Kamis, 01 Desember 2011

Interaksi Obat




Interaksi obat terjadi bila 2 atau lebih obat berinteraksi sedemikian rupa sehingga keefektifan atau toksisitas satu atau lebih obat berubah. Obat-obat yang besar kemungkinannya terlibat dalam interaksi obat adalah : obat yang rentang terapinya sempit, obat yang memerlukan pengendalian dosis yang teliti, dan obat yang menginduksi atau menghambat sistem enzim mikrosom hepatik sitokrom P450 monooksigenase.

Mekanisme interaksi obat:
1.Interaksi farmakokinetika
Dapat terjadi pada berbagai tahap meliputi absorbsi, distribusi, metabolisme, atau ekskresi.
a.Absorbsi saluran pencernaan meliputi kecepatan dan jumlah. Dipengaruhi oleh formulasi farmasetik termasuk bentuk sediaan, pKa dan kelarutan obat dalam lemak disamping pH, flora bakteri, dan aliran darah dalam organ pencernaan (meliputi usus besar, usus halus, usus 12 jari dan lambung).
Bentuk sediaan terutama berpengaruh terhadap kecepatan absorbsi obat, yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi intensitas respon biologis obat. Ukuran partikel bentuk sediaan juga mempengaruhi absorbsi obat. Makin kecil ukuran partikel, luas permukaan yang bersinnggungan dengan pelarut makin besar sehingga kecepatan melarut obat makin besar. Sifat fisika kimia obat, bentuk kristal atau polimorf, kelarutan dalam lemak/air, dan derajat ionisasi juga mempengaruhi absorbsi obat. Faktor biologis saluran cerna meliputi variasi keasaman (pH) saluran cerna, sekresi cairan lambung, gerakan saluran cerna, luas permukaan saluran cerna, waktu pengosongan lambung, dan waktu transit dalam usus, serta banyaknya pembuluh darah pada tempat absorbsi.
Setelah diabsorbsi obat masuk ke cairan tubuh dan didistribusikan ke organ organ dan jaringan seperti otot, lemak, jantung dan hati. Sebelum mencapai reseptor, obat melalui bermacam macam sawar membran, pengikatan oleh protein plasma, penyimpanan dalam depo jaringan dan mengalami metabolisme.
Permukaan sel hidup dikelilingi oleh cairan sel yang bersifat polar. Molekul obat yang tidak terlarut dalam cairan tersebut tidak dapat diangkut secara efektif ke permukaan reseptor sehingga tidak dapat menimbulkan respon biologis. Oleh karena itu molekul obat memerlukan beberapa modifikasi kimia dan enzimatik agar dapat terlarut walaupun sedikit dalam cairan luar sel. Yang penting adalah harus ada molekul obat yang tetap utuh atau dalam bentuk tidak terdisosiasi pada waktu mencapai reseptor dan jumlahnya cukup untuk dapat menimbulkan respon biologis.

3 fase yang menentukan terjadinya aktivitas biologis obat adalah:
1.Fase farmasetik, yang meliputi proses fabrikasi, pengaturan dosis, formulasi, bentuk sediaan, pemecahan bentuk sediaan dan terlarutnya obat aktif. Fasa ini berperan dalam ketersediaan obat untuk dapat diabsorbsi ke tubuh.
2.Fase farmakokinetik, yang meliputi proses absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi obat (ADME). Fase ini berperan dalam ketersediaan obat untuk mencapai jaringan sasaran (target) atau reseptor sehingga dapat menimbulkan respon biologis.
3.Fase farmakodinamik yaitu fase terjadinya interaksi obat-reseptor dalam jaringan sasaran. Fase ini berperan dalam timbulnya respon biologis obat.

Setelah obat bebas masuk ke peredaran darah, kemungkinan mengalami proses –proses sebagai berikut :
1.Obat disimpan dalam depo jaringan.
2.Obat terikat oleh protein plasma terutama albumin.
3.Obat aktif yang dalam bentuk bebas berinteraksi dengan reseptor sel khas dan menimbulkan respon biologis.
4.Obat mengalami metabolisme dengan beberapa jalur kemungkinan yaitu :
-Obat yang mula-mula tidak aktif, setelah mengalami metabolisme akan menghasilkan senyawa aktif, kemudian berinteraksi dengan reseptor dan menimbulkan respon biologis ( bioaktivasi).
-Obat aktif akan dimetabolisis menjadi metabolit yang lebih polar dan tidak aktif, kemudian diekskresikan (bioinaktivasi).
-Obat aktif akan dimetabolisis menghasilkan metabolit yang bersifat toksik (biotoksifikasi).
5.Obat dalam bentuk bebas langsung diekskresikan.
Setelah masuk ke sistem peredaran darah, hanya sebagian kecil molekul obat yang tetap utuh atau mencapai reseptor pada jaringan sasaran. Sebagian besar obat akan berubah atau terikat pada biopolimer. Tempat dimana obat berubah atau terikat sehingga tidak dapat mencapai reseptor disebut sisi kehilangan. Distribusi obat pada reseptor dan sisi kehilangan tergantung dari sifat kimia fisika molekul obat, seperti kelarutan dalam lemak/air, derajat ionisasi, kekuatan ikatan obat reseptor, kekuatan ikatan obat-sisi kehilangan dan sifat dari reseptor atau sisi kehilangan. Contoh sisi kehilangan : protein darah, depo-depo penyimpanan, sistem enzim yang dapat menyebabkan perubahan metabolisme obat dari bentuk aktif ke bentuk tidak aktif dan proses ekskresi obat, baik sebelum maupun sesudah proses metabolisme. Depo penyimpanan adalah sisi kehilangan yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan obat sebelum berinteraksi dengan reseptor. Ikatan obat-depo penyimpanan bersifat terpulihkan (reversibel), bila kadar obat dalam darah menurun maka obat akan dilepas kembali ke cairan darah. Contoh depo penyimpanan : jaringan lemak, hati, ginjal, dan otot.

b.Ikatan obat protein (pendesakan obat) meliputi obat bebas/ aktif dan obat terikat /tidak aktif.

c.Metabolisme hepatik meliputi induksi enzim (penurunan konsentrasi obat) dan inhibisi enzim (peningkatan konsentrasi obat).

d.Klirens ginjal meliputi peningkatan ekskresi (penurunan konsentrasi obat) dan penurunan ekskresi (peningkatan konsentrasi obat)
Reseptor Obat adalah suatu makromolekul jaringan sel hidup mengandung gugus fungsional atau atom atom terorganisasi, reaktif secara kimia dan bersifat khas, yang dapat berinteraksi secara terpulihkan dengan molekul obat yang mengandung gugus fungsional khas, menghasilkan respon biologis tertentu.

2.Interaksi Farmakodinamika meliputi sinergisme kerja obat, antagonisme kerja obat, efek reseptor tidak langsung, gangguan cairan dan elektrolit.
Pasien yang rentan terhadap interaksi obat :
a.Orang usia lanjut
b.Orang yang minum lebih dari 1 macam obat
c.Pasien yang mempunyai gangguan fungsi ginjal dan hati
d.Pasien dengan penyakit akut
e.Pasien dengan penyakit yang tidak stabil
f.Pasien yang memiliki karakteristik genetik tertentu
g.Pasien yang dirawat oleh lebih dari 1 dokter

Kondisi klinis pasien adalah yang terpenting dalam mengantisipasi perkembangan interaksi obat yang serius. Pasien usia lanjut mempunyai resiko yang lebih tinggi karena beberapa sebab, pasien ini lebih berkemungkinan untuk memperoleh terapi berbagai macam obat, mereka seringkali memiliki gangguan fungsi ginjal dan hati, dan biasanya pemahaman mereka terhadap pengobatan buruk, mengakibatkan banyak masalah, termasuk kepatuhan dalam pengobatan.Banyak dari mereka yang mengalami gangguan degeneratif yang dapat mempengaruhi banyak sistem dan mengganggu mekanisme kompensasi homeostatik.
Kejadian interaksi obat meningkat secara eksponensial dengan jumlah obat yang diminum. Ginjal dan hati adalah organ utama yang berperan dalam eliminasi obat dari tubuh, maka gangguan fungsi ginjal dan hati akan meningkatkan resiko interaksi obat. Contoh obat-obat yang interaksinya bermakna klinis meliputi obat yang rentang terapinya sempit (anti epilepsi, digoksin, lithium, siklosporin, teofilin, warfarin), obat yang memerlukan pengaturan dosis teliti (obat anti diabet oral, antihipertensi), Penginduksi enzim (asap rokok, barbiturat contoh fenobarbital, fenitoin, griseofulvin, karbamazepine, rifampisin), penghambat enzim (amiodaron, diltiazem, eritromisina,fluoksetin,ketokonazol, metronidazol, natrium valproat, cimetidin, ciprofloksasin, verapamil).

Strategi dalam penatalaksanaan interaksi obat meliputi :
a.Hindari kombinasi obat yang berinteraksi dengan resiko obat lebih besar daripada manfaatnya, maka harus mempertimbangkan obat pengganti dengan pemilihan obat pengganti tergantung pada apakah interaksi obat tersebut merupakan interaksi yang berkaitan dengan kelas obat tersebut atau merupakan efek obat yang spesifik.
b.Penyesuaian dosis, jika hasil interaksi obat meningkatkan atau mengurangi efek obat, maka perlu dilakukan modifikasi dosis salah satu atau kedua obat untuk mengimbangi kenaikan atau penurunan efek obat tersebut. Penyesuaian dosis diperlukan pada saat mulai atau menghentikan penggunaan obat yang menyebabkan interaksi.
c.Memantau pasien,jika hal ini dianggap relevan dan praktis. Pemantauan dapat meliputi hal – hal berikut ini :
-Pemantauan klinis untuk menemukan berbagai efek yang tidak diinginkan. Hal ini dapat dilakukan oleh seorang dokter dan informasi ditulis pada catatan medik pasien.
-Pengukuran kadar obat dalam darah. Hal ini dapat diperlukan bila tersedia sarana pemantauan yang memadai dan bila ada pertimbangan interaksi potensial yang berbahaya.
-Pengukuran indikator interaksi, contoh pemantauan international normalized ratio (INR) untuk pasien yang memperoleh pengobatan dengan warfarin.
d.Melanjutkan pengobatan seperti sebelumnya bila interaksi obat tidak bermakna klinis, atau jiak kombinasi obat yang berinteraksi tersebut merupakan pengobatan yang optimal, pengobatan pasien dapat diteruskan tanpa perubahan.

Tahapan KIE


Tahapan proses:
A.Karakteristik Pasien:
-Nama Pasien:
-Usia Pasien :
-Jenis Kelamin :
-Pasien Lama / Pasien Baru :
-Pekerjaan :
- No RM :
- BB / TB :
- Vital Sign :
- Life style :
> mobilitas :
> makanan / minuman yang dikonsumsi (nutrisi ):
> keadaan sosial ekonomi
> Lingkungan
> Aktivitas apa yang harus dibatasi terkait dengan penyakit yang diderita
> Riwayat alergi pasien , mungkin terhadap hewan ? cuaca? Atau hal lain?
> Merokok ? Minum Alkohol ? Fast food n soda Consumptions ?

