bebas rokok.

WADAH :
Diberi tanda peringatan : “JAUHKAN DARI PANAS, PERCIKAN DAN SEMBURAN API, TIDAK BOLEH DIHIRUP, HINDARI KONTAK DENGAN MATA, KULIT, DAN PAKAIAN, WADAH HARUS TERTUTUP RAPAT, GUNAKAN DALAM KEADAAN VENTILASI CUKUP, CUCI TANGAN SETELAH MENGGUNAKAN ALKOHOL.”

Distribusi
 Selama distribusi wadah harus tertutup rapat
 Jauhkan dari bahaya api dan benturan
 Selama mendistribusikan alkohol, petugas tidak boleh merokok

Penggunaan :
- Bila akan digunakan sebagai bahan desinfektan, alcohol harus diencerkan sampai 70%
- Petugas yang mengencerkan alcohol dan menggunakan alcohol sebagai pelarut harus memakai pelindung diri yaitu : sarung tangan karet, masker, jas lab, kacamata pelindung atau pelindung muka dan harus berada di dekat fasilitas air mengalir.
- Penggunaan oleh medis/paramedis sesuai dengan protap yang berlaku.
- Penanggulangan kontaminasi
- Bila terhirup, segera pindahkan penderita ke udara segar. Jika tidak bernafas berikan nafas buatan. Jika kesulitan bernafas berikan oksigen kemudian bawa ke ruang gawat darurat.
- Bila tertelan, dirangsang untuk muntah oleh petugas medis. Jangan memberikan apapun melalui mulut kepada orang yang tidak sadar.
- Bila terkena kulit, buka segera pakaian yang terkontaminasi. Cuci kulit dengan sabun atau deterjen yang lembut dan air mengalir paling tidak selama 15 menit. Periksakanlah ke dokter bila terdapat luka iritasi yang bertambah parah.
- Bila terkena mata, segera basuh dengan air mengalir paling tidak selama 15 menit, sambil dibuka kelopak mata atas dan bawah. Bawa ke ruang gawat darurat

SISTEM ADMINISTRASI GUDANG
- Buku harian penerimaan
- Buku harian pengeluaran
- Kartu persediaan
- Kartu barang
- Surat perintah mengeluarkan barang,
- Surat bukti barang keluar,
- Surat kiriman barang
- Daftar isi kemasan/packing list
- Berita acara penerimaan barang,
- Palaporan: Laporan mutasi, laporan tahunan,
- Laporan stock opname
- Pencatatan obat ED/rusak
- Berita acara pemusnahan obat.

PROBLEM-PROBLEM GUDANG
 Kurang teliti dalam memeriksa obat
 Penempatan yang tidak sesuai dengan protap
 Packing yang hampir sama
 Tidak disiplin melakukan pencatatan
 Tidak disiplin melakukan mutasi barang
 AC mati
 Stock obat dengan pencatatan tidak sama dll.

 Indikator Mutu Penyimpanan Obat di Gudang Farmasi.
1. Prosentase ketidaksesuaian barang antara di gudang dengan pencatatan :
Sample counting. Sampel counting dilakukan dengan cara mencocokkan jumlah barang yang ada di gudang dengan yang tercantum di kartu stok, serta yang tertera dalam komputer. Pengamatan dilakukan dalam waktu yang sama.
2. TOR (Turn Over Ratio)
Beberapa kali perputaran yaitu modal dalam satu tahun. Semakin tinggi nilai TOR semakin efisien persediaan obat.
Rumus :
TOR = Harga pokok pembelian dibagi rata-rata persediaan
HPP = Stok awal + pembelian – stok akhir.
3. Prosentase stock akhir
4. Stock mati
Death stock (stok mati) menunjukkan item persediaan barang di gudang yang tidak mengalami transaksi dalam waktu minimal 3 bulan.
5. Prosentase Barang yang akan ED
Pemeriksaan obat yang akan expire date atau kadaluarsa harus dilakukan dengan teliti dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keamanan penggunaannya dan kepastian jumlah fisik obat yang masa aman penggunaannya hampir atau sudah berakhir di dalam sistem penyimpanan yaitu gudang farmasi.
6. Prosentase stock berlebih
7. Kesesuaian sistem distribusi obat FIFO, FEFO

