Rabu, 27 Januari 2010

Produksi Rumah Sakit 1

Produksi Rumah Sakit
Menurut Departemen Kesehatan (2004), produksi merupakan kegiatan membuat, merubah bentuk, dan pengemasan kembali sediaan farmasi steril atau non steril untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit.

Seksi produksi adalah seluruh rangkaian kegiatan dalam menghasilkan suatu obat yang meliputi pembuatan obat mulai dari pengadaan bahan awal, proses pengolahan, pengemasan sampai obat jadi siap didistribusikan.

Produksi sendiri dilakukan oleh Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS), bila produk obat/sediaan farmasi tersebut tidak diperdagangkan secara komersial atau jika diproduksi sendiri akan lebih menguntungkan. Produksi obat sediaan farmasi yang dilakukan merupakan produksi lokal untuk keperluan rumah sakit itu sendiri. Dalam proses produksi tersebut dilakukan berbagai tahap mencakup desain dan pengembangan produk, pengadaan, perencanan dan pengembangan proses, produksi, pengujian akhir, pengemasan, penyimpanan, sampai dengan penghantaran produk tersebut pada penderita/profesional kesehatan. Oleh karena itu, IFRS perlu menerapkan standar sistem mutu ISO 9001 dan dilengkapi Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).

Dalam rangka memutuskan tepat tidaknya produksi lokal di rumah sakit, beberapa faktor yang harus dipertimbangkan adalah rancangan kapasitas dan sumber produksi, seleksi produksi, persediaan produksi serta pengontrolan kualitas dan harga produk.

Kriteria obat yang diproduksi:
1. sediaan farmasi dengan formula khusus
2. sediaan farmasi dengan harga murah
3. sediaan farmasi dengan kemasan yang lebih kecil
4. sediaan farmasi yang tidak tersedia di pasaran
5. sediaan farmasi untuk penelitian
6. sediaan nutrisi parenteral
7. rekonstruksi sediaan obat kanker