- Kriteria pemilihan pasien :
Pasien mengalami tiga atau lebih masalah pengobatan
Pasien yang mendapatkan lebih dari 5 macam obat
Pasien yang mendapat obat dengan indeks terapeutik sempit (contoh lainnya,dasar bukti kategori indeks terapi sempit)
Pasien yang mendapatkan obat dengan resiko efek samping obat tinggi
Pasien yang mendapatkan penggunan obat dengan tekhnik – tekhnik khusus
Pasien usia lanjut / geriatric yang kronis
Pasien – pasien yang cenderung inkomplience

B.Karakteristik Penyakit :
- Diagnosa datang :
- Keluhan Penyakit :
- Gejala / Simptom :
- Riwayat penyakit Pasien :
- Pernah ke dokter atau tidak sebelumnya? Apa diagnosis sebelumnya?
- kekambuhan gejala ?
- Deskripsi Penyakit : (semua kategori panyakit yang diderita, detail penyakit secara umum & terkait )
C. Karakteristik obat :
-Nama Obat dan Pabriknya :
 Patent :
 Generik :
-Indikasi :
-Mekanisme kerja obat:
-Kontra Indikasi :
-Efek Samping Obat yang umum terjadi, yang jarang terjadi, dan apa yang harus dilakukan untuk mengatasinya :
-Dosis / takaran
-Frekuensi pemakaian / aturan pakai
-Saat pemakaian (disertai jam)
-Lama pemakaian (sampai kapan batas pemakaiannya? )
-Yang harus dilakukan bila lupa
-Resiko bila aturan pakai tidak dipenuhi
-Bila obat belum habis masih bisa dipakai lagi atau tidak? Berapa lama batas waktu obat masih layak digunakan?
-Data ED obat ?
-Tanda – tanda kesembuhan
-Cara mengetahui kalau obat rusak atau tidak layak dikonsumsi lagi
-Dosis Maksimal :
-Peringatan :
-Interaksi Obat :
•Interaksi obat dengan obat :
•Interaksi Obat dengan makanan : (jenis makanan apa saja yang mempengaruhi) dan makanan / minuman apa yang harus dihindari ?

- Jenis DRP :
DRP kategori 1 (Pasien memerlukan tambahan terapi Obat )
1.Kondisi yang tidak diterapi
2.Terapi yang sinergis atau potensial
3.Profilaksis atau terapi preventif

DRP kategori 2 ( Pasien mendapat terapi obat yang tidak perlu )
1.Obat Tanpa Indikasi
2.Penggunaan obat yang recreational
3.Terapi non obat lebih tepat (Terapi non farmakologi)
4.Duplikasi Terapi
5.Terapi ROTD yang bisa dihindari

DRP kategori 3 ( Pasien mendapatkan obat yang salah)
1.Bentuk sediaan tidak tepat
2.Adanya kontra indikasi
3.Kondisi yang sukar diobati
4.Obat yang tidak diindikasikan untuk kondisi tertentu
5.Adanya obat yang lebih efektif

DRP kategori 4 ( Pasien mendapatkan dosis terlalu rendah)
1.Dosis salah
2.Frekuensi tidak tepat
3.Durasi tidak tepat
4.Tidak tepat penyimpanan
5.Tidak tepat cara pemberian

DRP kategori 5 ( Pasien mengalami ROTD)
1.Obat yang tidak aman bagi pasien
2.Reaksi alergi
3.Interaksi Obat
4.Meningkatkan atau menurunkan dosis terlalu cepat
5.Efek yang tidak diinginkan

DRP Kategori 6 ( Dosis terlalu tinggi untuk pasien )
1.Dosis yang salah
2.Frekuensi tidak tepat
3.Durasi tidak tepat
4.Interaksi Obat

DRP Kategori 7 ( Pasien tidak patuh )
1.Produk obat tidak tersedia
2.Pasien tidak mampu membeli
3.Pasien tidak bisa menelan dan sejenisnya
4.Pasien tidak memahami instruksi
5.Pasien tidak menyukai obat tersebut
6.Pasien lupa minum obat

-Cara pemakaian obat (lebih baik disertai gambar) termasuk langkah – langkahnya
-Jenis Obat lain yang sejenis dilengkapi pabrik dan sediaannya
-Cara menyimpan obat yang benar
-Cara pembuangan sisa obat
-Perlu tidaknya mengurangi stop pemakaian obat, sebab lupa/ bosan/ sehat/ tak ada efeknya/ ESO ?
-Riwayat alergi terkait obat dan makanan ?
-Solusi dalam mengatasi permasalahan terkait obat dan pasien
-Tingkat kepatuhan pasien dalam minum obat

D. Jenis Konseling yang digunakan :

a)Harus dapat membongkar fenomena ICEBERG (kesulitan obat yang tidak terselesaikan, masalah emosi terpendam yang tidak diketahui dokter dan farmasis, enggan menyatakan masalah yang sebenarnya, melakukan medication error, tidak melaporkan ESO)

b)Mendata masalah konseling terkait dengan hal - hal yang dapat menggagalkan tujuan terapi (buat pertanyaan dan solusi jawaban)

c)Tekhnik untuk mengatasi Hambatan - hambatan dalam konseling obat :
-Adakah hambatan dari pasien , Seperti pasien mengalami gangguan fungsi (mental, penglihatan, pendengaran, buta huruf , gangguan lisan) ?
-Adakah hambatan pasien mengalami gangguan emosi (marah, resah, takut, malu) ?
-Solusi gunakan empati dan terbuka
-Adakah hambatan dari farmasis ? seperti ganngguan vocal? Sikap yang tidak sesuai ? Ruang yang tidak sesuai ?
-Solusi : CLOSER ( C – control distraction, L- Learn toward patien, O – open body postur, S – squarely face patient, E – Eye contact, R – Relax)
-Adakah hambatan dari lingkungan Farmasi ? seperti halangan fisik di farmasi, konter farmasi yang terlalu sesak, dering telephone yang terlalu kuat, sistem panggilan pasien yang tidak tepat, gangguan dari pegawai farmasi, atau pasien lainnya?
-Solusinya? Menyiapkan tempat komunikasi senyaman dan seprivacy mungkin, dan mengurangi atau menghilangkan barier yang dapat berupa barier fisik (lingkungan RS) dan non fisik ( berasal dari pasien atau apoteker )

d)Strategi konseling
- Resep baru :
Three Prime Questions techniques :

1.Bagaimana penjelasan dokter tentang obat anda?
oMasalah dan Simptom apa yang ingin dihilangkan?
oApa yang harus dilakukan ?
oTujuan terapi ?
oPerubahan life style?
oMasalah atau gejala apa yang perlu ditolong?
oApa yang harus dilakukan ?

2.Bagaimana penjelasan dokter tentang cara pakai obat anda?
oData semua obat yang diresepkan dan jelaskan secara detail /terperinci!
oBerapa kali minum obat kata dokter?
oBerapa banyak minum obat kata dokter?
oBerapa lama harus diminum ?
oApa kata dokter bila lupa minum 1 dosis ?
oBagaimana menyimpan obat ?
oApa arti 3 x ? Atau arti aturan minum obat?
oDosis dan cara pakai : Bila lupa minum, Diet khusus, Instruksi khusus.

3.Bagaimana penjelasan dokter tentang harapan setelah minum atau memakai obat anda?
oHasil yang diharapkan
oYang harus diwaspadai
oKemungkinan efek samping
oMenurut dokter efek membaik yang bagaimana yang akan anda alami?
oBagaimana anda tahu bahwa obat ini bekerja
oMenurut dokter efek samping yang bagaimana yang harus anda waspadai ?
oApakah yang harus anda lakukan bila ada efek samping ?
oKewaspadaan apakah yang harus dilakukan selama makan obat ini ?
oApa yang akan anda lakukan bila obat ini tidak bekerja ?
Explore dan identifikasi masalah minum obat
Komunikasi dengan empati & Respon (Aktif listening)
Verifikasi akhir / Final Verification :
Meminta pasien untuk mengulang instruksi
Untuk meyakinkan bahwa pesan tidak ada yang terlewat
Koreksi bila ada mis informasi

Kata – kata :
Hanya untuk meyakinkan bahwa pesan saya tidak ada yang terlewat, dapatkah anda menceritakan kembali cara Anda makan obat ?
Dengarkan pasien, koreksi mis informasi, tekankan kembali hal – hal penting dan tambahkan kekurangan informasi
Tanyakan kepada pasien apakah ada hal – hal yang ingin ditanyakan ?
Kembangkan dan Follow up

-Resep Ulangan :
Metode Show n Tell Techniques :
Untuk obat yang pernah dipakai contoh inhaler
Untuk memastikan pemahaman pasien dan pemakaian obat kronis yang telah dipakai sebelumnya dengan benar
Tekhnik ini mengkombinasikan prime Question dengan verifikasi final ke dalam suatu proses yang pendek
Dimulai dengan farmasis menunjukan obat kepada pasien terkait obat dalam resep dan menerangkan dengan memperagakan cara pakainya, farmasis menuntun dialog dengan memodifikasikan three prime questions:
-Untuk apa anda minum obat ini ?
-Bagaimana anda meminumnya ?
-Masalah apa yang anda alami ?
Perhatikan bahasanya sebab nama dokter dihilangkan sebagai referensi
Karena pasien lama maka dianggap telah lama memakainya dan telah memiliki pengetahuan mengenai obatnya !
Farmasis dapat mendeteksi masalah ketidaktaatan ataupun adanya efek obat yang tidak dikehendaki
Explore dan identifikasi masalah minum obat
Komunikasi dengan empati & Respon (Aktif listening)
Verifikasi akhir, wawancara ditutup dengan tawaran farmasis akan bantuan kepada pasien.
Kembangkan dan Follow up

Menyampaikan informasi terkait dg konseling, merujuk pasien kepada dokter bagi pasien tidak patuh , mendapat efek samping yang berat, tidak mendapatkan manfaat terapi yang optimal.

e)Open Ended Questions
f)Memonitoring dan memotivasi kepatuhan (mengenal secara pasti masalah – masalah lain terhadap penggunaan obat dan detailkan )
g)Pendataan masalah pengambilan obat
-Pasien mengalami masalah terkait Etiket / tidak ?
-Pasien mengerti cara penggunaan obat atau tidak ?
-Pasien tahu kegunaan obat atau tidak ?
-Pasien tahu cara minum obat atau tidak ?
-Pasien menunjukan tanda tanda efek samping obat atau tidak? Apakah ada riwayat alergi sebelumnya? Keluhan terkait obat?
-Pengaturan strategi member tahu secara lisan, information sheet atau melibatkan pihak ketiga.
h)Memuji dan memberikan dukungan terhadap hal – hal benar yang sudah diketahui.
i)Menutup konseling bila pasien sudah paham dan tidak ada lagi pertanyaan seraya memberikan kesempatan dilain waktu bila memerlukan konsultasi kembali.
Terakhir buat simulasi konselingnya(forum Tanya – jawab antara pasien dan farmasis)

Praktek KIE di Apotek


Praktek KIE

Konseling obat merupakan suatu proses untuk membantu pasien mengelola penggunaan obat dan masalah kesehatannya, dimana terdapat proses tukar pikiran dan interaksi langsung dengan pasien. Tujuan utama dengan Konseling dan Informasi Edukasi obat diharapkan pasien lebih taat mengikuti intruksi sehingga dapat tercapai kesembuhan dan kesehatan optimal. KIE merupakan upaya tercapainya patient safety dan merupakan bagian dari Pharmaceutical care patient focus dan medication process management yang bergantung dari attitude, knowledge, skill dari farmasis yang dapat menghasilkan feedback hasil positif / negatif patient safety.