Perencanaan obat

A. PROCUREMENT
1. PERENCANAAN
A. METODE KONSUMSI
B. METODE EPIDEMOLOGI
C. METODE KOMBINASI
D. PRIORITAS PENYEDIAAN
E. ANALISA VEN, ABC
2. PENGADAAN
A. PEMBELIAN
B. PRODUKSI
C. PENYIMPANAN
B. DISTRIBUTION
1. MANAJEMEN INVENTORI
2. KONTROL STOCK
3. SISTEM DISTRIBUSI OBAT
4. SISTEM PELAYANAN SATU PINTU
C. DRUG MANAGEMENT CYCLE
• PERENCANAAN
Merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran.
Out Put :
Daftar perencanaan kebutuhan obat
• METODE PERENCANAAN
• Metode Konsumsi
• Metode Epidemiologi
• Kombinasi Metode Konsumsi dan Epidemiologi
• PEDOMAN PERENCANAAN
• DOEN, Formularium Rumah Sakit, Standar Terapi Rumah Sakit, Ketentuan setempat yang berlaku.
• Data catatan medik
• Anggaran yang tersedia
• Penetapan prioritas
• Siklus penyakit
• Sisa persediaan
• Data pemakaian periode yang lalu
• Rencana pengembangan pelayanan RS
• METODE KONSUMSI
Perhitungan kebutuhan didasarkan pada data riil konsumsi obat periode yang lalu, dengan berbagai penyesuaian dan koreksi.
• LANGKAH-LANGKAH METODE KONSUMSI
1. Lakukan Evaluasi :
a. Evaluasi rasionalitas pola pengobatan
periode lalu.
b. Evaluasi suplai obat periode lalu
c. Evaluasi data stock, distribusi dan
penggunaan obat periode lalu
d. Pengamatan kecelakaan dan
kehilangan obat.
2.Estimasi jumlah kebutuhan obat periode
mendatang dengan memperhatikan :
ð perubahan populasi cakupan pelayanan
ð perubahan pola morbiditas
ð perubahan fasilitas pelayanan
3. Penerapan perhitungan
1. Penetapan periode konsumsi
2. Perhitungan penggunaan tiap jenis obat
periode lalu.
3. Lakukan koreksi terhadap kecelakaan dan
kehilangan
4. Lakukan koreksi terhadap stock-out
5. Hitung lead time untuk menentukan
safety stock
• Rumus (yang telah disederhanakan)
CT = (CA x T) + SS – Sisa stock
• METODE EPIDEMIOLOGI
ð Mengetahui kebutuhan perbekalan kesehatan suatu populasi masyarakat tertentu (obat program KB, obat program imunisasi)
ð Memperkirakan kebutuhan obat atas dasar data epidemiologi
• Data yang diperlukan berupa : morbiditas, jenis penyakit yang penting, problem kesehatan, jumlah episode setiap penyakit per periode, kebutuhan obat yang mudah diperkirakan dengan rata-rata standard terapi.
• Sangat cocok bila ada data statistik kesehatan yang lengkap dan program kesehatan yang mapan, standar terapi yg mantap.
• Tidak cocok apabila data statistik kesehatan tidak baik dan variasi kondisi antar daerah sangat besar, standar terapi yang kurang dipatuhi
• LANGKAH-LANGKAH PERENCANAAN METODE EPIDEMIOLOGI
1. Susun daftar masalah kesehatan/penyakit utama yang terjadi
2. Lakukan pengelompokan pasien misal : umur
ð Anak 0 - 4 tahun
ð Anak 5 - 14 tahun
ð Wanita 15 - 44 tahun
ð Laki-laki 15 - 44 tahun
ð Orang tua > 45 tahun
Prinsip penggolongan umur harus sesederhana mungkin
3. Tentukan frekuensi tiap penyakit per tahun/per periode
4. Susun standard terapi rata-rata/terapi ideal
5.Dengan mengetahui data epidemiologi, estimasikan tipe dan frekuensi pengobatan yang diperlukan.
Contoh : untuk kasus diarrhea, estimasikan :
ð 90% kasus diberi oral rehidrasi
ð 10% kasus diberi cairan intra vena
ð 5% kasus perlu metronidazole untuk amuba
ð 10% kasus perlu antibiotik untuk disentri basiler dan kolera.
6. Susun daftar obat yang dikuantifikasikan
7. Hitung jumlah episode pengobatan untuk setiap penyakit
8. Hitung kuantitas obat yang dibutuhkan
9. Hitung safety stock, atau jumlah obat diperkirakan hilang
• Contoh Perencanaan Metode Epidemologi untuk kasus luka bakar
Kasus Luka Bakar grade 2 Tahun 2007
- Anak = 24 anak
- Dewasa = 36 orang
Prediksi kebutuhan obat luka bakar tahun 2008 sebagai berikut :
- Rata-rata lama rawat 15 hari
- Standard pengobatan luka bakar anak per
hari rawat sebagai berikut :
Obat per oral rawat inap lanjutan 5 hari kemudian
lanjut 5 hari rawat di rumah (rawat jalan) sbb :
1. Amoxicilin tab 3 x 500mg x 10 hr = 30 tab
2. Vitamin C tab 3 x 250mg x 10 hr = 30 tab
a. Hitunglah total kebutuhan obat dan alkes untuk pasien luka bakar anak!
b. Bagaimana hitungan kebutuhan obat dan alkes untuk luka bakar dewasa?
c. Bagaimana hitungan kebutuhan obat dan alkes luka bakar untuk balita?
d. Berapa waktu dibutuhkan untuk menyelesaikan perhitungan perencanaan dengan metode epidemologi ini?
e. Berapa total kebutuhan biaya obat dan alkes untuk kasus luka bakar anak dan dewasa?
f. Penyulit apa yang saudara temui?
• Latihan
Susunlah kebutuhan obat dengan metode
epidemologi untuk kasus :
- TB paru dewasa rawat jalan rata-rata per bulan 30 orang.
- Infeksi saluran kemih dewasa rawat jalan per bulan rata-rata 10 orang.
- DM tipe 2 rata-rata per bulan 480 orang.
Perencanaan dengan metode epidemiologi membutuhkan prediksi epidemiologi yang tepat.
Bagaimana memprediksi epidemiologi yang mana kasus penyakit fluktuatif, kecenderungannya menaik atau menurun sehingga tidak bisa diambil data rata-rata. Maka dapat digunakan beberapa metode antara lain :
Melakukan analisis data berkala sehingga mendapatkan garis trend/regresi.
Menggunakan pendekatan analisis regresi sederhana.
• ANALISA DATA BERKALA
• Analisa data berkala yakni analisis data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu untuk mendapatkan gambaran atau trend pelayanan di RS.
• Data berkala = deret berkala
• Analisa ini dapat digunakan untuk melakukan koreksi-koreksi perkembangan (kenaikan/penurunan) penyakit/tindakan medik baik pola perencanaan epidemiologi/konsumsi.
• BEBERAPA CARA ANALISIS DATA BERKALA
1.Trend :
- gerakan yang menunjukkan arah per-kembangan secara umum (kecenderungan naik/turun)
- Analisa trend
2. Siklus : gerakan jangka panjang di sekitar garis trend.
3. Gerakan/variasi musiman : gerakan yang punya pola tetap dari waktu ke waktu.
4. Gerakan/variasi tidak teratur : gerakan/variasi yang bersifat sporadis. (misal : RL diwaktu KLB diare)
Perkiraan 2008 kunjungan rawat jalan
Y = a + bx (persamaan regresi sederhana)
Y = Proyeksi rasio
a = Konstanta
b = koefisien regresi
x = tahun yang diproyeksikan
Sxy = a Sx + b Sx²
4,38 = 6a + 14b (Persamaan II)
Y = n a + bx (Persamaan I)
2,07 = 3.a + 6b
• Latihan
• Bagaimana prediksi kasus cedera kepala berat dengan craniotomi tahun 2009?
• Dengan data sebelumnya :
Tahun 2001 : 165 px Tahun 2005 : 324 px
Tahun 2002 : 199 px Tahun 2006 : 387 px
Tahun 2003 : 215 px Tahun 2007 : 469 px
Tahun 2004 : 285 px Tahun 2008 : 612 px
• Hitunglah kebutuhan obat dan alkes untuk tindakan bedah syaraf (craniotomi).
• Metode Kombinasi :
Konsumsi dan Epidemiologi
• Berupa perhitungan kebutuhan obat atau alkes yang mana telah mempunyai data konsumsi yang jelas namun kasus penyakit cenderung berubah (naik atau turun).
• Gabungan perhitungan metode konsumsi dengan koreksi epidemiologi yang sudah dihitung dengan suatu prediksi (boleh prosentase kenaikan kasus atau analisa trend).
• Contoh :
Data konsumsi rata-rata perbulan tahun
2008 perawatan cedera kepala berat :
- Manitol infus 500ml = 390 btl
- Citilcholin inj = 790 amp
- Piracetam 3 gr inj = 527 amp
- Ranitidin inj = 800 amp
- Cefotaxim Inj = 800 amp
Kecenderungan kasus cedera kepala berat naik bagaimana menghitung kebutuhan obat-obat tersebut? Lihat data kasus cedera kapala berat sebelumnya?
• PENERAPAN METODE PERENCANAAN
DI RS
METODE KONSUMSI :
Digunakan untuk obat atau alkes yang sudah mempunyai data konsumsi yang mantap, yang tidak bisa dihitung dengan kasus per kasus penyakit.
Misal : - Infus cairan dasar (RL, D5%, NACL dll).
- Injeksi antibiotika generik ,inj generik
- Alat kesehatan habis pakai spuit,
infuset, IV Cateter dll.
• METODE EPIDEMOLOGI DIGUNAKAN UNTUK :
• Perencanaan kebutuhan obat yang mana kasus penyakit cenderung naik atau turun.
• Perencanaan kebutuhan penyakit tertentu, terutama penyakit yang perlu menggunakan obat mahal (obat kanker, albumin, anastesi inhalasi).
• Program pengembangan pelayanan kesehatan RS yang baru.
• Penyediaan obat floor stock di ruang rawat inap atau ruang tindakan medik.
• METODE KOMBINASI DIGUNAKAN UNTUK :
• Untuk obat & Alkes yang terkadang fluktuatif maka dapat menggunakan metode konsumsi dg koreksi² pola penyakit, perubahan, jenis/jumlah tindakan, perubahan pola peresepan, perubahan kebijakan pelayanan kesehatan.
• Farmasis harus mengikuti perkembangan perubahan pola penyakit, dan perubahan-perubahan terkait dan secara terus menerus melakukan analisa data
• Harus disertai kesepakatan penatalaksanaan terapi/tindakan antara pihak SMF, Farmasi, pihak manajemen RS.
• Farmasi perlu sering berkomunikasi dengan pihak terkait dan memonitor jumlah tindakan/kunjungan & persediaan obat.
• PROBLEM PERENCANAAN DI RS
• GAP Anggaran : antara perhitungan kebutuhan anggaran dengan anggaran yang tersedia di RS.
• Upaya untuk mengatasi problem tsb dgn prioritas pemilihan obat untuk meningkat-kan efektifitas dan efisiensi pengelolaan obat.
• Efektifitas : situasi telah memberikan pelayanan yg cukup, tdk terjadi kekosongan obat.
• Efisiensi : efektifitas dicapai dengan biaya minimal.
• UNTUK MENENTUKAN PRIORITAS PEMILIHAN OBAT MENGGUNAKAN ANALISA :
• ANALISA ABC (PARETO)
• ANALISA VEN
• ANALISA PUT
• ANALISA VEN
(Vital, essensial, Non Essensial)
Semua jenis obat yang tercantum dlm daftar obat
dikelompokkan ke dlm 3 kelompok VEN sebagai berikut :
• Kel. Vital, kelompok obat yang sangat utama (pokok/vital) antara lain : obat penyelamat jiwa, obat untuk pelayanan kesehatan pokok, obat untuk mengatasi penyakit penyebab kematian terbesar, dibutuhkan sangat cepat, tidak dapat digantikan obat lain.
• Kel. Essensial, obat yang bekerja kausal yaitu obat yang bekerja pada sumber penyebab penyakit, tidak untuk mencegah kematian secara langsung/kecacatan.
• Kel. Non Essensial, merupakan obat penunjang yaitu obat yang kerjanya ringan dan biasa digunakan untuk menimbulkan kenyamanan atau untuk mengatasi keluhan ringan.
Contoh :
Dihidrasi berat :
RL ?
Oralit ?
Shock : adrenalin inj ?
Gigitan ular : ABU inj?
Asam Traneksamat inj?
Lihat makalah!
• PENGGOLONGAN OBAT SISTEM VEN DAPAT DIGUNAKAN :
• Penyesuaian rencana kebutuhan obat dengan alokasi dana yang tersedia.
• Dalam penyusunan rencana kebutuhan obat yang masuk kelompok vital agar diusahakan tidak terjadi kekosongan obat.
• Untuk menyusun daftar VEN perlu ditentukan terlebih dahulu kriteria penentuan VEN. Dlm penentuan kriteria perlu mempertimbangkan kebutuhan masing-masing spesialisasi.
Kriteria yang disusun dapat mencakup berbagai
aspek antara lain :
- Klinis, konsumsi, target kondisi dan biaya.
Langkah-langkah menentukan VEN.
1. Menyusun kriteria menentukan VEN
2. Menyediakan data pola penyakit
3. Standar pengobatan
Penentuan Kritera VEN dilakukan oleh tim yaitu Panitia
Farmasi
• Contoh menentukan sistem VEN
• ANALISA ABC (Always, Better, Control) atau pareto.
• Berdasarkan atas nilai ekonomis barang
• Gol. A : jika nilai penggunaan paling tinggi 75 – 80% dari total biaya dengan jumlah 10-20% dari total jenis obat.
• Gol. B : jika nilai penggunaan banyak menghabiskan 15-20% dari total biaya dengan jumlah 30% dari total jenis obat.
• Gol. C : jika tidak butuh penanganan khusus menghabiskan biaya 5-10% dari total biaya dengan menggunakan jumlah obat 50% dari total jenis obat.
• ANALISA PUT (Prioritas Utama Tambahan)
- Prioritas : termasuk didalamnya kategori vital A, Vital B, Vital C.
- Utama : termasuk didalamnya Kategori Essensial A, Essensial B, Essensial C.
- Tambahan : termasuk didalamnya kategori non essensial A, non essensial B, non essensial C.
• INDIKATOR PERENCANAAN
1. Prosentase kesesuaian pembelian dg perencanaan awal tahunan
2. Prosentase kesesuaian dana pembelian dg perencanaan anggaran
3. Prosentase kesesuaian perencanaan terhadap formularium.
PENGELOLAAN PERSEDIAAN
Pengelolaan persediaan sebagai inti dari kegiatan pengadaan untuk mencapai ketersediaan obat di RS, menghindari stock out dan mencegah stock yang menumpuk
MANAJEMEN PERSEDIAAN (INVENTORY)
• Persediaan perbekalan farmasi yang ada adalah sangat penting di semua lini proses penyaluran
• Persediaan perbekalan farmasi dapat menjamin pengadaan yang tepat, di saat dan ditempat yang memerlukan
• Problem klasik inventory adalah bagaimana menyeimbangkan keuntungan pelaksanaan inventori dengan biaya yang diperlukan.
KEUNTUNGAN PERSEDIAAN (INVENTORY)
• Mencegah terhadap ketidakpastikan
1. Persediaan mencakup fluktuasi supply dan demand
2. bertindak sebagai faktor pengaman antara produsen dan pasien
3. menghindari kondisi stock out terutama pada kondisi
- permintaan menanjak
- penyaluran yang terlambat
- problem epidemik
KEUNTUNGAN PERSEDIAAN (INVENTORY)
• Efisiensi dana pembelian
1. Pembelian jumlah banyak selalu akan lebih murah dibanding jumlah sedikit.
2. Barang yang terbeli akan masuk dalam inventori dan disalurkan bila diperlukan
• Meminimalkan waktu tunggu
Sangat penting untuk obat/bahan yang diimpor
KEUNTUNGAN PERSEDIAAN (INVENTORY)
• Menaikkan efisiensi transportasi
- Sangat terasa untuk obat yang dipesan melalui impor dalam jumlah kecil
• Antisipasi fluktuasi musim
- Perubahan musim berpengaruh pada permintaan obat
- Inventori akan mengantisipasi kenaikan permintaan. Perlu dilakukan inventori yang efisien
Manajemen inventori
KERUGIAN INVENTORI
Perlu biaya yang besar, mencakup
1. Capital cost
ð Inventori seperti aset perusahaan perlu biaya besar
2. Storage cost
ð Stocking cost : pemeliharaan bangunan, pajak, listrik dan biaya keamanan, sebagai fixed cost, asuransi, cold room operation dan material handling cost.
ð Kerusakan
- Bisa muncul pada penyimpanan yang lama
- Semakin besar stock barang -> kerusakan semakin besar
ð Obsalescence/penuaan
- Terutama bila muncul produk baru
- Penulisan resep selalu obat baru
- Diperkecil dg kredit penukaran ulang dg penyalur
ð Expiration date
ð Pencurian
- sangat rawan bila jumlahnya besar
MODEL INVENTORI
• Terdiri dari working stock dan safety stock
• Working stock adalah jumlah persediaan yang diperlukan untuk semua permintaan pengguna obat
• Working stock bervariasi dari 0 – Q0
• Safety stock adalah jumlah persediaan yang diperlukan bila terjadi kelambatan pengiriman atau permintaan yg berlebih.
• Safety stock = reserve stock=buffer stock=fluctuation stock.
• Average working stock = ½ Q0
• Average inventori =
• Harga I semakin kecil bila :
- Working stock kecil
- Safety stock kecil -> dapat berakibat stock out
• Bila I semakin kecil -> holding cost semakin rendah
• SISTEM CONTROL INVENTORI
Ada 2 macam model inventori :
- Sistem periodik (fixed interval system)
- Sistem perpetual (fixed quantity system)
Sistem Periodik
- Posisi inventori dilakukan setiap interval waktu antar pesanan yang lalu dan pesanan yg sedang dikerjakan, sebesar jumlah selisih perbedaan current inventory level dan a predetermined maximum inventory level.
- Maximum inventory level=safety stock + working stock = purata konsumsi antar dua pemesanan.
- Nama lain :
* T - system (time)
* Economic order interval (EOI) system.
PERPETUAL SYSTEM
• Nama Lain :
ï Q - system (quantity)
ï Economic Order Quantity (EOQ)
• Inventory level dilakukan terus menerus (setiap hari, minggu atau setiap pemesanan)
• Beberapapun besar stock yang ada, order tetap dilakukan dalam jumlah optimal Economic Order Quantity (EOQ)
SERVICE LEVEL
• Adalah persen permintaan yg dpt dipenuhi dari persediaan yg ada.
Misal : 95% service level = spesial obat yg 95% selalu ada dlm persediaan.
• Service level = 95% -> stock out frequency = 5%
• Untuk menjaga service level dlm keadaan konstan safety stock naik dg meningkatnya lead time.
STOCK RECORD
• Sebagai alat manajemen untuk aktivitas control inventori, baik manual maupun computerized
• Stock record harus ada untuk setiap item
• Sistem Penyimpanan stock record:
a. Sebagai file card yg tersusun dari muka ke belakang sesuai abjad atau nomor.
b. Sebagai file card dg sisi visible record tray kardex system.
c. Kalamazoo system sebagai kertas lepas yg tersusun index di bagian bawah.
d. Fixed system , indeks di bagian samping
MINIMUM DAN MAXIMUM STOCK LEVEL FORMULA
• Berguna agar barang cukup dan tidak berlebih
• Menetapkan waktu reorder sebelum terjadi stock out
• Kalkulasi minimum stock :
CA = Average consumption
SS = Safety Stock
• Kalkulasi maximum stock level :
pp = Procurement period
Misal :
LT Penggunaan tetrasiklin = 2 bulan
CA = 1000 kapsul Smin = (2 x 1000) + 2000
SS = 2000 kapsul = 4000 kapsul
PP = 6 bulan Smax = 4000 + (6 x 1000)
= 10.000 kapsul
ESTIMASI EXPECTED DELIVERY DATE
Berguna bila kedatangan barang sering terlambat
 Estimasi dilakukan untuk lead time berikutnya
 Rumus :
DDE = Expected delivery time
DDP = Promised delivery date
OD = Rata-rata keterlambatan (hari)
OD% = Persentase order yang terlambat
Misal :
Suatu penyalur mempunyai kontrak lead time = 45 hari.
Mengalami keterlambatan 50% dari order, dan rata-rata keterlambatan 43 hari.
DDE = 45 + (43 x 50%)
= 66,5
ESTIMASI ORDER QUANTITY
• Bila sampai pada stock level atau di bawah minimum level.
• Rumus :
SB = stock back ordered to clients
Si = Stock on hand in enventory
So = Stock now on order tetapi belum diterima
Misal, (kelanjutan dari kasus sebelumnya)
- Stock = 3000 kapsul (Si)
- Dalam order = 2000 kapsul
- Tidak ada back orders to health facilities
Q0 = (10.000 + 0) – (3000 + 2000)
= 5000 kapsul