Tujuan perencanan produksi obat adalah merencanakan produksi obat yang sesuai dan kebutuhan rumah sakit. Dalam proses produksi untuk menghasilkan anggaran yang tepat selama produksi maka farmasis akan menentukan inventaris dan pemakaian anggaran yang diperlukan untuk produk akhir dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
1. Persediaan dan tingkat pemakaian produk jadi.
Mengenai tingkat pemakaian setiap jenis barang yang akan diproduksi. Hal ini dilakukan dengan meninjau kembali catatan dari satu atau dua tahun sebelumnya dan membandingkan catatan ini dengan pola resep yang ditulis oleh dokter.
2. Persyaratan bahan.
Seorang farmasis di rumah sakit harus menentukan produk yang akan dibuat dengan memperhitungkan jumlah dan banyaknya produksi yang akan dibuat serta menyusun cara terbaik dan termudah dalam mendapatkan persediaan. Persediaan ini meliputi : Bahan baku, Wadah, Etiket dan bahan lainnya seperti kertas saring, kotak dan etiket khusus.
3. Kepastian produksi.
Dalam kapasitas produksi ini farmasis harus mempertimbangkan dua hal yaitu apakah farmasis mempunyai perlengkapan untuk pembuatan produk dan apakah mesin atau perlengkapan tersebut sanggup untuk memproduksi dalam jumlah yang diinginkan. Waktu merupakan faktor yang berharga dalam proses produksi, maka farmasis harus menggunakan kapasitas maksimum dari peralatannya, pemilihan perlengkapan harusnya dibuat sebagai dasar untuk mendapatkan peralatan yang mempunyai banyak fungsi dan mencegah kerugian akibat penumpukan peralatan mahal yang nantinya tidak akan digunakan.
4. Peralatan produksi dan sumber-sumbernya.
Macam dan ukuran dari perlengkapan produksi yang disyaratkan dalam farmasi rumah sakit berbeda tiap rumah sakit. Penentuan peralatan berdasarkan jangkauan program produksi, jumlah yang akan diproduksi, lainnya waktu yang hendak disyaratkan ke pemakai produk, tersedianya personil dan tersedianya fasilitas fisik.
5. Tenaga produksi
Tenaga produksi yang terlalu banyak akan mengakibatkan pemborosan anggaran, akibatnya harga produksi akan menjadi mahal. Bagian produksi harus diawasi oleh farmasis yang didukung oleh tambahan personil yang terlatih untuk mengadakan pekerjaan non teknis seperti memasukkan cairan ke dalam botol, menyaring, memberi etiket, dan lain-lain.
6. Biaya operasi
Biaya operasi yang dikontrol dengan baik tentu akan menghasilkan suatu hasil yang menguntungkan pemakaian biaya operasi yang tepat biasnya digunakan biaya langsung dan tidak langsung. Biaya langsung ditujukan pada tenaga kerja sedangkan biaya tidak langsung ditujukan pada biaya personil dalam kedudukannya sebagai pengawas, tempat sewa, asuransi dan penurunan nilai peralatan, pemeliharaan anggaran rumah tangga dan lain-lain. Biaya tidak langsung seharusnya dibandingkan dengan biaya langsung untuk memastikan biaya sebenarnya dari produk.
1. Perencanaan produksi, mulai dari seleksi produk, pengemasan bahan baku dan kemasan serta pengembangan formula. Dalam perencanaan ini perlu dipertimbangkan seleksi produk yang mungkin untuk dimanufaktur, didasarkan pada permintaan rumah sakit terhadap ketersediaannya, menetapkan kemungkinan pelaksanaannya secara ekonomi dan berdasarkan penilaian dasar.
2. Perencanaan gedung dan fasilitas produksi, peralatan dan personel yang memenuhi syarat.
3. Mengadakan pelatihan personel secara teratur, inspeksi dan evaluasi kerja.
4. Mengadakan dokumentasi proses produksi.
5. Menjamin mutu produk akhir.
Dalam proses produksi, dasar perencanaan produksi adalah formulir permintaan yang dikirim ke instalasi produksi di mana mekanisme pengadaan, penyimpanan dan penyaluran bahan baku dan bahan jadi adalah :
a. Untuk pengadaan bahan baku dan pengemasan yang digunakan dalam proses produksi diperoleh dari sub instalasi perbekalan setiap bulan sekali.
b. Untuk penyimpanan obat jadi dan bahan baku yang akan digunakan, masing-masing ditempatkan dalam lemari terpisah.
c. Obat jadi didistribusikan ke sub instalasi perbekalan untuk kemudian ke ruang atau depo farmasi. Untuk produk yang dipesan oleh pihak lain selain di rumah sakit diambil sendiri.
Kegiatan produksi yang dilakukan oleh sub instalasi produksi farmasi ada dua, yaitu:
1. Produk Obat Steril
Pembuatan produk steril terbagi menjadi :
1. Produksi steril adalah proses mencampur atau meracik bahan obat steril dan dilakukan di dalam ruang steril.
2. Aseptic dispensing adalah teknik aseptic yang dapat menjamin ketepatan sediaan steril yang dibuat dan bebas kontaminasi.
Kegiatan produksi steril yang akan dilakukan sub instalasi produksi farmasi:
Total Parenteral Nutrition (TPN)
Total parenteral nutrition adalah membuat atau mencampur bahan nutrisi yang berisi asam amino, karbohidrat dan lipid yang steril dengan kadar yang sesuai kebutuhan masing-masing pasien, sehingga dihasilkan sediaan yang steril. Ruang untuk TPN bertekanan positif dari pada di luar karena obat ini tidak berbahaya hanya saja dalam pembuatannya harus steril.
IV admixture atau pencampuran obat-obat suntik
Proses pencampuran obat steril ke dalam larutan intravena steril untuk menghasilkan suatu sediaan steril yang bertujuan untuk penggunaan Intra Vena (I.V)
Ruang lingkup dari IV admixture :
1. Pelarutan serbuk steril.
2. Menyiapkan suntikan IV sederhana (tunggal)
3. Menyiapkan suntikan IV kompleks
Keuntungan IV admixture:
1. Terjaminnya sterillitas produk
2. Terkontrolnya kompatibilitas obat
3. Terjaminnya kondisi penyimpanan yang optimum sebelum dan sesudah pengoplosan.
Obat Sitostatika