Untuk dapat memberikan counseling yang baik, dibutuhkan keterampilan berkomunikasi, karena counseling merupakan komunikasi 2 arah dengan sasaran mengenalkan pendekatan pasien secara interactive dalam counseling obat. Farmasis harus memfokuskan usaha untuk mengukur pemahaman pasien dengan cara melibatkan pasien secara aktif dalam proses konseling.
Komunikasi yang optimal akan mendukung pertukaran informasi dan pembelajaran yang efektif. Salah satunya yang harus diperhatikan adalah kesiapan tempat komunikasi dibuat senyaman dan seprivasi mungkin untuk mengurangi dan menghilangkan barier baik berupa barier fisik yang berasal dari lingkungan apotik, maupun non fisik yang berasal dari pasien maupun farmasis.
Untuk mengidentifikasi dan mengurangi barier fisik dan non fisik hal hal yang perlu dilakukan meliputi :
1.Meminimasikan barier lingkungan
a.Tingkatkan privasi
Bila tidak dimungkinkan menciptakan ruangan khusus maka dapat dilakukan sebagai berikut : kurangi barier fisik semaksimal mungkin, pusatkan perhatian ke pasien, condongkan badan ke arah pasien, kontak mata, hindarkan interupsi, suara jangan terlalu keras supaya tidak terdengar orang lain.
2.Mengatasi barier dari farmasis
Hindarkan jarak yang tidak tepat (terlalu dekat atau terlalu jauh), hindarkan gerakan – gerakan yang tidak perlu, hindarkan nada suara yang tidak menyenangkan, relax.
3.Menyesuaikan dengan Barrier dari pasien
Farmasis harus peka terhadap pesan non verbal dari pasien. Biasanya adalah barier karena emosi. Apakah dia takut, malu, marah, bahagia? Barier ini harus dicairkan dahulu sebelum counseling dilakukan, dengan memakai empati. Cari tahu apa yang diinginkan pasien, ekspresikan pengertian anda, hindarkan sikap menolak dan tetap membuka diri dan siap.

Beberapa tekhnik verbal untuk melibatkan pasien dalam proses counseling
1.Prime questions
2.Final verification
3.Show and tell

Dengan cara ini farmasis memastikan bahwa pasien memahami dengan benar bagaimana memakai obatnya, bukan hanya memberi informasi. Farmasis akan menanyakan langsung dengan open ended question, mengisi kekurangan informasi bila perlu dan menyimpulkan secara singkat. Dengan cara ini banyak keuntungannya seperti menghemat waktu, tidak membosankan bagi pasien yang telah tahu, proses ini memungkinkan farmasis mengembangkan dialog dengan pasien sehingga menimbulkan kepuasan kedua belah pihak, pada akhir konseling keduanya yakin bahwa pasien memahami pemakaian obatnya, sehingga menghasilkan terapi yang baik.

Ada beberapa tekhnik untuk menyatakan pemahaman kita akan perasaan pasien. Tingkat empati yang sangat dasar adalah respon yang sederhana yang merefleksikan pemahaman farmasis akan perasaan pasien. Tingkat empati level kedua disebut active listening termasuk paraphrasing, mengulang kembali pernyataan pasien merefleksikan emosi dan situasi lingkungan yang menciptakan emosi. Tingkat empati level ketiga pernyataan pemahaman termasuk perasaan dan interpretasi dari masalah yang ada di dasarnya. Ketiga tipe respon ini dipakai sendiri sendiri atau kombinasi sampai keadaan emosi pasien membaik.

KIE memiliki metode dan tekhnik yang berbeda beda seperti dalam pemilihan OTC/ obat bebas, Nutrisi, Herbal/Shinshe, Resep Dokter, Menganalisa dan selektif memilihkan obat untuk pasien yang memiliki penyakit akut, penyakit kronis, Pasien rawat jalan, pasien pulang rawat inap. KIE diberikan dengan basic EBM (Evidence base medicine).Pendekatan KIE perlu sistematis karena pasien mempunyai perilaku penggunaan obat yang sangat bervariasi, farmasis perlu menyelesaikan pengambilan keputusan penggunaan obat dan memberikan solusi yang sistematik disamping farmasis perlu proaktif melakukan penilaian masalah yang konsisten dan mendokumentasikan.

Kriteria pemilihan pasien :
1.Pasien mengalami tiga atau lebih masalah pengobatan.
2.Pasien yang mendapatkan lebih dari 5 macam obat
3.Pasien yang mendapat obat dengan indek terapi sempit
4.Pasien yang mendapatkan obat dengan resiko efek samping obat tinggi
5.Pasien yang mendapatkan penggunaan obat dengan tekhnik- tekhnik khusus
6.Pasien usia lanjut / geriatri yang kronis
7.Pasien yang cenderung incomplience

Dalam menghadapi pasien yang datang dengan pemilihan obat bebas / OTC, Farmasis harus dapat membantu memilihkan dan menjelaskan deskripsi singkat obat tersebut dan peka menyingkap fenomena Iceberg meliputi keadaan pasien yang mempunyai kesulitan tentang obat yang tidak terselesaikan atau penyakit yang tidak kunjung sembuh dimana pasien akhirnya memilih mengobati sendiri sakitnya, pasien enggan menyatakan masalah yang sebenarnya, dan tidak melaporkan efek samping obat serta melakukan medication error. Sedangkan untuk pasien yang pernah menjadi pasien ambulatori atau rawat jalan di RS atau Puskesmas kita dapat menggunakan metode Prime Questions techniques termasuk untuk pasien dengan kasus akut dan show n tell techniques untuk yang kronis.

Pendekatan konseling obat yang berorientasi masalah meliputi :
1.Pengumpulan data termasuk biodata pasien, pemahaman tentang penyakit dan penggunaan obat, bagaimana pasien mengurus pengobatannya, tingkat kepatuhan pasien terhadap pengobatannya.
2.Mendata masalah konseling terkait dengan hal hal yang dapat menggagalkan tujuan terapi.
3.Merancang dan strategi konseling.
Meliputi menyampaikan informasi terkait dengan konseling, dan merujuk pasien kepada dokter bila pasien tidak mendapatkan manfaat terapi yang optimal.
4.Memonitoring dan memotivasi kepatuhan
Tekhnik konseling terdiri dari : memperkenalkan diri, menjelaskan tujuan konseling obat yang diberikan, melaksanakan metoda konseling (three prime question, final verification, show n tell, open ended question), mendengar aktif dan empatik, follow up konseling.
Metode Three prime question meliputi pertanyaan untuk pasien baru seperti beberapa pertanyaan ulangan untuk mengetahui apakah pasien tersebut mengerti apa yang disampaikan setelah kita memberikan penjelasan mengenai obat yang dipilih seperti simptom apa yang hendak dihilangkan, tujuan terapi, perubahan livestyle, cara pakai (berapa kali sehari, berapa banyak, berapa lama, cara penyimpanan obat) dan harapan kesembuhan. Final Verification terdiri dari meminta pasien untuk mengulang instruksi, meyakinkan bahwa pesan tidak ada yang terlewat, koreksi bila ada mis informasi. Show n tell untuk obat yang pernah dipakai contoh inhaler, suppositoria, atau pasien penyakit kronis, dilakukan untuk memastikan pemahaman pasien.

Informasi terkait obat meliputi nama obat, nama generik obat, khasiat dan kegunaan, tujuan pemakaian obat, dosis atau takaran, cara pemakaian/ rute pemberian, saat pemakaian, frekuensi pemakaian, lama pemakaian, yang harus dilakukan kalau lupa, resiko bila aturan pakai tidak dipatuhi, ESO yang umum terjadi dan apa yang harus dilakukan, obat bebas yang harus dihindari, makanan/minuman yang harus dihindari, aktivitas yang harus dibatasi/ dihindari, cara penyimpanan obat yang benar, cara pembuangan sisa obat, mengurangi stop pemakaian obat bila disebabkan lupa/bosan/sehat/tak ada efeknya/ESO, mengalami ESO, dan hal- hal lain yang ingin diketahui tentang obatnya.

Metode Lain yang digunakan SOAP (contoh SOAPER,SOAPIE,SNOCAMP) , FARM dan PAM.

Pada SOAPER ( plus Education and Return Instructions), SOAPIE (plus Intervention and Evaluation), SNOCAMP ( Subjective, Nature of presenting problem,Objective,Conselling,Assesment,Medical decision making and Plan).

Pada Metode PAM ( Problem,Action,Monitoring) dijelaskan Problem terkait dengan resep itu sendiri (administratif, pharmaceutical, clinic) penyakit, nutrisi, psikososial, pekerjaan, lingkungan. Action berupa upaya untuk mengatasi problem –problem tersebut secara efektif. Monitoring merupakan pemantauan terhadap problem klinik, nutrisi psikososial yang sesuai dengan kondisi pasien (home care).

FARM / Finding Assesment Recommendation Monitoring atau temuan, penilaian, penyelesaian, pemantauan . Langkah pertama dengan Mengidentifikasi masalah terkait obat seperti : obat berlebihan, tidak mendapat obat yang diperlukan, obat tidak efektif, Dosis obat terlalu rendah, reaksi efek samping obat yang tidak diinginkan, dosis obat terlalu tinggi, pasien tidak patuh. Finding atau temuan klinis menunjukan apakah suatu masalah terkait obat potensial atau mungkin terjadi atau memang sudah terjadi. Terdiri dari data demografis pasien seperti nama, usia, jenis kelamin dan semua temuan subjectif maupun objektif terkait. Assesment atau penilaian masalah meliputi bagaimana, derajat , tipe, dan signifikansi masalah, terdapat proses berpikir yang sampai pada kesimpulan atau penilaian bahwa masalah terkait obat memang ada atau tidak dan apakah intervensi atau pemantauan aktif diperlukan atau tidak. Recommendation atau penyelesaian masalah terkait rekomendasi farmasi tentang usulan untuk mengatasi masalah terkait obat dengan pertimbangan semua alternatif pilihan terapi baik terapi farmakologi maupun non farmakologi. Monitoring ditujukan untuk pemantauan endpoint dan outcomes untuk memberikan jaminan pengobatan dapat memberikan hasil yang optimal bagi pasien. Parameter pemantauan untuk menilai efikasi termasuk perbaikan atau hilangnya tanda tanda gejala dan abnormalitas yang tadinya ada pada pasien.