Rabu, 27 Januari 2010

Produksi Rumah Sakit 2

Produksi Rumah sakit 2
(PENGEMASAN KEMBALI DAN PEMBERIAN ETIKET)

Instalasi farmasi rumah sakit melaksanakan pengemasan dan atau pengemasan kembali obat sediaan farmasi dan pengemasan unit tunggal/dosis yang merupakan salah satu bentuk produksi obat.
Pengemasan obat adalah salah satu metode ekonomis yang memberikan kenyamanan, identifikasi, penyajian dan perlindungan terhadap suatu sediaan obat sampai dikonsumsi.
Profesi farmasi selalu terlibat dalam pengemasan sediaan obat sampai diserahkan kepada penderita. Fungsi pengemasan, pengemasan kembali, dan pra-pengemasan dilaksanakan dalam IFRS rumah sakit besar dan kecil. Sejak industri farmasi membuat sediaan obat, peranan apoteker rumah sakit berubah dari formulator menjadi pengemas dan atau pengemasan kembali atau pra-pengemasan.
Macam-macam jenis pengemas :
1. jenis pengemasan yang pertama adalah pengemasan sediaan obat yang dimanufaktur rumah sakit dalam wadah tertentu dan atau obat yang sudah selesai diracik untuk diserahkan kepada penderita
2. jenis pengemasan yang kedua adalah pendosisan kemasan sediaan obat dari wadah ruah ke dalam wadah khusus penderita, disebut pengemas kembali atau secara khusus disebut kemasan ”unit penggunaan”, kemasan unit penggunaan dikarakterisasi, misalnya kemasan vial, ampul, botol plastik, yang berisi beberapa dosis obat.
3. jenis kemasan yang ketiga adalah ”unit” atau kemasan unit tunggal yaitu kemasan obat yang berisi satu bentuk sediaan tersendiri, misalnya satu kemasan satu tablet atau satu kapsul, satu kemasan 2 ml volume cairan, satu kemasan dari 2 g salep. Kemasan seperti ini adalah dasar dari pelaksanaan sistem dosis urut.
4. jenis kemasan yang keempat adalah ”unit” atau kemasan unit tunggal atau dosis tunggal. Kemasan dosis unit adalah kemasan yang berisi satu atau lebih kemasan unit tunggal dari obat tertentu yang diminta atau ditulis untuk penderita tertentu.

Fungsi Kemasan
Fungsi utama kemasan adalah seperti tertera di bawah ini:
1. Fungsi pokok dari suatu kemasan obat adalah mewadahi sediaan obat agar tidak membiarkannya menjadi bagian dari lingkungan. Terutama hal ini mensyaratkan suatu kemasan yang tidak bocor dan tetap kedap terhadap pengaruh bahan-bahan formulasi sediaan obat yang cukup kuat menahan isinya selama distribusi fisik.
2. Perlindungan adalah fungsi kemasan yang paling penting. Sediaan obat harus dilindungi terhadap kerusakan fisik, kehilangan kandungan atau bahan ramuan dan terhadap gangguan komponen lingkungan yang tidak dikehendaki, seperti uap air (lembab), oksigen, cairan, kotoran, kontaminasi, dan cahaya matahari.
3. Memberi identitas terhadap isinya secara lengkap dan tepat.
4. Membolehkan isinya dapat digunakan dengan cepat, mudah, dan aman.