Obat sitostatika adalah obat yang digunakan dalam pengobatan kanker (antineoplastik). Peracikan obat kanker atau sitostatika adalah kegiatan rekonstitusi (pencampuran) obat–obat sitostatik dan menyiapkan agar siap digunakan dengan mempertimbangkan dasar–dasar keamanan bagi pekerja dan lingkungan serta prinsip dasar pencampuran obat steril.
Sub instalasi produksi farmasi melayani permintaan penyiapan obat sitostatika dengan sumber obat yang berasal dari:
a. Farmasi atau apotek Korpri untuk pasien umum
b. Apotek askes untuk pasien askes
c. YKI (Yayasan Kanker Indonesia) untuk pasien tidak mampu
Obat tersebut diberikan pada bagian produksi obat steril maksimal sehari sebelum dilakukan kemoterapi. Sebelum obat dibuat harus dilakukan pengecekan apakah pasien jadi dikempoterapi pada waktu yang telah ditentukan atau tidak. Jika tidak maka obat tidak boleh disiapkan, karena obat harus diberikan segera setelah direkonstitusi mengingat ketidakstabilan obat dan jika terlalu lama disimpan maka obat menjadi rusak.
Dalam formulir permintaan obat sitostatika tercantum data pasien meliputi nama, nomor medical record, ruangan, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, umur, luas permukaan tubuh, diagnosis, nama dokter, dan paraf dokter, dan data permintaan obat yang meliputi nama obat, dosis, cara pemberian, volume, jumlah (ampul/vial), pelarut, volume pelarut, volume akhir, expire date, dan alat kesehatan yang digunakan.
Rekonstitusi obat sitostatika dilakukan secara aseptik di ruang steril di dalam laminar air flow. Dalam CPOB, ruang yang digunakan untuk kegiatan steril disebut ruang kelas II, tidak boleh mengandung lebih dari 350.000 partikel berukuran 0,5 mikron atau lebih. Dua ribu partikel berukuran 5 mikron atau lebih, serta tidak lebih dari 100 mikroba setiap meter kubik udara. Tekanan udara di ruangan ini makin ke dalam atau makin mendekati laminar air flow harus makin negatif. Hal ini untuk mencegah keluarnya obat yang direkonstitusi dan agar tidak mengkontaminasi personil yang mengerjakannya. Personil yang mengerjakan harus memakai pakaian steril model khusus, penutup kepala, masker, kacamata, sarung tangan, dan penutup kaki.
2. Produk Obat Non Steril
Sub instalasi produksi farmasi membuat perencanaan produksi obat-obat yang dibutuhkan selama satu bulan dan mencatat realisasi kerjanya, perencanaan produksi dibuat untuk bulan berikutnya berdasarkan permintaan barang dari sub instalasi apotek pegawai distribusi farmasi dan persediaan minimum produksi, selanjutnya dilaksanakan dalam kegiatan harian. Kegiatan yang dilakukan dalam produksi non steril yaitu pembuatan, pengenceran, dan pengemasan kembali.
a. Pembuatan
Sub instalasi produksi farmasi memproduksi obat non steril berdasarkan master formula. Produksi obat dilakukan dengan mengisi formulir pembuatan obat. Tahapan pembuatan obat dilakukan berdasarkan urutan seperti contoh yang terdapat pada formulir pembuatan obat dan pada setiap tahap pembuatan harus diparaf oleh petugas yang mengerjakannya. Formulir pembuatan obat dibuat berdasarkan per item obat. Pengemasan dan pemberian etiket dilakukan setelah produksi obat atau pengenceran antiseptik selesai dibuat dan diperiksa kembali. Setelah selesai pengemasan, maka penyelia harus mengisi lembaran atau formulir pengemasan yang berisi tanggal produksi, nama obat, nomor produksi, volume dan kemasan, kemudian diparaf. Selanjutnya formulir pembuatan obat, formulir pengemasan dan etiket diparaf atau diberi cap oleh penanggung jawab sebagai tanda bahwa obat sudah diperiksa dan dapat didistribusikan.
b. Pengenceran
Pengenceran dilakukan berdasarkan urutan seperti yang terdapat pada formulir obat dan pada setiap tahap harus diparaf oleh petugas yang mengerjakannya. Pengenceran misalnya pembuatan alkohol 70% dari alkohol 95%.
c. Pengemasan kembali
Pengemasan kembali misalnya Betadine dan Rivanol dari kemasan besar menjadi kemasan yang lebih kecil.
Penyimpanan hasil produksi dipisahkan antara obat dalam dan obat luar yang masing-masing disusun secara alfabet. Obat yang lebih dulu dikeluarkan adalah obat yang lebih dulu diproduksi dengan mempertimbangkan waktu kadaluarsanya. Setiap pengeluaran obat dicatat dalam kartu sediaan.
Instalasi produksi farmasi melayani kebutuhan barang dari sub instalasi distribusi, apotek pegawai dan apotek korpri. Pengiriman barang dilakukan setiap minggu. Sub instalasi produksi farmasi juga melayani permintaan untuk pembuatan formula khusus yang berasal dari resep dokter dan tidak ada dalam rencana produksi.
Laporan-laporan yang dibuat adalah laporan pemasukan dan pengeluaran bahan baku yang dibuat setiap bulan; laporan pembuatan dan pengeluaran produk jadi non steril, serta laporan pelayanan sitostatika. Obta-obat yang diproduksi di instalasi produksi farmasi adalah obat-obat yang lebih murah jika diproduksi sendiri dan obat yang tidak terdapat di pasaran atau merupakan formula khusus.