Metode SOAP (Subjective, objectif, assesment, plan). Data subjective meliputi gejala pasien, hal hal yang diamati pada pasien, dan informasi Yng diperoleh mengenai pasien/keluhan pasien. Informasi subjectif bersifat deskriptif dan biasanya tidak dapat dikonfirmasi melalui uji atau prosedur diagnostik. Kebanyakan informasi subjective diperoleh ketika mewawancarai pasien untuk mengumpulkan data riwayat kesehatan pasien ( gejal utama, riwayat penyakit terdahulu dan sekarang, riwayat penyakit keluarga, riwayat sosial, pengobatan, alergi, dan tinjauan organ). Informasi subjective juga dapat diperoleh setelah mengumpulkan riwayat kesehatan awal (deskripsi mengenai efek samping obat, derajat keparahan penyakit berdasarkan skala standar). Sumber utama informasi obyektif adalah pemeriksaan fisik antara lain hasil uji lab, kadar obat dalam darah, dan pemeriksaan diagnostik lain (ECG,EEG, kultur, X-ray, dan uji sensitifitas antibiotik). Assesment atau penilaian sebagai dugaan klinis mengenai masalah penyakit berdasarkan informasi subjective dan objective pasien.penilaian biasanya berupa diagnosis atau diagnosis banding. Rencana/Plan meliputi permintaan uji lab tertentu, memulai, memperbaiki, atau menghentikan terapi. Jika dilakukan perubahan farmakoterapi maka alasan perubahan tersebut harus dijelaskan. Nama obat, bentuk sediaan, waktu/jadwal pemberian, cara pemberian, dan lama terapi harus ditulis. Rencana terapi harus mempunyai tujuan, target yang ingin dicapai yang bersifat spesifik, terukur dan tertulis yang dapat menjelaskan parameter efikasi dan toksisitas yang digunakan untuk menilai apakah tujuan terapi tercapai, untuk mendeteksi atau mencegah efek samping obat.

Jumat, 26 Februari 2010

Distribusi obat

SISTEM DISTRIBUSI OBAT UNTUK PENDERITA RAWAT INAP

I. LATAR BELAKANG
Penyampaian obat dari apoteker ke pasien adalah bagian terakhir distribusi obat. Di apotek, proses penyampaian ini dapat dilakukan langsung dari apoteker ke pasien. Namun, hal ini tidak dapat terjadi di rumah sakit terhadap pasien rawat inap karena jarak yang jauh antara penderita yang berada di ruangan dan apoteker yang ada di instalasi farmasi. Selain itu, masih ada perawat yang bertanggung jawab menerima dan melaksanakan konsumsi obat untuk pasien.
IFRS bertanggung jawab pada penggunaan obat yang aman di rumah sakit. Tanggung jawab ini meliputi seleksi, pengadaan, penyimpanan, penyiapan obat untuk dikonsumsi dan distribusi obat ke daerah perawatan penderita. Berkaitan dengan tanggung jawab penyampaian dan distribusi obat dari IFRS ke daerah perawatan pasien maka dibuat sistem distribusi obat.
Sistem distribusi obat adalah suatu proses penyerahan obat sejak setelah sediaan disiapkan oleh IFRS, dihantarkan kepada perawat, dokter atau profesional pelayanan kesehatan lain untuk diberikan kepada penderita. Sistem pendistribusian obat yang dibuat harus mempertimbangkan efisiensi penggunaan sarana, personel, waktu dan mencegah kesalahan atau kekeliruan. Sistem ini melibatkan sejumlah prosedur, personel dan fasilitas.
Sistem distribusi obat di rumah sakit adalah tatanan jaringan sarana, personel, prosedur, dan jaminan mutu yang serasi, terpadu dan berorientasi penderita dalam kegiatan penyampaian sediaan obat dan informasinya kepada penderita. Sistem distribusi obat di rumah sakit mencakup penghantaran sediaan obat yang telah didispensing IFRS ke daerah tempat perawatan penderita dengan keamanan dan ketepatan obat, ketepatan penderita, ketepatan jadwal, tanggal, waktu, metode pemberian, keutuhan mutu obat dan ketepatan personel pemberi obat.
Suatu sistem distribusi obat yang efisien dan efektif harus dapat memenuhi hal-hal berikut :
1. Ketersediaan obat yang tetap terpelihara.
2. Mutu dan kondisi obat/ sediaan obat tetap stabil selama proses distribusi.
3. Meminimalkan kesalahan obat dan memaksimalkan keamanan pada penderita.
4. Meminimalkan obat yang rusak atau kadaluwarsa.
5. Efisiensi penggunaan SDM.
6. Meminimalkan pencurian dan atau kehilangan obat.
7. IFRS mempunyai semua akses dalam semua tahap proses distribusi untuk pengendalian pengawasan dan penerapan pelayanan farmasi klinik.
8. Terjadinya interaksi profesional antara apoteker, dokter, perawat, dan penderita.
9. Meminimalkan pemborosan dan penyalahgunaan obat.
10. Harga terkendali.
11. Peningkatan penggunaan obat yang rasional.

Sistem transpor obat dari IFRS ke penderita harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Produk obat harus terlindung dari kerusakan dan pencurian selama proses transportasi.
2. Sistem transpor tidak merusak atau memperlambat penyampaian obat ke penderita.
3. Dalam sistem transpor, pengecekan obat dilakukan sebelum obat dibawa dari IFRS, periksa kecocokan jenis obat dan kuantitasnya dengan resep. Lakukan pemeriksaan ulang saat obat tiba dan diterima di unit perawat.
4. Prosedur dari IFRS ke daerah penderita harus terdokumentasi.


II. SISTEM DISTRIBUSI OBAT
Sistem distribusi obat di rumah sakit digolongkan berdasarkan ada tidaknya satelit/depo farmasi dan pemberian obat ke pasien rawat inap.
Berdasarkan ada atau tidaknya satelit farmasi, sistem distribusi obat dibagi menjadi dua sistem, yaitu:
1. Sistem pelayanan terpusat (sentralisasi)
2. Sistem pelayanan terbagi (desentralisasi)

Berdasarkan distribusi obat bagi pasien rawat inap, digunakan empat sistem, yaitu:
1. Sistem distribusi obat resep individual atau permintaan tetap
2. Sistem distribusi obat persediaan lengkap di ruang
3. Sistem distribusi obat kombinasi resep individual dan persediaan lengkap di ruang
4. Sistem distribusi obat dosis unit.

III. Metode Distribusi Obat Berdasarkan Ada atau Tidaknya Satelit Farmasi
1. Sistem Pelayanan Terpusat (Sentralisasi)
Sentralisasi adalah sistem pendistribusian perbekalan farmasi yang dipusatkan pada satu tempat yaitu instalasi farmasi. Pada sentralisasi, seluruh kebutuhan perbekalan farmasi setiap unit pemakai baik untuk kebutuhan individu maupun kebutuhan barang dasar ruangan disuplai langsung dari pusat pelayanan farmasi tersebut. Resep orisinil oleh perawat dikirim ke IFRS, kemudian resep itu diproses sesuai dengan kaidah ”cara dispensing yang baik dan obat disiapkan untuk didistribusikan kepada penderita tertentu.”
Keuntungan sistem ini adalah:
a. Semua resep dikaji langsung oleh apoteker, yang juga dapat memberi informasi kepada perawat berkaitan dengan obat pasien,
b. Memberi kesempatan interaksi profesional antara apoteker-dokter-perawat-pasien,
c. Memungkinkan pengendalian yang lebih dekat atas persediaan,
d. Mempermudah penagihan biaya pasien.
Permasalahan yang terjadi pada penerapan tunggal metode ini di suatu rumah sakit yaitu sebagai berikut:
a) Terjadinya delay time dalam proses penyiapan obat permintaan dan distribusi obat ke pasien yang cukup tinggi,
b) Jumlah kebutuhan personel di Instalasi Farmasi Rumah Sakit meningkat,
c) Farmasis kurang dapat melihat data riwayat pasien (patient records) dengan cepat,
d) Terjadinya kesalahan obat karena kurangnya pemeriksaan pada waktu penyiapan komunikasi.
Sistem ini kurang sesuai untuk rumah sakit yang besar, misalnya kelas A dan B karena memiliki daerah pasien yang menyebar sehingga jarak antara Instalasi Farmasi Rumah Sakit dengan perawatan pasien sangat jauh.

2. Sistem Pelayanan Terbagi (Desentralisasi)
Desentralisasi adalah sistem pendistribusian perbekalan farmasi yang mempunyai cabang di dekat unit perawatan/pelayanan. Cabang ini dikenal dengan istilah depo farmasi/satelit farmasi. Pada desentralisasi, penyimpanan dan pendistribusian perbekalan farmasi ruangan tidak lagi dilayani oleh pusat pelayanan farmasi. Instalasi farmasi dalam hal ini bertanggung jawab terhadap efektivitas dan keamanan perbekalan farmasi yang ada di depo farmasi.

Tanggung jawab farmasis dalam kaitan dengan distribusi obat di satelit farmasi :
 Dispensing dosis awal padapermintaan baru dan larutan intravena tanpa tambahan (intravenous solution without additives).
 Mendistribusikan i. v. admikstur yang disiapkan oleh farmasi sentral.
 Memeriksa permintaan obat dengan melihat medication dministration record (MAR).
 Menuliskan nama generik dari obat pada MAR.
 Memecahkan masalah yang berkaitan dengan distribusi.

Ruang lingkup kegiatan pelayanan depo farmasi adalah sebagai berikut :
a) Pengelolaan perbekalan farmasi
Pengelolaan perbekalan farmasi bertujuan untuk menjamin tersedianya perbekalan farmasi dalam jumlah dan jenis yang tepat dan dalam keadaan siap pakai pada waktu dibutuhkan oleh pasien, dengan biaya yang seefisien mungkin. Pengelolaan barang farmasi terbagi atas :
1. Pengelolaan barang farmasi dasar (BFD)
Barang farmasi dasar meliputi obat dan alat kesehatan yang diperoleh dari sub instalasi perbekalan farmasi.

2. Pengelolaan barang farmasi non dasar (BFND)
Depo farmasi melakukan pengelolaan BFND mulai dari penerimaan sampai dengan pendistribusian. Perencanaan BFND tidak dilakukan melalui depo farmasi.
Kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi, meliputi :
a. Perencanaan
Perencanaan bertujuan untuk menyusun kebutuhan perbekalan farmasi yang tepat sesuai kebutuhan, mencegah terjadinya kekosongan / kekurangan barang farmasi , mendukung / meningkatkan penggunaan perbekalan farmasi yang efektif dan efisien.
b. Pengadaan
Pengadaan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan perbekalan farmasi yang berkualitas berdasarkan fungsi perencanaan dan penentuan kebutuhan.
c. Penerimaan
Penerimaan bertujuan untuk mendapatkan perbekalan farmasi yang berkualitas sesuai kebutuhan.
d. Penyimpanan
Penyimpanan bertujuan untuk menjaga agar mutu perbekalan farmasi tetap terjamin, menjamin kemudahan mencari perbekalan farmasi dengan cepat pada waktu dibutuhkan untuk mencegah kehilangan perbekalan farmasi.
e. Pendistribusian
Pendistribusian bertujuan untuk memberikan perbekalan farmasi yang tepat dan aman pada waktu dibutuhkan oleh pasien.

b) Pelayanan farmasi klinik
Pelayanan farmasi klinik bertujuan untuk menjamin kemanjuran, keamanan dan efisiensi penggunaan obat serta dalam rangka meningkatkan penggunaan obat yang rasional.
Tanggung jawab farmasis dalam memberikan pelayanan farmasi klinik pada satelit farmasi ialah :
i. Monitoring ketepatan terapi obat, interaksi antar obat serta reaksi samping obat yang tidak diinginkan (adverse drug reaction).
ii. Monitoring secara intensif terapi obat seperti total parenteral nutrition (TPN) dan terapi antineoplastik.
iii. Menyiapkan dosis farmakokinetik.
iv. Menjadwalkan pengobatan obat terpilih.
v. Sebagai pusat informasi obat bagi dokter, perawat dan pasien.
vi. Mengidentifikasi, mencegah, dan memecahkan masalah yang berkaitan dengan obat.
Kegiatan yang dilakukan yaitu monitoring pengobatan pasien untuk memantau efek samping obat yang merugikan serta menjamin pemakaian obat yang rasional.

c.) Administrasi
Kegiatan administrasi berupa stock opname perbekalan farmasi, pencatatan perbekalan farmasi yang rusak/tidak sesuai dengan aturan kefarmasian, pelaporan pelayanan perbekalan farmasi dasar, pelaporan pelayanan distribusi perbekalan farmasi dan pelaporan pelayanan farmasi klinik.
Keuntungan dari penerapan metode desentralisasi diantaranya sebagai berikut :
 Penyediaan obat pesanan atau permintaan dapat dipenuhi dengan waktu yang lebih singkat.
 Komunikasi langsung yang terjadi antara farmasis, dokter, dan perawat.
 Farmasis dapat langsung memberikan informasi mengenai obat yang dibutuhkan oleh dokter dan perawat.
 Pelayanan farmasi klinik.
 Penurunan waktu keterlibatan perawaran dalam distribusi obat.