Pengemasan Kembali (Ulang)
Pengemasan sediaan obat dari wadah ruah ke dalam wadah khusus penderita disebut pengemasan kembali atau pengemasan ulang atau pengemasan unit penggunaan. Pengemasan kembali biasanya dipertimbangkan apabila sediaan obat dapat dibeli dalam kuantitas ruah (kemasan rumah sakit dengan harga lebih menguntungkan kemudian dikemas kembali) dalam IFRS dengan biaya tenaga kerja lebih murah, dalam kemasan rangkaian terapi (kemasan selama terapi), maupun dalam kemasan dosis unit.
Pra-pengemasan juga termasuk pengemasan kembali, untuk mengantisipasi pelayanan sediaan obat tertentu yang sering dan banyak diminta melalui order atau resep dokter, bertujuan untuk mempercepat dan efisiensi pelayanan. Pengemasan kembali atau pra-pengemasan untuk dispensing atau menguntungkan, jika kondisi berikut dapat dipenuhi:
1. jumlah penderita yang besar datang mengambil obat pada waktu yang sama
2. segolongan obat kecil sering ditulis atau diorder dalam jumlah yang sama
3. jenis kemasan yang digunakan akan memberikan perlindungan dari atmosfer sampai penderita menggunakan obat
4. harus dapat diberi etiket pada kemasan dengan nama dan kekuatan obat
5. dokter penulisan resep terlibat dalam pemilihan kuantitas, isi kemasan, dan menyetujui kuantitas yang dipilih tersebut.

Persyaratan praktis untuk wadah :
1. Sebelum diisi, wadah harus bersih dan kering.
2. Perhatian khusus dan prosedur pembersihan terdokumentasi diperlukan guna memastikan agar partikel asing tidak masuk ke dalam sediaan obat.
3. Wadah dan tutup tidak reaktif atau absorptif.
4. Sistem tutup wadah harus memberikan perlindungan yang memadai terhadap kerusakan atau kontaminasi pada sediaan obat.
5. Wadah sediaan obat dan tutupnya harus bersih dan jika dinyatakan sifat obat, disterilkan, dan diproses untuk menghilangkan sifat pirogenik guna memastikan bahwa wadah dan tutupnya layak untuk penggunaan yang dimaksudkan.
6. Sterilisasi dan proses untuk menghilangkan sifat pirogenik harus terdokumentasi dan diikuti untuk wadah dan tutup sediaan obat.
7. Wadah dapat ditutup kembali sehingga isi yang belum digunakan tidak terkontaminasi atau menimbulkan bahaya pada anak-anak.
8. Apabila isi wadah adalah steril, sterilitas harus dipertahankan sampai sisa isi yang belum digunakan.
9. Wadah harus menyajikan semua informasi tentang sediaan obat dan praktik terapi yang baik.
10. Wadah harus memberikan kemudahan kepada penderita dalam penggunaan sediaan obat.

Faktor Pertimbangan dalam Pengemasan Kembali
Untuk membuat keputusan tentang jenis dan jumlah sediaan yang dikemas kembali atau prakemas dapat dilakukan hanya setelah meneliti secara luas situasi rumah sakit.
Beberapa faktor yang harus dipertimbangan sebagai berikut:
1. Permintaan terhadap suatu sediaan obat
a. Permintaan sepanjang satu tahun atau sepanjang suatu musim
b. Asal permintaan dari klinik atau ruang perawatan penderita
c. Sediaan obat dapat dibeli dalam kuantitas yang dapat memenuhi permintaan yang telah dikemas dalam unit kecil oleh manufakturnya dengan harga yang lebih rendah daripada biaya biaya yang dikeluarkan rumah sakit untuk pengemasan kembali/pra-kemas sediaan obat yang sama dalam wadah yang serupa
2. Ukuran unit yang dikemas dan jumlah produk kemasan dari tiap ukuran
3. Jenis wadah dan tutup yang harus digunakan untuk mempertahankan keutuhan terapi
4. Etiket khusus yang diperlukan
5. Cara pengemasan sediaan obat dengan mesin atau cara manual
6. Stabilitas dan tanggal kadaluarsa sediaan obat
7. Harga unit dari pengemasan kembali dan pihak yang membiayai pengemasan kembali itu

Jenis Pengemasan Kembali Berdasarkan Jangka Waktu Penggunaan
Jenis pengemasan kembali berdasarkan jangka waktu penggunaan sediaan obat mencakup pengemasan kembali ekstemporer (tanpa persiapan) dan pengemasaan kembali dalam bets.
1. Pengemasan Kembali Ekstemporer
Adalah pengemasan sediaan obat yang dibutuhkan sebelum ada resep atau order. Pengemasan kembali ekstemporer disebut juga pengemasan kembali tanpa persiapan atau pengemasan segar, adalah proses pengemasan kembali harian sediaan obat yang digunakan selama priode waktu yang pendek. Pada umumnya jumlah dosis yang dikemas kembali merupakan jumlah dosis yang akan dikonsumsi dari tanggal kadaluarsa dari sediaan obat yang dikemas kembali tersebut.
2. Pengemasan Kembali Bets
Adalah pengemasan kembali suatu bentuk sediaan obat tertentu dari wadah ruah ke dalam wadah khusus penderita oleh personil yang ditugaskan dalam kuantitas yang cukup sampai akhir dari suatu waktu yang ditetapkan terlebih dahulu.
Pengemasan kembali dilakukan untuk sediaan obat yang stabil selama periode waktu yang lama di dalam bahan pengemas yang merupakan sediaan obat yang sering dibutuhkan oleh dokter di rumah sakit.

Pengemasan Kembali Berdasarkan Jumlah Dosis Per Kemasan
Jenis pengemasan kembali berdasarkan jumlah dosis per kemasan mencakup kemasan dosis unit dan selama terpakai.
1. Kemasan Dosis Unit
Adalah kemasan berisi dosis tertentu dari suatu bentuk yang diorder, yang siap digunakan atau dikonsumsi untuk seorang penderita tertentu, melalui rute pada waktu pemberian yang tertulis dan untuk kebanyakan sediaan obat disuplai tidak lebih dari 24 jam. Kemasan dosis unit merupakan kemasan sediaan obat dalam sistem distribusi obat dosis unit bagi penderita rawat tinggal di rumah sakit.
Keuntungan umum dari sistem ini adalah sediaan obat selalu dapat diidentifikasi, kesalahan obat akan berkurang, kontaminasi yang disebabkan penanganan ditiadakan, waktu penyimpanan obat oleh perawat ditiadakan dan penyediaan obat dapat terkendali secara teliti.
2. Kemasan Selama Terapi
Adalah kemasan yang mengandung sejumlah sediaan obat sejenis untuk penggunaan selama satu periode waktu yang ditetapkan dokter atau staf medik oleh PFT. Pengemasan selama terapi pada umumnya untuk penderita ambolatori.

Informasi pada etiket kemasan kembali
1. nama obat generik dan kekuatan obat (pencantuman nama dagang jika ada dapat disertakan)
2. nama rumah sakit yang melakukan pengemasan kembali
3. nama industri farmasi produsen sediaan obat yang dikemas kembali
4. jumlah isi atau kandungan sediaan obat dan kemasan
5. karakteristik khusus dari bentuk sediaan (misal lepas lambat)
6. rute pemberian jika di luar pemberian oral (misal pemakaian pada kulit)
7. rute injeksi harus tertera pada kemasan luar dan kemasan dalam
8. kekuatan harus dinyatakan sesuai dengan terminologi dalam Farmakope Indonesia, yaitu sistem metrik
9. isi total dan dosis total kemasan harus dinyatakan pada etiket
10. catatan khusus seperti kondisi penyimpanan (misal lemari pendingin), penyiapan (misal kocok dahulu atau rekonstitusi dulu), dan pemberian (misal jangan kunyah)
11. tanggal kadaluarsa harus secara mencolok terlihat pada kemasan.
12. kode identifikasi sediaan
13. nomor bets pada wadah
Pengoperasian Pengemasan Awal
Di rumah sakit pengemasan dalam jumlah kecil tidak memerlukan pegawai, area, dan peralatan khusus. Pengemasan dapat dilakukan oleh staf apoteker dengan pembantu paruh waktu. Alat yang diperlukan adalah alat penghitung tablet secara manual atau timbangan yang cukup sensitif. Sedangkan untuk jumlah besar dimungkinkan adanya unit khusus yang terpisah dengan tenaga kerja di bawah pengawasan seorang farmasis dan pengemasan dilakukan dengan bantuan mesin pengisi ototmatis untuk sediaan cair, alat penghitung otomatis untuk tablet dan kapsul, serta mesin penandaan otomatis.
Apalagi jumlah bahan yang akan dikemas terlalu banyak untuk pelaksanaan manual tetapi terlalu kecil untuk pelaksanaan otomatis, maka digunakanlah alat semi otomatis seperti alat penghitung tablet dan kapsul elektronik dan otomatis, mesin penutup dan pengisi otomatis, mesin pemipet dan perlengkapan untuk memberi tanda semi otomatis.
Menurut ASHP (Association Society Hospital Pharmacy), kemasan unit tunggal dan unit dosis harus memenuhi empat fungsi dasar, yaitu:
1. melindungi isinya dari efek yang merusak peralatan
2. melindungi isinya dari kerusakan hasil dari penanganan
3. tidak mempengaruhi identifikasi dari produknya sendiri
4. memungkinkan isinya dapat digunakan secara tepat, mudah, dan teliti.
USP menyatakan bahwa CPOB disusun untuk mengontrol alat-alat yang akan digunakan untuk proses pembuatan, pengemasan, dan penyimpanan obat, sehingga obat-obat yang dibuat dapat diidentifikasi kekuatannya, kualitas, dan kemurniannya. USP mencantumkan faktor-faktor yang telah ditetapkan oleh CPOB, yaitu:
1. organisasi
2. fasilitas
3. peralatan
4. pengendalian komponen dan wadah serta tutup obat
5. pengawasan pengemasan dan pemberian label
6. pengawasan produksi dan proses
7. penyimpanan dan distribusi
8. pengawasan laboratorium
9. laporan dan dokumentasi