Pertimbangan Teknis Umum
Meskipun banyak alasan untuk melakukan produksi lokal, tapi studi feasibilitas (kelayakan) tetap dibutuhkan sebelum produksi dimulai. Hal ini tergantung pada pengadaan dan kualitas sumber bahan. Perusahaan farmasi biasa menjalankan produksi yang sangat sederhana atau dapat pula membuat produk yang berbeda tingkat kompleksitasnya, studi feasibilitas ini harus memperhatikan:
1. Personil
Personil bagian produksi adalah sumber terkontaminasi dan error yang terjadi pelatihan kepada mereka harus secara regular, dan evaluasi dan inspeksi dilakukakan secara periodik.
2. Gedung dan bangunan fisik.
Dasar dari produksi adalah lokasi, desain, konstruksi, adaptasi, dan pemeliharaan. Gedung bisa saja sederhana, tapi dengan ukuran yang cukup untuk melakukan semua kegiatan. Penyusunan area harus bebas debu, dengan menggunakan AC, jendela harus terkena sinar matahari dan terjaga keamanannya.
Jumlah gedung, ruang dan ukuran ruang tergantung pada beberapa faktor :
a. Jenis umum produksi Farmasi yang dilaksanakan (Steril/non steril)
b. Jumlah bentuk produk Farmasi (eksternal dan internal liquid, serbuk, salep, tetes mata, parenteral, dll)
c. Jumlah atau kuantitas dari tiap produk sediaan.
d. Volume dari repacking dan COT packaging
e. Tingkat penyediaan servis (pusat pelatihan, pusat distribusi, rumah sakit sederhana).
Ruang-ruang terpisah (pada beberapa hal mempunyai cirri khusus) dibutuhkan untuk :
a. Kegiatan administrasi.
b. Ruang untuk mencuci botol - botol
c. Produksi non steril
d. Ruang steril
e. Sterilisasi dan penyaringan air
f. Pelabelan dan internal QC
g. Gudang
h. Ruang penerimaan
i. Ruang istirahat
j. Kafetaria/dapur kecil.
k. Ruang pemeliharaan
l. Garasi
m. Ruang kelas (disatukan dengan ruang istirahat)
n. Rumah untuk staf
o. Laboratorium.
3. Sumber air
Pengadaan air yang cukup adalah hal yang sangat fundamental. Tetapi terkadang, produksi farmasi di beberapa daerah berkembang tidak mempunyai pelayanan persediaan air, dan jika ada air harus diteliti dulu sebelum digunakan, jika persediaan air kurang harus ada alternatif lain sumber air sebelum produksi dimulai.
Sumber-sumber air yang dapat digunakan antara lain :
- Air hujan
- Air permukaan (danau/sungai)
- Air bawah tanah (sumber/mata air)
- Penyaringan air dengan sinar matahari.
Hal ini tergantung pada sumber air, cuaca, kontaminasi dan jumlah yang dibutuhkan. Air dari berbagai sumber tersebut di atas perlu diuji laboratorium untuk memonitor kemurniannya.
4. Peralatan.
Lokasi dan desain dari peralatan harus meminimalisir resiko error dan efektif pada pembersihan dan perawatannya. Berat dan ukuran peralatan harus dikalibrasi secara teratur.
5. Dokumentasi.
Setiap produksi harus punya literatur teknis, yang terdiri dari Formularium Nasional yang resmi dan Farmakope. Sumber dari formula harus menggunakan referensi dari literatur sains dan tercatat pada bagian produksi dan kontrol buku kerja, kalkulasi ukuran batch dan intruksi harus jelas sebelum memproduksi produk baru.
- Mempersiapkan salinan pesanan asli dari dokter berisi nama pasien, no ruangan, cairan intravena yang diinginkan, bahan tambahan, waktu mulai, lama terapi dan kecepatan alir.
- Memeriksa stabilitas, interaksi obat, dosis lazim, kontabilitas bahan, duplikasi obat, alergi, lama terapi dan membandingkannya dengan aturan automatic stop order dan terapi lain yang diterima pasien. Resep pesanan tersebut dimasukkan dalam profil pasien.
- Penyimpanan label dan lembar kerja, lalu di cek kembali sesuai pesanan.
- Mempersiapkan produk parenteral (oleh farmasis atau asisten apoteker berpengalaman tergantung aturan yang berlaku)
- Produk dipersiapkan, di cek kembali labelnya dengan pesanan aslinya. Dosis, bahan, label pembantu, kompatibilitas, rute, kecepatan, kehadiran bahan partikulat, perubahan warna integritas wadah periksa. Umumnya setiap dosis intravena diberikan sesuai urutan pesanan.
- Pada pengiriman produk intravena ke unit pasien, larutan sekali lagi di cek oleh orang yang akan memberi obat.
- Jika tidak langsung digunakan, racikan intravena harus dimasukan ke dalam lemari pendingin sampai akan digunakan. Jika tidak digunakan selama 24 jam harus dikembalikan ke bagian farmasis untuk didistribusikan kembali atau dibuang.
- Sebelum pemberian pada pasien, perawat harus memeriksa kebenaran nama pasien, nama obat, konsentrasi larutan, tanggal kadaluarsa dan waktu mulainya.