IV. Sistem Distribusi Obat Bagi Pasien Rawat Inap
1. Sistem Distribusi Obat Resep Individual
Resep individual adalah order atau resep yang ditulis dokter untuk tiap penderita, sedangkan sentralisasi adalah semua order/ resep tersebut yang disiapkan dan didistribusikan dari Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) sentral.
Sistem distribusi obat resep individual adalah tatanan kegiatan pengantaran sediaan obat oleh IFRS sentral sesuai dengan yang ditulis pada order/resep atas nama penderita rawat tinggal tertentu melalui perawat ke ruang penderita tersebut. Dalam sistem ini obat diberikan kepada pasien berdasarkan resep yang ditulis oleh dokter.
Dalam sistem ini, semua obat yang diperlukan untuk pengobatan di-dispensing dari IFRS. Resep orisinal oleh perawat dikirim ke IFRS, kemudian diproses sesuai dengan kaidah cara dispensing yang baik dan obat disiapkan untuk didistribusikan kepada penderita tertentu.
Sistem ini mirip dengan dispensing untuk pasien rawat jalan /outpatient. Interval dispensing pada sistem ini dapat dibatasi misalnya, pengobatan pasien untuk seorang pasien untuk 3 hari telah dikirim jika terapi berlanjut sampai lebih dari 3 hari, tempat obat yang kosong kembali ke IFRS untuk di-refill. Biasanya obat yang disediakan oleh IFRS dalam bentuk persediaan misalnya untuk 2-5 hari.
Keuntungan sistem obat resep individual:
1. Semua resep / order dikaji langsung oleh apoteker, yang juga dapat memberi keterangan atau informasi kepada perawat berkaitan dengan obat penderita.
2. Memberi kesempatan interaksi profesional antara apoteker-dokter-perawat-pasien
3. Memungkinkan pengendalian yang lebih dekat atas perbekalan
4. Mempermudah penagihan biaya obat penderita

Keterbatasan sistem distribusi obat resep individual
1. Kemungkinan keterlambatan sediaan obat sampai kepada penderita
2. Jumlah kebutuhan personal IFRS meningkat
3. Memerlukan jumlah perawat dan waktu yang lebih banyak untuk penyiapan obat di ruang pada waktu konsumsi obat
4. Terjadinya kesalahan obat karena kurang pemeriksaan pada waktu konsumsi obat.

Sistem ini kurang sesuai untuk rumah sakit-rumah sakit yang besar, seperti kelas A dan B karena memiliki daerah pasien yang menyebar sehingga jarak antara IFRS dengan perawatan pasien sangat jauh. Sistem ini biasanya digunakan di rumah sakit-rumah sakit kecil atau swasta karena memberikan metode yang sesuai dalam penerapan keseluruhan biaya pengobatan dan memberikan layanan kepada pasien secara individual.


2. SISTEM DISTRIBUSI OBAT PERSEDIAAN LENGKAP DI RUANG (TOTAL FLOOR STOCK)
Dalam sistem ini, semua obat yang dibutuhkan penderita tersedia dalam ruang penyimpanan obat di ruang tersebut. Persediaan obat diruang dipasok oleh IFRS. Obat yang didispensing dalam sistem ini terdiri atas obat penggunaan umum yang biayanya dibebankan pada biaya paket perawatan menyeluruh dan resep obat yang harus dibayar sebagai biaya obat.
Obat penggunaan umum ini terdiri atas obat yang tertera dalam daftar yang telah ditetapkan PFT dan IFRS yang tersedia di unit perawat, misalnya kapas pembersih luka, larutan antiseptic dan obat tidur.
Sistem distribusi obat persediaan lengkap di ruang adalah tatanan kegiatan penghantaran sediaan obat sesuai dengan yang ditulis dokter pada resep obat, yang disiapkan dari persediaan di ruang oleh perawat dan dengan mengambil dosis/ unit obat dari wadah persediaan yang langsung diberikan kepada penderita di ruang itu.

Keuntungan
1. Obat yang diperlukan segera tersedia bagi pasien
2. Peniadaan pengembalian obat yang tidak terpakai ke IFRS
3. Pengurangan penyalinan kembali resep obat
4. Pengurangan jumlah personel IFRS

Keterbatasan
1. Kesalahan obat sangat meningkat karena resep obat tidak dikaji langsung oleh apoteker
2. Persediaan obat di unit perawat meningkat dengan fasilitas ruangan yang sangat terbatas
3. Pencurian obat meningkat
4. Meningkatnya bahaya karena kerusakan
5. Penambahan modal investasi untuk menyediakan fasilitas penyiapan obat yang sesuai di setiap daerah unit perawatan pasien
6. Diperlukan waktu tambahan bagi perawat untuk menangani obat
7. Meningkatnya kerugian karena kerusakan obat

Alur sistem distribusi persediaan lengkap di ruang adalah dokter menulis resep kemudian diberikan kepada perawat untuk diinterpretasikan kemudian perawat menyiapkan semua obat yang diperlukan dari persediaan obat yang ada di ruangan sesuai resep dokter untuk diberikan kepada pasien, termasuk pencampuran sediaan intravena. Persediaan obat di ruangan dikendalikan oleh instalasi farmasi.

3. SISTEM DISTRIBUSI OBAT KOMBINASI RESEP INDIVIDUAL DAN PERSEDIAAN DI RUANG
Rumah sakit yang menerapkan sistem ini, selain menerapkan sistem distribusi resep/order individual sentralisasi, juga menerapkan distribusi persediaan di ruangan yang terbatas. Sistem ini merupakan perpaduan sistem distribusi obat resep individual berdasarkan permintaan dokter yang disiapkan dan distribusikan oleh instalasi farmasi sentral dan sebagian lagi siapkan dari persediaan obat yang terdapat di ruangan perawatan pasien. Obat yang disediakan di ruangan perawatan pasien merupakan obat yang sering diperlukan oleh banyak pasien, setiap hari diperlukan dan harga obat relatif murah, mencakup obat resep atau obat bebas. Jenis dan jumlah obat yang masuk dalam persediaan obat di ruangan, ditetapkan oleh PFT dengan pertimbangan dan masukan dari IFRS dan Bagian Pelayanan Keperawatan. Sistem kombinasi ini bertujuan untuk mengurangi beban kerja IFRS.

Keuntungan
1. Semua resep / order individual dikaji langsung oleh apoteker
2. Adanya kesempatan berinteraksi profesional antara apoteker-dokter-perawat-penderita
3. Obat yang diperlukan dapat segera tersedia bagi penderita (obat persediaan di ruang)
4. Beban IFRS dapat berkurang
5. Mengurangi terjadinya kesalahan terapi obat

Keterbatasan
II. Kemungkinan keterlambatan sediaan obat sampai kepada penderita (obat resep individual)
III. Kesalahan obat pemberian obat yang disiapkan dari persediaan ruang dapat terjadi.
IV. Membutuhkan tempat yang cukup untuk tempat penyimpanan obat

Alur sistem distribusi obat kombinasi persediaan di ruang dan resep individual adalah dokter menulis resep untuk pasien dan resep tersebut diinterpretasikan oleh apoteker dan perawat. Pengendalian oleh apoteker dilakukan untuk resep yang persediaan obatnya disiapkan di instalasi farmasi. Obat kemudian diserahkan ke ruang perawatan pasien sewaktu pasien minum obat. Pengendalian obat yang tersedia di ruang perawatan dilakukan oleh perawat dan apoteker. Obat disiapkan kepada pasien oleh perawat.

V. SISTEM DISTRIBUSI OBAT DOSIS UNIT
Sistem ini mulai diperkenalkan sejak 20 tahun yang lalu, namun penerapannya masih lambat karena memerlukan biaya awal yang besar dan juga memerlukan peningkatan jumlah apoteker yang besar. Padahal ada dua kegunaan utama dari sistem ini, yaitu mengurangi kesalahan obat dan mengurangi keterlibatan perawat dalam penyiapan obat.
Istilah “dosis unit “ berkaitan dengan jenis kemasan dan juga sistem untuk mendistribusikan kemasan itu. Obat dosis unit adalah obat yang disorder oleh dokter untuk penderita, terdiri dari satu atau beberapa jenis obat yang masing-masing dalam kemasan dosis unit tunggal dalam jumlah persediaan yang cukup untuk suatu waktu tertentu. Penderita hanya membayar obat yang dikonsumsi saja.
Distribusi obat dosis unit adalah tanggung jawab Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) dengan kerjasama dengan staf medic, perawat, pimpinan rumah sakit dan staf administrative. Maka diperlukan suatu panitia perencana untuk mengembangkan sistem ini yang sebaliknya dipimpin oleh apoteker yang menjelaskan tentang konsep sistem ini.
Sistem distribusi dosis unit merupakan metode dispensing dan pengendalian obat yang dikoordinasikan IFRS dalam rumah sakit. Sistem dosis unit dapat berbeda dalam bentuk, tergantung pada kebutuhan khusus rumah sakit. Dasar dari semua sistem dosis unit adalah obat dikandung dalam kemasan unit tunggal di-dispensing dalam bentuk siap konsumsi; dan untuk kebanyakan obat tidak lebih dari 24 jam persediaan dosis, dihantarkan kea tau tersedia pada ruang perawatan pada setiap waktu.
Metode pengoperasian sistem distribusi dosis unit ada tiga macam, yaitu :
1. Sentralisasi
Dilakukan oleh IFRS sentral ke semua daerah perawatan penderita rawat tinggal di rumah sakit secara keseluruhan. Kemungkinan di rumah sakit tersebut hanya ada satu IFRS tanpa adanya cabang IFRS di beberapa daerah perawatan penderita.

Gambar 4. Sistem Distribusi Obat Dosis Unit Sentralisasi

2. Desentralisasi
Dilakukan oleh beberapa cabang IFRS di rumah sakit. Pada dasarnya sistem ini sama dengan sistem distribusi obat persediaan lengkap diruangan, hanya saja sistem distribusi obat desentralisai ini dikelola seluruhnya oleh apoteker yang sama dengan pengelolaan dan pengendalian oleh IFRS sentral.

Gambar 5. Sistem Distribusi Obat Dosis Unit Desentralisasi

3. Kombinasi sentralisasi dan desentralisasi
Biasanya hanya dosis mula dan dosis keadaan darurat dilayani oleh cabang IFRS. Dosis selanjutnya dilayani oleh IFRS sentral. Semua pekerjaan tersentralisasi lain, seperti pengemasan dan pencampuran sediaan intravena juga dimulai dari IFRS sentral.