Peralatan Pengemasan Kembali
Peralatan yang dipergunakan dalam proses pengemasan kembali harus dirancang dengan tepat, ukurannya cukup, lokasinya memudahkan jalannya proses pengemasan, dan mempermudah proses pembersihan dan perawatannya.
Peralatan yang otomatis, mekanik, atau elektronik atau peralatan lain termasuk komputer atau sistem yang berhubungan dengan proses penyiapan obat harus rutin dikalibrasi, diperiksa dan dicek berdasarkan program tertulis yang dibuat dan dirancang untuk menjamin penampilan atau hasil yang baik.
Farmasis yang bertanggung jawb dalam pemilihan peralatan pengemas bahan harus mengerti prinsip CPOB yang digunakan untuk menjamin ketepatan pemakaian peralatan. Peralatan harus dapat diandalkan, aman, terbukti baik untuk pengemasan, dapat dibersihkan atau disterilkan atau disanitasi agar terhindar dari kontaminasi silang, dapat dikalibrasi dalam pemakaian dan cocok dengan produk yang akan dikemas kembali. Sebagai tambahan, pemilihan larutan pembersih dan desinfektan juga harus diperhatikan dalam pemilihan alat.


Pengemasan Obat Sediaan Tunggal
Kemasan tunggal adalah salah satu kemasan dalam sediaan farmasi seperti tablet, kapsul, atau kemasan 2 ml volume cairan. Pertimbangan umum:
1. Bahan kemasan dapat melindungi sediaan obat dan ditentukan serta disediakan oleh perusahaan farmasi yang disesuaikan dengan alat dan perlengkapan yang ada.
2. Bentuk dan ukuran harus dapat diterima dengan mudah oleh pasien agar mudah membuka dan menggunakannya.
3. Label
• Nama generik dan nama paten
Nama generik obat merupakan bagian yang paling menonjol dari label kemasan. Nama pabrik atau distributor harus ada ada kemasan. Nama generik dari suatu produk dianggap perlu tetapi tidak demikian halnya dengan nama paten.
• Bentuk sediaan
Karakteristik khusus dari bentuk sediaan harus disebutkan dalam label, contohnya sediaan lepas lambat. Untuk rute pemberian selain oral, label pada kemasan harus mencantumkan rute yang digunakan, contoh untuk topikal. Dalam kemasan injeksi rute pemberian injeksi harus dinyatakan pada bagian luar dan dalam kemasan, contoh: tercantum pada unit syringe atau karton (jika ada).
• Kekuatan
Kandungan harus dinyatakan sesuai dengan pengertian dalam AHFS (American Hospital Formulary Service). Sistem metrik harus digunakan yang mana untuk suatu formula sediaan, USP telah menyediakan tabel untuk perkiraan pembulatan yang ekuivalen dan dinyatakan dengan jumlah yang paling kecil, mikro gram digunakan sampai batas 999, kemudian gram. Maka bahan dinyatakan sejumlah 300 mg bukan 325 mg, bukan pula 0,3 g; sedangkan 400 mikrogram, bukan 1/150 g, bukan pula 0,4 mg atau 0,0004 g dan untuk volume dinyatakan dalam ml, bukan cc.
• Kandungan dosis dan kandungan total obat
Kandungan total dan kandungan dosis pada kemasan harus disebutkan. Maka kemasan unit dosis yang mengandung dosis 600 mg, yang terdiri dari 2 tablet 300 mg harus diberi label 600 mg (sama dengan tablet 300 mg). Sama halnya dengan dosis 500 mg dengan bentuk sediaan cair 100 mg/ml, harus diberikan label: berikan sejumlah 500 mg (sama dengan 500 ml dari sediaan 100 mg/ml).
• Catatan khusus
Catatan khusus seperti kondisi penyimpanan (dalam lemari pendingin, dan lain-lain), cara penyiapan (dikocok dahulu, dibasahkan, dan lain-lain), dan cara pakai (seperti: jangan dikunyah) dan sebagainya yang tidak begitu jelas bila dilihat dari desain bentuk sediaan, harus tercantum pada label.
• Tanggal kadaluarsa
Sama bila produk tersebut dikemas kembali. Tanggal kadaluarsa harus terlihat dalam kemasan namun pada beberapa rumah sakit jarang digunakan penempelan tanggal kadaluarsa karena menganggap bahwa obat di rumah sakit cepat dikonsumsi dalam persediaannya, serta untuk memperoleh informasi dipermudah oleh adanya informasi dari catatan kontrol.
• Nomor Lot (nomor kontrol)
Nomor kontrol harus ada pada kemasan. Nomor ini umumnya dari tanggal pengemasan dilakukan, dengan sejumlah nomor atau huruf tambahan yang amenggambarkan urutan pengemasan sediaan pada hari itu. Nomor kontrol hendaknya sesederhana mungkin untuk mengurangi kesalahan mengartikan nomor. Contoh: Nomor Lot: A123091 yang berarti produk pertama yang dikemas pada tanggal 20 Desember 1991.
• Kode identifikasi produk
Kode identifikasi produk dianjurkan tercantum langsung pada bentuk sediaan.
4. Jumlah minimum produksi sediaan tunggal ada dalkam semua ukuran, di mana pertimbangannya berdasarkan kebutuhannya.
5. Tiap kemasan harus didesain bahannya tidak akan keluar sebelum dibuka.
Pertimbangan Khusus
1. Sediaan Padat Oral
a. kemasan blister
- mempunyai latar yang tidak tembus cahaya dan tidak memantulkan cahaya (permukaan atas dasar) untuk dicetak
b. kemasan kantong
2. Sediaan Cair
3. Sediaan Injeksi
4. Larutan IV admixture
5. Sediaan untuk Pengobatan Saluran Cerna
6. Sediaan Topikal
7. Bentuk Sediaan Lain

DAFTAR PUSTAKA

Siregar, Charles J. P. Farmasi Rumah Sakit: Teori Penerapan. Jakarta: EGC. 2003.
Departemen Kesehatan. Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta, Indonesia: DirJen Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan. 2004.

Produksi Rumah Sakit 1

Produksi Rumah Sakit
Menurut Departemen Kesehatan (2004), produksi merupakan kegiatan membuat, merubah bentuk, dan pengemasan kembali sediaan farmasi steril atau non steril untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit.

Seksi produksi adalah seluruh rangkaian kegiatan dalam menghasilkan suatu obat yang meliputi pembuatan obat mulai dari pengadaan bahan awal, proses pengolahan, pengemasan sampai obat jadi siap didistribusikan.

Produksi sendiri dilakukan oleh Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS), bila produk obat/sediaan farmasi tersebut tidak diperdagangkan secara komersial atau jika diproduksi sendiri akan lebih menguntungkan. Produksi obat sediaan farmasi yang dilakukan merupakan produksi lokal untuk keperluan rumah sakit itu sendiri. Dalam proses produksi tersebut dilakukan berbagai tahap mencakup desain dan pengembangan produk, pengadaan, perencanan dan pengembangan proses, produksi, pengujian akhir, pengemasan, penyimpanan, sampai dengan penghantaran produk tersebut pada penderita/profesional kesehatan. Oleh karena itu, IFRS perlu menerapkan standar sistem mutu ISO 9001 dan dilengkapi Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).

Dalam rangka memutuskan tepat tidaknya produksi lokal di rumah sakit, beberapa faktor yang harus dipertimbangkan adalah rancangan kapasitas dan sumber produksi, seleksi produksi, persediaan produksi serta pengontrolan kualitas dan harga produk.

Kriteria obat yang diproduksi:
1. sediaan farmasi dengan formula khusus
2. sediaan farmasi dengan harga murah
3. sediaan farmasi dengan kemasan yang lebih kecil
4. sediaan farmasi yang tidak tersedia di pasaran
5. sediaan farmasi untuk penelitian
6. sediaan nutrisi parenteral
7. rekonstruksi sediaan obat kanker

Tujuan perencanan produksi obat adalah merencanakan produksi obat yang sesuai dan kebutuhan rumah sakit. Dalam proses produksi untuk menghasilkan anggaran yang tepat selama produksi maka farmasis akan menentukan inventaris dan pemakaian anggaran yang diperlukan untuk produk akhir dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
1. Persediaan dan tingkat pemakaian produk jadi.
Mengenai tingkat pemakaian setiap jenis barang yang akan diproduksi. Hal ini dilakukan dengan meninjau kembali catatan dari satu atau dua tahun sebelumnya dan membandingkan catatan ini dengan pola resep yang ditulis oleh dokter.
2. Persyaratan bahan.
Seorang farmasis di rumah sakit harus menentukan produk yang akan dibuat dengan memperhitungkan jumlah dan banyaknya produksi yang akan dibuat serta menyusun cara terbaik dan termudah dalam mendapatkan persediaan. Persediaan ini meliputi : Bahan baku, Wadah, Etiket dan bahan lainnya seperti kertas saring, kotak dan etiket khusus.
3. Kepastian produksi.
Dalam kapasitas produksi ini farmasis harus mempertimbangkan dua hal yaitu apakah farmasis mempunyai perlengkapan untuk pembuatan produk dan apakah mesin atau perlengkapan tersebut sanggup untuk memproduksi dalam jumlah yang diinginkan. Waktu merupakan faktor yang berharga dalam proses produksi, maka farmasis harus menggunakan kapasitas maksimum dari peralatannya, pemilihan perlengkapan harusnya dibuat sebagai dasar untuk mendapatkan peralatan yang mempunyai banyak fungsi dan mencegah kerugian akibat penumpukan peralatan mahal yang nantinya tidak akan digunakan.
4. Peralatan produksi dan sumber-sumbernya.
Macam dan ukuran dari perlengkapan produksi yang disyaratkan dalam farmasi rumah sakit berbeda tiap rumah sakit. Penentuan peralatan berdasarkan jangkauan program produksi, jumlah yang akan diproduksi, lainnya waktu yang hendak disyaratkan ke pemakai produk, tersedianya personil dan tersedianya fasilitas fisik.
5. Tenaga produksi
Tenaga produksi yang terlalu banyak akan mengakibatkan pemborosan anggaran, akibatnya harga produksi akan menjadi mahal. Bagian produksi harus diawasi oleh farmasis yang didukung oleh tambahan personil yang terlatih untuk mengadakan pekerjaan non teknis seperti memasukkan cairan ke dalam botol, menyaring, memberi etiket, dan lain-lain.
6. Biaya operasi
Biaya operasi yang dikontrol dengan baik tentu akan menghasilkan suatu hasil yang menguntungkan pemakaian biaya operasi yang tepat biasnya digunakan biaya langsung dan tidak langsung. Biaya langsung ditujukan pada tenaga kerja sedangkan biaya tidak langsung ditujukan pada biaya personil dalam kedudukannya sebagai pengawas, tempat sewa, asuransi dan penurunan nilai peralatan, pemeliharaan anggaran rumah tangga dan lain-lain. Biaya tidak langsung seharusnya dibandingkan dengan biaya langsung untuk memastikan biaya sebenarnya dari produk.
1. Perencanaan produksi, mulai dari seleksi produk, pengemasan bahan baku dan kemasan serta pengembangan formula. Dalam perencanaan ini perlu dipertimbangkan seleksi produk yang mungkin untuk dimanufaktur, didasarkan pada permintaan rumah sakit terhadap ketersediaannya, menetapkan kemungkinan pelaksanaannya secara ekonomi dan berdasarkan penilaian dasar.
2. Perencanaan gedung dan fasilitas produksi, peralatan dan personel yang memenuhi syarat.
3. Mengadakan pelatihan personel secara teratur, inspeksi dan evaluasi kerja.
4. Mengadakan dokumentasi proses produksi.
5. Menjamin mutu produk akhir.
Dalam proses produksi, dasar perencanaan produksi adalah formulir permintaan yang dikirim ke instalasi produksi di mana mekanisme pengadaan, penyimpanan dan penyaluran bahan baku dan bahan jadi adalah :
a. Untuk pengadaan bahan baku dan pengemasan yang digunakan dalam proses produksi diperoleh dari sub instalasi perbekalan setiap bulan sekali.
b. Untuk penyimpanan obat jadi dan bahan baku yang akan digunakan, masing-masing ditempatkan dalam lemari terpisah.
c. Obat jadi didistribusikan ke sub instalasi perbekalan untuk kemudian ke ruang atau depo farmasi. Untuk produk yang dipesan oleh pihak lain selain di rumah sakit diambil sendiri.
Kegiatan produksi yang dilakukan oleh sub instalasi produksi farmasi ada dua, yaitu:
1. Produk Obat Steril
Pembuatan produk steril terbagi menjadi :
1. Produksi steril adalah proses mencampur atau meracik bahan obat steril dan dilakukan di dalam ruang steril.
2. Aseptic dispensing adalah teknik aseptic yang dapat menjamin ketepatan sediaan steril yang dibuat dan bebas kontaminasi.
Kegiatan produksi steril yang akan dilakukan sub instalasi produksi farmasi:
Total Parenteral Nutrition (TPN)
Total parenteral nutrition adalah membuat atau mencampur bahan nutrisi yang berisi asam amino, karbohidrat dan lipid yang steril dengan kadar yang sesuai kebutuhan masing-masing pasien, sehingga dihasilkan sediaan yang steril. Ruang untuk TPN bertekanan positif dari pada di luar karena obat ini tidak berbahaya hanya saja dalam pembuatannya harus steril.
IV admixture atau pencampuran obat-obat suntik
Proses pencampuran obat steril ke dalam larutan intravena steril untuk menghasilkan suatu sediaan steril yang bertujuan untuk penggunaan Intra Vena (I.V)
Ruang lingkup dari IV admixture :
1. Pelarutan serbuk steril.
2. Menyiapkan suntikan IV sederhana (tunggal)
3. Menyiapkan suntikan IV kompleks
Keuntungan IV admixture:
1. Terjaminnya sterillitas produk
2. Terkontrolnya kompatibilitas obat
3. Terjaminnya kondisi penyimpanan yang optimum sebelum dan sesudah pengoplosan.
Obat Sitostatika

Obat sitostatika adalah obat yang digunakan dalam pengobatan kanker (antineoplastik). Peracikan obat kanker atau sitostatika adalah kegiatan rekonstitusi (pencampuran) obat–obat sitostatik dan menyiapkan agar siap digunakan dengan mempertimbangkan dasar–dasar keamanan bagi pekerja dan lingkungan serta prinsip dasar pencampuran obat steril.
Sub instalasi produksi farmasi melayani permintaan penyiapan obat sitostatika dengan sumber obat yang berasal dari:
a. Farmasi atau apotek Korpri untuk pasien umum
b. Apotek askes untuk pasien askes
c. YKI (Yayasan Kanker Indonesia) untuk pasien tidak mampu
Obat tersebut diberikan pada bagian produksi obat steril maksimal sehari sebelum dilakukan kemoterapi. Sebelum obat dibuat harus dilakukan pengecekan apakah pasien jadi dikempoterapi pada waktu yang telah ditentukan atau tidak. Jika tidak maka obat tidak boleh disiapkan, karena obat harus diberikan segera setelah direkonstitusi mengingat ketidakstabilan obat dan jika terlalu lama disimpan maka obat menjadi rusak.
Dalam formulir permintaan obat sitostatika tercantum data pasien meliputi nama, nomor medical record, ruangan, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, umur, luas permukaan tubuh, diagnosis, nama dokter, dan paraf dokter, dan data permintaan obat yang meliputi nama obat, dosis, cara pemberian, volume, jumlah (ampul/vial), pelarut, volume pelarut, volume akhir, expire date, dan alat kesehatan yang digunakan.
Rekonstitusi obat sitostatika dilakukan secara aseptik di ruang steril di dalam laminar air flow. Dalam CPOB, ruang yang digunakan untuk kegiatan steril disebut ruang kelas II, tidak boleh mengandung lebih dari 350.000 partikel berukuran 0,5 mikron atau lebih. Dua ribu partikel berukuran 5 mikron atau lebih, serta tidak lebih dari 100 mikroba setiap meter kubik udara. Tekanan udara di ruangan ini makin ke dalam atau makin mendekati laminar air flow harus makin negatif. Hal ini untuk mencegah keluarnya obat yang direkonstitusi dan agar tidak mengkontaminasi personil yang mengerjakannya. Personil yang mengerjakan harus memakai pakaian steril model khusus, penutup kepala, masker, kacamata, sarung tangan, dan penutup kaki.
2. Produk Obat Non Steril
Sub instalasi produksi farmasi membuat perencanaan produksi obat-obat yang dibutuhkan selama satu bulan dan mencatat realisasi kerjanya, perencanaan produksi dibuat untuk bulan berikutnya berdasarkan permintaan barang dari sub instalasi apotek pegawai distribusi farmasi dan persediaan minimum produksi, selanjutnya dilaksanakan dalam kegiatan harian. Kegiatan yang dilakukan dalam produksi non steril yaitu pembuatan, pengenceran, dan pengemasan kembali.
a. Pembuatan
Sub instalasi produksi farmasi memproduksi obat non steril berdasarkan master formula. Produksi obat dilakukan dengan mengisi formulir pembuatan obat. Tahapan pembuatan obat dilakukan berdasarkan urutan seperti contoh yang terdapat pada formulir pembuatan obat dan pada setiap tahap pembuatan harus diparaf oleh petugas yang mengerjakannya. Formulir pembuatan obat dibuat berdasarkan per item obat. Pengemasan dan pemberian etiket dilakukan setelah produksi obat atau pengenceran antiseptik selesai dibuat dan diperiksa kembali. Setelah selesai pengemasan, maka penyelia harus mengisi lembaran atau formulir pengemasan yang berisi tanggal produksi, nama obat, nomor produksi, volume dan kemasan, kemudian diparaf. Selanjutnya formulir pembuatan obat, formulir pengemasan dan etiket diparaf atau diberi cap oleh penanggung jawab sebagai tanda bahwa obat sudah diperiksa dan dapat didistribusikan.
b. Pengenceran
Pengenceran dilakukan berdasarkan urutan seperti yang terdapat pada formulir obat dan pada setiap tahap harus diparaf oleh petugas yang mengerjakannya. Pengenceran misalnya pembuatan alkohol 70% dari alkohol 95%.
c. Pengemasan kembali
Pengemasan kembali misalnya Betadine dan Rivanol dari kemasan besar menjadi kemasan yang lebih kecil.
Penyimpanan hasil produksi dipisahkan antara obat dalam dan obat luar yang masing-masing disusun secara alfabet. Obat yang lebih dulu dikeluarkan adalah obat yang lebih dulu diproduksi dengan mempertimbangkan waktu kadaluarsanya. Setiap pengeluaran obat dicatat dalam kartu sediaan.
Instalasi produksi farmasi melayani kebutuhan barang dari sub instalasi distribusi, apotek pegawai dan apotek korpri. Pengiriman barang dilakukan setiap minggu. Sub instalasi produksi farmasi juga melayani permintaan untuk pembuatan formula khusus yang berasal dari resep dokter dan tidak ada dalam rencana produksi.
Laporan-laporan yang dibuat adalah laporan pemasukan dan pengeluaran bahan baku yang dibuat setiap bulan; laporan pembuatan dan pengeluaran produk jadi non steril, serta laporan pelayanan sitostatika. Obta-obat yang diproduksi di instalasi produksi farmasi adalah obat-obat yang lebih murah jika diproduksi sendiri dan obat yang tidak terdapat di pasaran atau merupakan formula khusus.