Keuntungan
1. Penderita menerima pelayanan IFRS 24 jam sehari dan penderita membayar hanya obat yang dikonsumsi saja
2. Semua dosis yang diperlukan pada pada unit perawat telah disiapkan oleh IFRS. Jadi perawat mempunyai waktu lebih banyak untuk perawatan langsung penderita.
3. Adanya sistem pemeriksaan ganda dengan menginterpretasikan resep/ dokter dan membuat profil pengobatan penderita (p3) oleh apoteker dan perawat memeriksa obat yang disiapkan IFRS sebelum dikonsumsi. Dengan kata lain, sistem ini mengurangi kesalahan obat
4. Peniadaan duplikasi order obat yang berlebihan dan pengurangan pekerjaan menulis di unit perawatan dan IFRS
5. Pengurangan kerugian biaya obat yang tidak terbayar oleh penderita
6. Penyiapan sediaan intravena dan rekonstitusi obat oleh IFRS
7. Meningkatkan penggunaan personal professional dan nonprofessional yang lebih efisien
8. Mengurangi kehilangan pendapatan
9. Menghemat ruangan di unit perawatan dengan meniadakan persediaan ruah obat-obatan
10. Meniadakan pencurian dan pemborosan obat
11. Memerlukan cakupan dan pengendalian IFRS di rumah sakit secara keseluruhan sejak dari dokter menulis resep / order sampai penderita menerima dosis unit
12. Kemasan dosis unit secara tersendiri-sendiri diberi etiket dengan nama obat, kekuatan, nomor kendali dan kemasan tetap utuh sampai obat siap dikonsumsi pada penderita. Hal ini mengurangi kesempatan salah obat juga membantu daalam penelusuran kembali kemasan apabila terjadi penarikan obat
13. Sistem komunikasi pengorderan dan penghantaran obat bertambah baik
14. Apoteker dapat dating ke unit perawat/ ruang penderita untuk melakukan konsultasi obat, membantu memberikan masukan kepada tim, sebagai upaya yang diperlukan untuk perawatan yang lebih baik lagi.
15. Pengurangan biaya total kegiatan yang berkaitan dengan obat
16. pening katan pengendalian obat dan pemantauan penggunaan obat menyeluruh
17. pengendalian yang lebih besar oelh apoteker atas pola beban kerja IFRS dan penjadwalan staf
18. penyesuaian yang lebih besar untuk prosedur komputerisasi dan otomastisasi

V. ALUR DISTRIBUSI OBAT DESENTRALISASI
Faktor-faktor yang menjadi dasar untuk mengadakan pelayanan :
a. Kebutuhan pasien
Penggunaan obat di rumah sakit dapat mempengaruhi keadaan pasien, ketidaktepatan penggunaan antibiotic, mencakup ketidaktepatan dosis, interaksi obat yang merugikan, duplikasi penggunaan, kombinasi antagonis, dan ketidaktepatan durasi penggunaan. Dalam hal ini pasien adalah objek yang paling merasakan dampak negaatif dari ketidaksesuaian pemberian obat tersebut. Sistem distribusi obat sentralisasi untuk pasien rawat inap yang dispensing dari IFRS sentral, seringkali mengakibatkan meningkatnya biaya yang dikeluarkan pasien.
b. Kebutuhan perawat
Perawat memiliki peranan penting dalam sistem distribusi obat di rumah sakit. Perawat dapat mengorder obat dari IFRS, menyiapkan dan merekonstitusi dosis untuk konsumsi, pemberian obat, merekam tiap obat yang dikonsumsi, juga memelihara rekaman obat yang terkendali yang diterima dan digunakan serta memelihara persediaan obat diruang.
Pelayanan IFRS sentralisai di rumah sakit seringkali menimbulkan banyak pertanyaan yang berkaitan dengan obat dan dukungan informasi obat kepada perawat jika diperlukan. Sistem distribusi obat untuk penderita rawat tinggal menggunakan efisiensi perawat dibandingkan dengan sistem distribusi obat sentralisasi.
c. Kebutuhan dokter
Dokter mendiagnosis masalah medikbagi pasien dan menulis suatu rencana terapi. Komplikasi obat menggambaarkan kebutuhan dokter akan informasi umum obat dan informasi klinik obat tertentu. Apoteker yang praktek ditempat perawatan dapat memberi pengetahuan dan pengalaman klinik obat untuk membantu dokter mengelola terapi obat penderita mereka.


d. Kebutuhan apoteker
Tugas apoteker dalam suatu sistem distribusi obat sentralisai mungkin disdominasi oleh tugas menyiapkan, dispensing, dan memberikan partisipasi minimal dalam pelayanan klinikdalam lingkup minimal, tidak melayani secara memadai atau tidak memenuhi kebutuhan pasien, dokter dan perawat yang berkaitan dengan obat.
Dalam lingkungan desentralisasi, apoteker dapat menghubungkan secara langsung, kebutuhan terapi obat pasien sebagai hasil dari berbagai kemudahan pencapaian pasien, perawat, dokter dan rekaman medic. Apoteker dapat mengembangkan keahlian dalam perawatan pasien tertentu. Dengan demikian pengalaman apoteker dalam terapi pasien dapat bertambah.

VI. Pelayanan dan Manfaat yang Diharapkan Penderita dari IFRS Desentralisasi
Karakteristik praktek farmasi klinik apoteker dalam suatu IFRS desentralisasi :
 Kunjungan ke ruang perawatan penderita
Apoteker menyertai dokter dalam kunjungan pendidikan ke ruang perawatan. Partisipasi tersebut adalah dalam rangka memberikan informasi obat agar diperoleh rencana pengobatan yang lebih baik.
 Wawancara penderita
Informasi sejarah obat penderita diperoleh secara lisan oleh apoteker untuk melengkapi rekaman IFRS. Masalah terapi obat pada pasien dapat diidentifikasi, demikian juga obat yang bermanfaat maupun obat yang tidak bermanfaat.
 Pemantauan Terapi Obat Penderita
Proses pemantauan terapi obat yang bermanfaat maupun obat yang tidak bermanfaat.
 Pertanyaan dokter
Pertanyaan dari dokter tentang terapi obat penderita dan pertanyaan informasi obat umum dijawab oleh apoteker.
 Pertanyaan perawat
Pertanyaan dari perawat tentang terapi obat penderita dan pertanyaan informasi obat umum dijawab oleh apoteker.
 Informasi obat
Dokter membutuhkan informasi obat yang berdasarkan penelitian dari pustaka informasi yang tersedia untuk melayani pertanyaan tersebut.
 Pelayanan terapi obat yang diatur apoteker
Apoteker mengembangkan dan melaksanakan pelayanan terapi obat tertentu atas permintaan dokter, pelayanan demikian akan menghasilkan terapi obat yang lebih aman, spesifik dan efektif.
 Farmakokinetik
Keberhasilan penerapan pelayanan farmakokinetik klinik dapat atau tidak membutuhkan keberadaan secara fisik suatu laboratorium farmakokinetik yang dikendalikan oleh IFRS. Hal ini bukan berarti apoteker tidak mampu memberikan pelayanan informasi secara farmakokinetik.
 Evaluasi penggunaan obat
Program evaluasi penggunaan obat adalah suatu proses jaminan mutu yang disahkan rumah sakit, dilakukan terus menerus, terstruktur, ditujukan guna memastikan bahwa pemberian obat diberikan secara aman dan efektif.

Tanggungjawab farmasis dalam kaitannya distribusi obat di satelit farmasi :
1. Dispensing dosis awal pada permintaan baru dan larutan intravena.
2. Mendistribusikan I. V admixture yang disiapkan oleh farmasis sentral
3. Memeriksa permintaan obat dengan melihat Medication Administration Records (MAR)
4. Menulis nama generic obat di MAR
5. Memecah masalah yang berkaitan dengan distribusi

Keuntungan
1. Obat dapat segera tersedia untuk diberikan kepada pasien
2. Pengendalian obat dan akuntabilitas semua baik
3. Apoteker dapat berkomunikasi langsung dengan dokter dan perawat
4. Sistem distribusi obat berorientasi pasien sangat berpeluang diterapkan untuk penyerahan obat kepada pasien melalui perawat
5. Apoteker dapat mengkaji kartu pengobatan pasien dan dapat berbicara dengan penderita secara efisien
6. Informasi obat dari apoteker segera tersedia bagi dokter dan perawat
7. Waktu kerja perawat dalam distribusi dan penyiapan obat untuk digunakan pasien berkurang, karena tugas ini telah diambil alih oleh personel IFRS desentralisasi
8. Spesialisasi terapi obat bagi apoteker dalam bidang perawatan pasien lebih efektif sebagai hasil pengalaman klinik terfokus
9. Pelayanan klinik apoteker yang terspesialisasi dapat dikembangkan dan diberikan secara efisien, misalnya pengaturan suatu terapi obat penderita khusus yang diminta dokter, heparin dan antikoagulan oral, digoksin, aminofilin, aminoglikosida dan dukungan nutrisi
10. Apoteker lebih mudah melakukan penelitian klinik dan studi usemen mutu terapi obat pasien

Keterbatasan
1. Semua apoteker klinik harus cakap sebagai penyedia untuk bekerja secara efektif dengan asisten apoteker dan teknisi lain
2. Apoteker biasanya bertanggungjawab untuk pelayanan, distribusi dan pelayanan klinik. Waktu yang mereka gunakan dalam kegiatan yang bukan distribusi obat tergantung pada ketersediaan asisten apoteker yang bermutu dan kemampuan teknisi tersebut untuk secara efektif mengorganisasikan waktu guna memenuhi tanggungjawab mereka
3. Pengendalian inventarisasi obat dalam IFRS keseluruhan lebih sulit karena likasi IFRS cabang yang banyak untuk obat yang sama, terutama untuk obat yang jarang ditulis.
4. Komunikasi langsung dalam IFRS keseluruhan lebih sulit karena anggota staf berpraktek dalam lokasi fisik yang banyak
5. Lebih banyak alat yang diperlukan, misalnya acuan (pustaka) informasi obat, laminar air flow, lemari pendingin, rak obat, dan alat untuk meracik
6. Jumlah dan keakutan pasien menyebabkan beban kerja distribusi obat dapat melebihi kapasitas ruangan dan personal dalam unit IFRS desentralisasi yang kecil

VII. PERENCANAAN SUATU SISTEM DISTRIBUSI OBAT BAGI PENDERITA RAWAT TINGGAL
Perencanaan suatu sistem distribusi obat bagi penderita rawat tinggal di suatu rumah sakit dilakukan oleh PFT, IFRS, perawat dan unit lain jika diperlukan. Tim yang dibentuk mengadakan peninjauan luas dari semua sistem distribusi obat yang ada dan kondisi rumah sakit. Tim mempelajari keuntungan dan keterbatasan suatu sistem distribusi obat berkaitan dengan kondisi rumah sakit secara menyeluruh. Kemudan tim memilih salah satu dari sistem distribusi obat untuk selanjutnya dilakukan studi penerapan sistem distribusi obat yang dipilih itu lebih mendalam.

Desain sistem distribusi
Mendesain suatu sistem distribusi obat di rumah sakit memerlukan analisis sistematik dari rasio manfaat-biaya dan perencanaan operasional. setelah sistem diterapkan, pemantauan unjuk kerja dari evaluasi mutu pelayanan tetap diperlukan untuk memastikan bahwa sistem berfungsi sesuai dengan harapan.
Dalam mendesain atau mendesain kembali suatu sistem distribusi obat, perlu dilakukan beberapa tahapan penting :
1. Menetapkan lokasi dan jumlah semua ruangan perawatan penderita dan buat petanya. dalam hal ini, perlu dipertimbangkan faktor-faktor sesperti faktor geografis, tata ruang, populasi penderita, ketersediaan ruangan penyimpanan obat, ruangan pelayanan obat penderita, ketersediaan staf, fasilitas transpor obat dari IFRS ke tiap ruangan penderita, hambatan politik, dan hambatan sumber lain.
2. Memilih suatu metode mendistribusikan obat ke unit pengguna.
3. Mengembangkan perangkat rute penghantaran yang mungkin dan ekonomis, serta menyusun suatu jadwal penghantaran yang praktis melayani tiap rute tersebut.

Perencanaan spesifikasi
Proses mendesain suatu sistem distribusi obat, mencakup :menerjemahkan kebutuhan konsumen (penderita dan staf profesional pelayanan kesehatan) menjadi spesifikasi pelayanan obat, spesifikasi penghantaran pelayanan obat, dan spesifikasi pengendalian mutu pelayanan obat.
 Spesifikasi pelayanan obat
Spesifikasi pelayanan obat dengan menetapkan pelayanan yang diberikan. Spesifikasi pelayanan obat harus mengandung suatu pernyataan yang lengkap dan tepat dari pelayanan yang diberikan, meliputi :
1. suatu uraian yang jelas dari karakteristik pelayanan yang menjadi sasaran evaluasi.
2. suatu standar untuk penerimaan dari tiap karakteristik pelayanan.
 Spesifikasi penghantaran pelayanan obat
Spesifikasi penghantaran pelayanan obat menetapkan sarana dam metode yang digunakan untuk menghantarkan pelayanan obat.


Spesifikasi penghantaran pelayanan obat harus mengandung :
1. prosedur penghantaran pelayanan
2. metode yang digunakan dalam proses penghantaran pelayanan
3. uraian dari karakteristik penghantaran pelayanan
4. standar untuk penerimaan dari karakteristik penghantaran pelayanan
5. persyaratan sumber untuk memenuhi spesifikasi pelayanan
6. persyaratan personel, jumlah, dan keterampilan.
 Spesifikasi pengendalian mutu pelayanan obat
Spesifikasi pengendalian mutu pelayanan obat menetapkan prosedur untuk mengevaluasi dan mengendalikan karakteristik pelayanan dan karakteristik penghantaran pelayanan. Spesifikasi pengendalian mutu pelayanan obat harus memungkinkan pengendalian yang efektif dari tiap proses pelayanan untuk memastikan bahwa pelayanan secara konsisten memuaskan spesifikasi pelayanan dan konsumen.
Desain pengendalian mutu dan pelayanan obat :
1. mengidentifikasi kegiatan kunci dari tiap proses yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap mutu pelayanan.
2. menganalisis kegiatan, dengan mengukur dan pengendalian akan memastikan mutu pelayanan.
3. menetapkan metode untuk mengevaluasi karakteristik yang dipilih.
4. menetapkan sarana untuk mengendalikan karakteristik dalam batas yang ditetapkan.

VIII. PELAKSANAAN PROGRAM PERCOBAAN SISTEM DISTRIBUSI OBAT YANG DIPILIH
Untuk pelaksanaan program percobaan sistem distribusi obat, biasanya untuk tahap pertama dilakukan dala 1 atau lebih daerah perawatan penderita selama waktu tertentu dan secra terus menerus dipantau, dievaluasi, dan dilakukan tindakan perbaikan. Jika tahap pertama mulai mantap, percobaan diteruskan dengan menambah daerah perawatan tertentu lainnya atau keseluruahan rumah sakit. Percobaan ini dilakukan dalam waktu yang lebih lama, karena pada tahap ini diadakan pematangan terhadap semua prosedur, spesifikasi, perbaikan, dan evaluasi karakteristik pelayanan dan penghantaran pelayanan obat.


DAFTAR PUSTAKA

1. Siregar, C.J.P. Farmasi Rumah Sakit, Teori dan Penerapan. 2003. Jakarta: EGC.

2. Wolff, J.A., Cashman, R., Kweekeh, F.A., Managing Drug Supply 2nd ed. 1997. Connecticut, USA : Kumarian Press.

Selasa, 09 Februari 2010

Seleksi Obat

Latar belakang :
- Obat merupakan sarana intervensi penting dlm pelayanan medis
- Pembelanjaan obat di RS merupakan komponen pembiayaan yg paling besar.
- Umumnya penerimaan dana dari sektor obat di rumah sakit swasta merupakan penunjang utama bagi pemasukan dana rumah sakit.
- Banyak dijumpai inefisiensi pengelolaan dan penggunaan obat di RS.
- Masih adanya mis-persepsi ttg pengg. obat di RS.
Tujuan pengelolaan obat di rumah sakit
- Agar obat tersedia di saat diperlukan
- Kuantitas mencukupi
- Mutu terjamin
- Mendukung “Good Quality Care” di rumah sakit.
- Menambah pendapatan Rumah Sakit (Swasta). Diperlukan efisiensi pengelolaan obat rumah sakit

PRINSIP PENGELOLAAN OBAT DI RUMAH SAKIT
1. Masing-masing tahap (seleksi dan perencanaan, pengadaan, distribusi, penggunaan) dapat berjalan sinkron dan saling mengisi.
2. Masukan informasi masing-masing tahap hrs dpt dipercaya.
3. Sumber informasi harus tersedia.

PERENCANAAN
Tahap :
1. Seleksi
2. Analisis metode perencanaan
3. Analisis data berkala
4. Menentukan priortas
5. Menghitung jumlah kebutuhan yang paling ekonomis
6. Menghitung waktu pengadaan yang paling ekonomis.
a. Proses kegiatan sejak meninjau masalah kesehatan di rumah sakit, identifikasi pemilihan terapi, bentuk sediaan, kriteria pemilihan, standarisasi/penyusunan formularium
b. Penentuan seleksi obat merupakan tugas dari PFT
c. Apoteker di PFT harus ambil peran aktif

PENTINGNYA SELEKSI OBAT
- Banyaknya jenis obat dapat mempersulit seleksi
- 70% obat adalah produk me-too, duplikatif atau non essensial drug.
- Obat yg toksisitasnya sangat besar dibanding khasiatnya, harus merupakan pilihan sekunder.
- Informasi tentang khasiat dan toksisitas obat baru relatif kurang memadai.

PERSONALIA YANG TERLIBAT
Dapat berupa :
a. Tim yang ditunjuk
b. Komite yang dibentuk/PFT
Keuntungan :
- Meminimumkan kepentingan pribadi
- Pemilihan lebih tepat dan sempurna
karena ada personalia dg latar belakang
yg tepat dan pengalaman yg luas.

KRITERIA SELEKSI
Persiapan seleksi
Determinasi penyakit yang umumnya ada dan menganalisa kecenderungan
Misal :
Digeneratif, Infeksi pernafasan, Infeksi saluran gastroin testinal, Infeksi saluran uriner, Luka (injuries).
- Karakteristik pasien (anak, orang dewasa, ibu hamil, dll)
o Tingkat pengetahuan dan keterampilan petugas kesehatan
- Telaah kebijakan pelayanan kesehatan (Asuransi Kesehatan, Askin dll)

KRITERIA WHO UNTUK SELEKSI OBAT ESENSIAL
- Sesuai dg kebutuhan penyakit
- Efektif dan aman
- Bermutu dari sisi ketersediaan hayati dan stabilitas
- Memenuhi kriteria cost-benefit ratio terhadap biaya pengobatan total
- Jenis obat telah dikenal betul, mempunyai perilaku farmakokinetik yang baik
- Obat diproduksi di negara sendiri
- Obat tunggal

PEDOMAN SELEKSI OBAT
1. Obat yang dipilih harus bermutu
2. Jenis obat sesedikit mungkin. Hindari duplikasi dan kesamaan jenis dan bentuk sediaan obat.
3. Obat baru hanya dipakai bila lebih besar keuntungannya dibanding obat yang sudah ada.
4. Kombinasi obat dipakai bila lebih menguntungkan dibanding obat tunggal.
5. Pilih obat yang merupakan drug of choice penyakit yang ada.
6. Kontraindikasi, efek samping harus diamati agar diperoleh gambaran rasio risiko dan keuntungan produk
7. Upayakan jenis obat termasuk sediaan obat generik
8. Penggunaan obat tradisional sangat dimungkinkan apabila ada permintaan khusus.

PRINSIP UMUM SELEKSI OBAT
1. Pilih jenis obat seminimum mungkin
R Tergantung dari jenis penyakit
R Sesuai data epidemiologi
2. Utamakan obat generik daripada obat paten
3. Pilih satu sediaan obat untuk setiap jenis obat
4. Gunakan daftar obat sesuai dg tingkat penggunaan (level of use)
5. Gunakan standar normal pengobatan yang umum.

IMPLIKASI SELEKSI OBAT DI RS
1. Formularium Rumah Sakit
2. Penerapan sistem formularium
a) SKEMA SISTEM FORMULARIUM
b) PROSES PENYUSUNAN FORMALIUM
Data 5 diagnosis dengan prevalensi tertinggi dari spesialistik dasar di Rumah Sakit tipe C

Tentukan standar terapi tiap diagnosis (dari literatur)

Buat daftar obat-obat yang digunakan

Buka program Microsoft Excel, buat kolom-kolom: diagnosis, kelas terapi, sub kelas terapi, nama obat, sediaan, dosis, dan keterangan

Menulis diagnosis, kelas terapi, sub kelas terapi, nama obat, sediaan, dosis dan keterangan

Sesuaikan dengan daftar obat esensial nasional (DOEN)

Beri keterangan tambahan

PIO

PELAYANAN INFORMASI OBAT DI RUMAH SAKIT

Tujuan
Menunjang ketersediaan dan penggunaan obat yang tepat bagi pasien, tenaga kesehatan dan pihak lain.
Menyediakan dan memberikan informasi obat kepada pasien, tenaga kesehatan, dan pihak lain.
Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan terkait obat bagi PFT.
Kewajiban Siapa?
- Kewajiban Instalasi Farmasi Rumah Sakit yakni kewajiban memberikan penerangan tentang obat-obatan (PERMENKES 085/MENKES/PER/I/1989).
Apoteker harus memberikan informasi obat yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini.

Landasan hukum
PASAL 4
Hak Konsumen adalah
a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
c. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.
f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
Pelayanan Informasi Obat
Sebagai kegiatan penyediaan dan pemberian informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat, komprehensif, terkini oleh apoteker kepada pasien, masyarakat maupun pihak yang memlerukan di rumah sakit.
Meliputi penyediaan, penyajian, dan pengawasan mutu data/informasi dan keputusan profesional.

RUANG LINGKUP PIO
Menjawab pertanyaan
Menerbitkan buletin
Membantuunit lain dalam mendapatkan informasi obat.
Menyiapkan materi untuk brosur/leaflet informasi obat.
Mendukung kegiatan PFT.