Pertimbangan Teknis Umum
Meskipun banyak alasan untuk melakukan produksi lokal, tapi studi feasibilitas (kelayakan) tetap dibutuhkan sebelum produksi dimulai. Hal ini tergantung pada pengadaan dan kualitas sumber bahan. Perusahaan farmasi biasa menjalankan produksi yang sangat sederhana atau dapat pula membuat produk yang berbeda tingkat kompleksitasnya, studi feasibilitas ini harus memperhatikan:
1. Personil
Personil bagian produksi adalah sumber terkontaminasi dan error yang terjadi pelatihan kepada mereka harus secara regular, dan evaluasi dan inspeksi dilakukakan secara periodik.
2. Gedung dan bangunan fisik.
Dasar dari produksi adalah lokasi, desain, konstruksi, adaptasi, dan pemeliharaan. Gedung bisa saja sederhana, tapi dengan ukuran yang cukup untuk melakukan semua kegiatan. Penyusunan area harus bebas debu, dengan menggunakan AC, jendela harus terkena sinar matahari dan terjaga keamanannya.
Jumlah gedung, ruang dan ukuran ruang tergantung pada beberapa faktor :
a. Jenis umum produksi Farmasi yang dilaksanakan (Steril/non steril)
b. Jumlah bentuk produk Farmasi (eksternal dan internal liquid, serbuk, salep, tetes mata, parenteral, dll)
c. Jumlah atau kuantitas dari tiap produk sediaan.
d. Volume dari repacking dan COT packaging
e. Tingkat penyediaan servis (pusat pelatihan, pusat distribusi, rumah sakit sederhana).
Ruang-ruang terpisah (pada beberapa hal mempunyai cirri khusus) dibutuhkan untuk :
a. Kegiatan administrasi.
b. Ruang untuk mencuci botol - botol
c. Produksi non steril
d. Ruang steril
e. Sterilisasi dan penyaringan air
f. Pelabelan dan internal QC
g. Gudang
h. Ruang penerimaan
i. Ruang istirahat
j. Kafetaria/dapur kecil.
k. Ruang pemeliharaan
l. Garasi
m. Ruang kelas (disatukan dengan ruang istirahat)
n. Rumah untuk staf
o. Laboratorium.
3. Sumber air
Pengadaan air yang cukup adalah hal yang sangat fundamental. Tetapi terkadang, produksi farmasi di beberapa daerah berkembang tidak mempunyai pelayanan persediaan air, dan jika ada air harus diteliti dulu sebelum digunakan, jika persediaan air kurang harus ada alternatif lain sumber air sebelum produksi dimulai.
Sumber-sumber air yang dapat digunakan antara lain :
- Air hujan
- Air permukaan (danau/sungai)
- Air bawah tanah (sumber/mata air)
- Penyaringan air dengan sinar matahari.
Hal ini tergantung pada sumber air, cuaca, kontaminasi dan jumlah yang dibutuhkan. Air dari berbagai sumber tersebut di atas perlu diuji laboratorium untuk memonitor kemurniannya.
4. Peralatan.
Lokasi dan desain dari peralatan harus meminimalisir resiko error dan efektif pada pembersihan dan perawatannya. Berat dan ukuran peralatan harus dikalibrasi secara teratur.
5. Dokumentasi.
Setiap produksi harus punya literatur teknis, yang terdiri dari Formularium Nasional yang resmi dan Farmakope. Sumber dari formula harus menggunakan referensi dari literatur sains dan tercatat pada bagian produksi dan kontrol buku kerja, kalkulasi ukuran batch dan intruksi harus jelas sebelum memproduksi produk baru.
- Mempersiapkan salinan pesanan asli dari dokter berisi nama pasien, no ruangan, cairan intravena yang diinginkan, bahan tambahan, waktu mulai, lama terapi dan kecepatan alir.
- Memeriksa stabilitas, interaksi obat, dosis lazim, kontabilitas bahan, duplikasi obat, alergi, lama terapi dan membandingkannya dengan aturan automatic stop order dan terapi lain yang diterima pasien. Resep pesanan tersebut dimasukkan dalam profil pasien.
- Penyimpanan label dan lembar kerja, lalu di cek kembali sesuai pesanan.
- Mempersiapkan produk parenteral (oleh farmasis atau asisten apoteker berpengalaman tergantung aturan yang berlaku)
- Produk dipersiapkan, di cek kembali labelnya dengan pesanan aslinya. Dosis, bahan, label pembantu, kompatibilitas, rute, kecepatan, kehadiran bahan partikulat, perubahan warna integritas wadah periksa. Umumnya setiap dosis intravena diberikan sesuai urutan pesanan.
- Pada pengiriman produk intravena ke unit pasien, larutan sekali lagi di cek oleh orang yang akan memberi obat.
- Jika tidak langsung digunakan, racikan intravena harus dimasukan ke dalam lemari pendingin sampai akan digunakan. Jika tidak digunakan selama 24 jam harus dikembalikan ke bagian farmasis untuk didistribusikan kembali atau dibuang.
- Sebelum pemberian pada pasien, perawat harus memeriksa kebenaran nama pasien, nama obat, konsentrasi larutan, tanggal kadaluarsa dan waktu mulainya.

1. Sediaan Intravena
Tanggung jawab terhadap sistem peracikan intravena ada di tangan farmasis karena faktor :
a. Kontaminasi, farmasis memperhatikan kebersihan dengan aliran udara laminar vertikal atau horizontal untuk peracikan intravena.
b. Kompatibilitas, farmasis dapat mengontrol larutan intravena yang digunakan dan obat yang dikombinasikan dalam larutan. Farmasis harus disiapkan untuk mengatasi masalah yang berhubungan dengan ketidaksempurnaan kimia, fisik, terapeutik dan merancang alternatif yang cocok untuk mengatasinya.
c. Stabilitas, informasi stabilitas obat harus diperoleh dengan mudah agar farmasis dapat memantapkan kondisi optimum penyiapan sesudah pembuatan.
d. Biaya, keuntungan bila sistem ini dilakukan adalah berkurangnya biaya keseluruhan karena obat dan pelarut, penyimpanan, waktu pembuatan, sediaan yang tidak terpakai dan terbuang lebih sedikit. Obat dibuat dalam jumlah besar sehingga mengurangi tenaga dan waktu serta lebih ekonomis.
e. Kesalahan, farmasis dididik untuk mengakumulasi pengobatan dalam menentukan dosis terapi parenteral terutama pada peracikan nutrisi dan ke terapi.
f. Kualitas, peracikan harus memperhatikan mutu di mana larutan diperiksa selama dan sesudah pembuatan. Kompatibilitas dan sterilisasi, pelabelan merupakan sistem farmasi yang khas.
g. Keamanan, direktur pelayanan farmasi bertanggung jawab atas pembuatan, sterilitas, pelabelan larutan dan obat parenteral yang diproduksi di rumah sakit.
h. Proses memeriksa pesanan atau resep awal (menentukan apabila dosis, diluen, kecepatan pemberian sudah benar). Farmasis dilatih untuk membaca label tiga kali untuk memastikan pesanan dan resep yang dibuat adalah benar.
i. Pelayanan kefarmasian total, tetapi intravena digunakan sebagian atau selama waktu inapnya. Untuk memonitor pengobatan, perlu dibuat penyimpanan data terpusat sehingga dapat ditinjau.
Komponen dalam peracikan intravena :
1. Ruang penyimpanan
Idealnya, produk parenteral harus disiapkan dalam clean room. Beberapa rekomendasi untuk ruang penyimpanan produk parenteral antara lain:
a. Lantai mudah dibersihkan.
b. Fasilitas untuk cuci tangan.
c. Hood Laminar Air flow.
d. Lemari pendingin.
e. Penerangan yang baik.
f. Ruangan yang memadai.
g. Peralatan untuk penyiapan.