Contoh-contoh
1. Memberikan jawaban atas pertanyaan spesifik melalui telepon surat, atau tatap muka.
2. Buletin bulanan
3. Leaflet
4. Cetak ulang reprint
5. Konsultasi tentang cara penjagaan terhadap reaksi ketidakcocokan obat
6. Tugas diklat (pelatihan perawat/pendidikan berkelanjutan)
7. Melakukan riset

Metode PIO
1. PIO dilayani oleh apoteker selama 24 jam atau on call (sesuaikan sikon RS)
2. PIO dilayani apoteker pada jam kerja, di luar jam kerja dilayani oleh apoteker jaga on call.
3. PIO dilayani oleh apoteker jaga pada jam kerja dan tidak ada PIO di luar jam kerja.
4. PIO tidak ada apoteker khusus, dilayani oleh semua apoteker sesuai waktu kebutuhan.
Sasaran Informasi Obat
1. Pasien dan atau keluarga pasien
2. Tenaga kesehatan: dokter, drg, apt, perawat, bidan, AA.
3. Pihak lain : manajemen, PFT, panitia infeksi nosokomial dan panitia klinik lainnya.

Sarana dan Prasarana
Sarana yang ideal: ruang kantor, ruang rapat, perpustakaan, komputer, telepon dan fax, internet, in house data base.
Apabila tidak ada sarana khusus gabung dengan ruang instalasi farmasi (kantor).

KEGIATAN PIO
1. Pelayanan
Kegiatan PIO bersifat aktif dan pasif.
Aktif : apt memberikan informasi obat tanpa menunggu adanya pertanyaan.
Pasif : apt memberikan informasi dengan adanya pertanyaan.
Menjawab pertanyaan : disampaikan secara verbal maupun tertulis, bersifat URGEN, tidak urgen, perlu penelusuran literatur serta evaluasi secara seksama.
Apt perlu terampil berkomunikasi, ramah dan bersifat rahasia.

PROSEDUR PENANGANAN PERTANYAAN
1. Menerima pertanyaan
2. Identitas penanya
3. Identifikasi masalah
4. Menerima permintaan informasi
5. Informasi latar belakang penanya
a. Latar belakang umum
b. Latar belakang spesifik (ADR, dosis,
interaksi obat, stabilitas obat, terapi obat, dosis terkait penyakit tertentu).

ALUR MENJAWAB PERTANYAAN DALAM PELAYANAN INFORMASI OBAT

TUJUAN PERMINTAAN INFORMASI
1. Permasalahan klinikal akut
2. Permasalahan klinikal non akut
3. Kuliah
4. Penelitian

PIO Pasif :
1. Pencampuran obat suntik bangsal bayi (NICU, PICU)
2. Pemberian obat bagi pasien dengan kondisi klinik tertentu

Penyimpanan

PENYIMPANAN
Penyimpanan berarti mengelola barang yang ada dalam persediaan, dengan maksud selalu dapat menjamin ketersediaannya bila sewaktu-waktu dibutuhkan pasien, terjadi stock out atau over stock, tempat penyimpanan yakni gudang farmasi.
Tujuan penyimpanan :
- Memelihara mutu barang dan menjaga kelangsungan persediaan (selalu ada stock)
- Menjamin keamanan dari kecurian dan kebakaran
- Memudahkan dalam pencarian dan pengawaasan persediaan barang kadaluarsa.
- Menjamin pelayanan yang cepat dan tepat.
Fungsi gudang farmasi adalah :
- Menjamin pelayanan yang cepat dan tepat. Menerima, menyimpan, memelihara, dan mendistribusikan perbekalan farmasi.
- Menyiapkan penyusunan rencana, pencatatan pelaporan mengenai persediaan dan penggunaan perbekalan farmasi.
- Mengamati mutu dan khasiat obat yang disimpan.

GUDANG
PENGELOLA GUDANG
Dilaksanakan oleh tenaga yang kompeten, terdidik, mempunyai ijin untuk menangani yakni farmasis.
Guna mempermudah pengawasan maka unit perbekalan farmasi harus dibawah pengelolaan farmasis untuk menjamin persediaan selalu tetap memenuhi persyaratan kefarmasian.

KEGIATAN DI GUDANG
 Pemeriksaan obat/alkes /aldok yang baru datang.
 Penerimaan obat (perbekalan farmasi)
 Pengaturan
 Penyimpanan
 Pengeluaran
 Transportasi
 Administrasi
 Pelaporan
 Persyaratan ruang penyimpanan perbekalan farmasi :
- Accessibility, ruang penyimpanan harus mudah dan cepat diakses
- Utilities, ruang penyimpanan harus memiliki sumber listrik, air, AC, dan fasilitas lain.
- Communication, ruangan penyimpanan itu harus memiliki alat komunikasi.
- Drainage, ruangan penyimpanan harus berada di lingkungan baik dengan sistem pengairan yang baik pula.
- Size, ruang penyimpanan harus memiliki ukuran yang cukup untuk menampung barang yang ada.
- Security, ruang penyimpanan aman dari resiko pencurian dan penyalahgunaan serta hewan pengganggu.
 Jenis perbekalan farmasi yang disimpan di gudang :
 Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan :
- Penyimpanan < 25°C (sejuk) : disimpan dalam ruangan ber-AC
- Penyimpanan dingin disimpan dalam lemari pendingin (2-8°C).
- Penyimpanan 0°C disimpan dalam freezer.
- Narkotika disimpan dalam lemari narkotika yang mempunyai aturan sesuai dengan ketentuan.
- Barang mudah terbakar disimpan dalam gudang tahan api yang dilengkapi dengan alat pemadam kebakaran.
 Metode penyimpanan perbekalan farmasi di Instalasi Farmasi Rumah Sakit :
- Berdasarkan bentuk sediaan, penyimpanan sediaan padat (tablet), sediaan cair (sirup), serta alat-alat kesehatan harus dipisahkan,sesuai sifat fisika kimianya ( ikuti petunjuk yg tertera pada kemasan )
- Vaksin ?B3?Citostatika ?Reagensia?bahan radiologi ? Injeksi ? Infus ?
- Menurut abjad atau alfabetis
- Menurut farmakoterapi
- Sistem First in first out (FIFO)/ First expire first out (FEFO) atau kombinasi keduanya. Untuk sistem FIFO, penyimpanan berdasarkan pada obat yang pertama kali masuk, sedangkan sistem FEFO berdasarkan pada obat yang punya expire date terdekat.

MANUAL UNTUK GUDANG
- Tetapkan kebijakan utama
- Organisasi gudang & garis tugas wewenang tanggung jawab
- Job descriptions setiap orang yang bertugas di gudang, sesuai jenjangnya.
- Sistem informasi logistik :
- Flow chart : barang; surat/dokumen
- Form-form operasional : invoice; laporan penerimaan barang; permintaan; kartu rekaman stock; blangko expedisi barang
- Prosedur akuntansi
- Prosedur sistem kontrol inventaris
- Administrasi gudang : budget operasional; prosedur pemeliharaan
- Prosedur khusus : KLB, dll.

PENYIMPANAN B3
(BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN)
Bahan mudah terbakar, meledak, korosif, karsinogenik. Penyimpanan B3 disertai MSDS (Material Safety Data Sheet).
Contoh MSDS :
Disimpan di tempat yang aman, terhindar dari benturan fisik, ruangan penyimpanan kering, sejuk, berventilasi cukup, jauh dari tempat berpotensi kebakaran, bebas rokok.

WADAH :
Diberi tanda peringatan : “JAUHKAN DARI PANAS, PERCIKAN DAN SEMBURAN API, TIDAK BOLEH DIHIRUP, HINDARI KONTAK DENGAN MATA, KULIT, DAN PAKAIAN, WADAH HARUS TERTUTUP RAPAT, GUNAKAN DALAM KEADAAN VENTILASI CUKUP, CUCI TANGAN SETELAH MENGGUNAKAN ALKOHOL.”

Distribusi
 Selama distribusi wadah harus tertutup rapat
 Jauhkan dari bahaya api dan benturan
 Selama mendistribusikan alkohol, petugas tidak boleh merokok

Penggunaan :
- Bila akan digunakan sebagai bahan desinfektan, alcohol harus diencerkan sampai 70%
- Petugas yang mengencerkan alcohol dan menggunakan alcohol sebagai pelarut harus memakai pelindung diri yaitu : sarung tangan karet, masker, jas lab, kacamata pelindung atau pelindung muka dan harus berada di dekat fasilitas air mengalir.
- Penggunaan oleh medis/paramedis sesuai dengan protap yang berlaku.
- Penanggulangan kontaminasi
- Bila terhirup, segera pindahkan penderita ke udara segar. Jika tidak bernafas berikan nafas buatan. Jika kesulitan bernafas berikan oksigen kemudian bawa ke ruang gawat darurat.
- Bila tertelan, dirangsang untuk muntah oleh petugas medis. Jangan memberikan apapun melalui mulut kepada orang yang tidak sadar.
- Bila terkena kulit, buka segera pakaian yang terkontaminasi. Cuci kulit dengan sabun atau deterjen yang lembut dan air mengalir paling tidak selama 15 menit. Periksakanlah ke dokter bila terdapat luka iritasi yang bertambah parah.
- Bila terkena mata, segera basuh dengan air mengalir paling tidak selama 15 menit, sambil dibuka kelopak mata atas dan bawah. Bawa ke ruang gawat darurat

SISTEM ADMINISTRASI GUDANG
- Buku harian penerimaan
- Buku harian pengeluaran
- Kartu persediaan
- Kartu barang
- Surat perintah mengeluarkan barang,
- Surat bukti barang keluar,
- Surat kiriman barang
- Daftar isi kemasan/packing list
- Berita acara penerimaan barang,
- Palaporan: Laporan mutasi, laporan tahunan,
- Laporan stock opname
- Pencatatan obat ED/rusak
- Berita acara pemusnahan obat.

PROBLEM-PROBLEM GUDANG
 Kurang teliti dalam memeriksa obat
 Penempatan yang tidak sesuai dengan protap
 Packing yang hampir sama
 Tidak disiplin melakukan pencatatan
 Tidak disiplin melakukan mutasi barang
 AC mati
 Stock obat dengan pencatatan tidak sama dll.

 Indikator Mutu Penyimpanan Obat di Gudang Farmasi.
1. Prosentase ketidaksesuaian barang antara di gudang dengan pencatatan :
Sample counting. Sampel counting dilakukan dengan cara mencocokkan jumlah barang yang ada di gudang dengan yang tercantum di kartu stok, serta yang tertera dalam komputer. Pengamatan dilakukan dalam waktu yang sama.
2. TOR (Turn Over Ratio)
Beberapa kali perputaran yaitu modal dalam satu tahun. Semakin tinggi nilai TOR semakin efisien persediaan obat.
Rumus :
TOR = Harga pokok pembelian dibagi rata-rata persediaan
HPP = Stok awal + pembelian – stok akhir.
3. Prosentase stock akhir
4. Stock mati
Death stock (stok mati) menunjukkan item persediaan barang di gudang yang tidak mengalami transaksi dalam waktu minimal 3 bulan.
5. Prosentase Barang yang akan ED
Pemeriksaan obat yang akan expire date atau kadaluarsa harus dilakukan dengan teliti dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keamanan penggunaannya dan kepastian jumlah fisik obat yang masa aman penggunaannya hampir atau sudah berakhir di dalam sistem penyimpanan yaitu gudang farmasi.
6. Prosentase stock berlebih
7. Kesesuaian sistem distribusi obat FIFO, FEFO