2. Aturan dan prosedur
Prosedur harus tercantum dalam prosedur manual bagian farmasi tentang preparasi, perbekalan, pelabelan, penyimpanan, tanggal kadaluarsa untuk menetapkan pengawasan mutu.
a. Stabilitas, tanggal kadaluarsa ditentukan melalui uji stabilitas oleh pabrik farmasi. Farmasis peneliti atau peneliti mandiri juga dapat melakukan uji ini bagi obat yang ditambahkan ke dalam larutan intravena atau dicampur obat lain. Stabilitas bahan aktif produk parenteral dipengaruhi oleh wadah, penyimpanan, kondisi lingkungan, pelarut, bahan lain yang dicampur ke dalam produk. Tanggal kadaluarsa harus didasarkan pada data sterilitas dan stabilitas.
b. Inkompatibilitas obat dan produk, dikategorikan secara fisik, kimia dan terapi. Masalah fisik terjadi jika dua atau lebih produk dicampur bersama menghasilkan perubahan tampak dalam larutan yang dihasilkan. Masalah kimia mengakibatkan kerusakan atau ketidakaktifan bahan aktif. Masalah terapi berupa terapi interaksi obat dengan penyalut yang menurunkan potensi obat atau timbulnya toksisitas obat.
c. Teknik aseptik, metode untuk menangani produk steril. Produk parenteral steril terbebas dari mikroorganisme hidup, bahan partikulat, pirogen.
d. Intravena profiling, ketika pesanan produk parentral diterima harus ditinjau profil pasien untuk menentukan adanya masalah kompatibilitas atau stabilitas sebelum penyimpanan produk.
3. Peralatan dan perlengkapan.
a. Laminar air flow hoods, untuk mempertahankan area agar bebas mikroorganisme dan bahan partikulat.
b. Lemari pendingin, pendingin diperlukan untuk stabilitas optimal sediaan, menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Beberapa sediaan intravena yang dibuat diserahkan pada bagian farmasi untuk didinginkan sampai akan dipakai.
c. Personal, dipengaruhi sistem pembuatan sediaan intravena dan jumlah pembuatan dosis individu.
d. Tempat penyimpanan, luasnya tergantung tipe sistem yang digunakan karena variasi luas ruang yang dibutuhkan untuk penyimpanan perbekalan perlu diperhatikan.
e. Pertimbangan ekonomi, tempat penyimpanan, personil, peralatan untuk peracikan berpengaruh besar pada anggaran belanja farmasi.
f. Sistem peracikan, dipilih yang hanya membutuhkan sedikit usaha pencampuran dengan menggunakan produk langsung pakai dari pabrik.
g. Sumber air, air untuk injeksi harus tersedia cukup, proses osmosis terbalik dan penggunaan alat destilasi dari kaca digunakan dalam pemurnian air.
Alternatif lain dengan menggunakan alat destilasi dari kaca. Resiko kontaminasi dari bakteri dapat dikontrol pada saat sterilisasi dengan otoklaf atau dengan filter bakteri. Untuk mengantisipasi adanya cemaran bakteri dan pirogen dilakukan oleh laboratorium lokal, seharusnya cairan IV tidak boleh diproduksi lokal.

2. Sediaan mata
Dalam pembuatan sediaan larutan mata yang harus diperhatikan adalah buffer, isotonisitas, pengawetan, sterilitas, viskositas dan pengemasan. Bahan pengemas, pH dan buffer harus dipertimbangkan dalam stabilitas sediaan. Pengawet yang digunakan umumnya adalah benzalkonium klorida, fenil merkuri asetat atau nitrat. Kenaikan viskositas larutan mata memperlama kontak antara obat dengan jaringan mata. Larutan mata yang viskositasnya meningkat harus bebas dari partikel yang terlihat mata.
Larutan mata dapat disterilkan dengan melewatkan larutan dalam syringe melalui penyaring 0,22μm ke dalam wadah steril. Cara lain adalah dengan otoklaf. Penyaringan melalui membran filter 0,22 μm. Semua pekerjaan tersebut menggunakan teknik aseptik dalam laminar air flow yang dapat mengurangi kemungkinan kontaminasi partikel dan mikroba.
Cara-cara yang perlu diperhatikan untuk menghindari masalah dalam pembutan larutan parentral terutama di bagian farmasi rumah sakit antara lain :
1. Pengawasan farmasetika.
2. Pembersihan yang tepat.
3. Penyeleksian bahan kimia secara teliti.
4. Pembuatan destilat murni dan bebas pirogen.
5. Pengukuran yang akurat dari bahan kimia asli dan akhir.
6. Proses sterilisasi yang terkontrol dengan menggunakan termometer.
7. Pengisisan yang cepat dan tepat.
8. Pemeriksaan produk akhir.
Lembar Kerja Produksi
Lembar kerja ini merupakan data yang diperlukan untuk pembuatan dan pengemasan produk. Catatan kontrol yang baik harus memberikan informasi kepada farmasis di rumah sakit mengenai informasi setiap produk yang dibuat yaitu: nama, kekuatan, tanggal, formula, kandungan, pencampuran, orang yang bekerja pada tahap akhir, orang yang memeriksa bahan dan proses, nomor urut bahan, pengemasan dan kontrol laboratarium, hasil presentase, lama waktu pembuatan, bahan baku, biaya pengemasan, selain itu juga digunakan nomor penerimaan untuk bahan baku sebagai identifikasi wadah bahan baku.
Selain produk racikan harus dicatat dengan mencantumkan nomor lot, produk yang diberikan, nama produk, jumlah yang diproduksi, nama pasien atau klinik yang menerima produk, inisial pembuat, inisial pemeriksaan ulang produk.

Catatan Kontrol
Sistem perencanaan kontrol dimaksudkan untuk dapat memaksimalkan personel pendukung teknis pada proses pengemasan karena program QA (Quality Assurance) menjadi fokus. Setiap produk yang dikemas awal dicatat dalam lembar yang terpisah dan harus disimpan selama sejak data terakhir dimasukkan.
Catatan yang akurat dapat membantu pengelolaan pengeluaran sediaan dan dalam memantau proses pengemasan. Banyak jenis yang dapat dipakai untuk menyimpan catatan seperti buku, komputer dan lain-lain. Yang penting adalah informasi apa yang penting dicantumkan di dalamnya, meliputi:
1. Barang yang dikemas (nama obat, khasiat dan asalnya)
2. Pabrik pembuat
3. Nomor kontrol produk
4. Jumlah total unit
5. Ukuran untuk setiap unit
6. Identitas pelaksanaan pengemasan awal (mungkin hanya teknis)
7. Identitas pemeriksaan (hanya farmasi)
8. Jenis kemasan dan penutupnya
9. Tanggal pengemasan ulang
10. Nomor kontrol farmasi rumah sakit juga pabrik
Catatan harus disimpan untuk program pengawasan kembali termasuk catatan formulasi, catatan pengemasan kembali, dan catatan pengemasan kembali harian.
A. Catatan Formulasi
Data ini memberikan informasi bagi teknisi pengemasan kembali tentang tipe pengemasan, informasi pemberian label, stabilitas, peralatan yang digunakan, dan cara penanganan bahan-bahannya. Hal-hal yang tercantum dalam catatan formulasi adalah nama obat, kandungan zat aktif, bentuk sediaan, bentuk pengemasan, alat pengemasan, hal-hal yang perlu diperhatikan selama proses pengemasan kembali, tanggal kadaluarsa dan label.
B. Catatan Pengemasan Kembali
Data yang ada pada catatan pengemasan kembali meliputi :
1. informasi tentang nama obat dan kandungan
2. tanggal pelaksanaan pengemasan
3. data asli pabrik: nama pabrik, nomor lot, tanggal kadaluarsa
4. data pelaksanaan pengemasan: nomor lot yang dicantumkan, tanggal kadaluarsa yang dicantumkan, jumlah yang dikemas
5. tanda tangan pelaksana pengemas dan pemeriksa
C. Catatan Harian dalam Pengemasan Kembali
Catatan ini berisi daftar laporan harian aktivitas pengemasan kembali. Catatan ini digunakan untuk mengetahui jalannya produksi suatu sistem tertentu dan harus berisi informasi :
1. obat / kandungan / bentuk kemasan kembali
2. nomor lot yang dicantumkan
3. jumlah kemasan
4. ekstemporer atau batch
5. petugas pengemasan kembali

D. Kontrol kualitas dan pengujian produk akhir
Tujuan program ini menghasilkan produksi yang terus menerus dalam kualitas yang baik untuk obat-obatan kemas kembali berdasarkan cara pembuatan obat yang baik.
Kontrol kualitas yang dilakukan dalam proses produksi, pengemasan kembali dan kelengkapan etiket dan label. Dalam proses produksi dan pengemasan kembali QC dilakukan pada saat :
1. In Process Control
Termasuk proses tertulis, pelatihan formal untuk operator dari masing-masing sistem pemilihan peralatan, evaluasi bentuk sampai pengemasan, mengecek ulang tahap kerja dalam setiap proses.
2. Uji Produk Akhir
Dilakukan untuk menentukan apakah produk memenuhi standar yang berlaku seperti sebelum dikemas kembali.
Contoh uji sterilitas pada produk steril dan uji permeabilitas uap air pada kemasan.

Pengecekan Ulang dan Pengemasan Kembali
Tujuannya memastikan kemasan dengan kualitas tinggi. Dapat dilakukan dengan cara:
1. pengecekan ulang terhadap produk yang dikemas untuk memastikan kebenaran obat dan bentuk sediaan juga bahwa produk belum kadaluarsa
2. pengecekan ulang terhadap volume diisikan untuk memastikan jumlah cairan sesuai dosis dan sesuai dengan kemasan
3. pengecekan ulang perhitungan yang mungkin diperlukan untuk rekonstitusi agar dicapai dosis tertentu
4. pengecekan ulang informasi yang tertera pada salinan label untuk memastikan label lengkap dan akurat.


DAFTAR PUSTAKA

Siregar, Charles J. P. Farmasi Rumah Sakit: Teori Penerapan. Jakarta: EGC. 2003.
Departemen Kesehatan. Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta, Indonesia: DirJen Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan. 2004.