1. Sediaan Intravena
Tanggung jawab terhadap sistem peracikan intravena ada di tangan farmasis karena faktor :
a. Kontaminasi, farmasis memperhatikan kebersihan dengan aliran udara laminar vertikal atau horizontal untuk peracikan intravena.
b. Kompatibilitas, farmasis dapat mengontrol larutan intravena yang digunakan dan obat yang dikombinasikan dalam larutan. Farmasis harus disiapkan untuk mengatasi masalah yang berhubungan dengan ketidaksempurnaan kimia, fisik, terapeutik dan merancang alternatif yang cocok untuk mengatasinya.
c. Stabilitas, informasi stabilitas obat harus diperoleh dengan mudah agar farmasis dapat memantapkan kondisi optimum penyiapan sesudah pembuatan.
d. Biaya, keuntungan bila sistem ini dilakukan adalah berkurangnya biaya keseluruhan karena obat dan pelarut, penyimpanan, waktu pembuatan, sediaan yang tidak terpakai dan terbuang lebih sedikit. Obat dibuat dalam jumlah besar sehingga mengurangi tenaga dan waktu serta lebih ekonomis.
e. Kesalahan, farmasis dididik untuk mengakumulasi pengobatan dalam menentukan dosis terapi parenteral terutama pada peracikan nutrisi dan ke terapi.
f. Kualitas, peracikan harus memperhatikan mutu di mana larutan diperiksa selama dan sesudah pembuatan. Kompatibilitas dan sterilisasi, pelabelan merupakan sistem farmasi yang khas.
g. Keamanan, direktur pelayanan farmasi bertanggung jawab atas pembuatan, sterilitas, pelabelan larutan dan obat parenteral yang diproduksi di rumah sakit.
h. Proses memeriksa pesanan atau resep awal (menentukan apabila dosis, diluen, kecepatan pemberian sudah benar). Farmasis dilatih untuk membaca label tiga kali untuk memastikan pesanan dan resep yang dibuat adalah benar.
i. Pelayanan kefarmasian total, tetapi intravena digunakan sebagian atau selama waktu inapnya. Untuk memonitor pengobatan, perlu dibuat penyimpanan data terpusat sehingga dapat ditinjau.
Komponen dalam peracikan intravena :
1. Ruang penyimpanan
Idealnya, produk parenteral harus disiapkan dalam clean room. Beberapa rekomendasi untuk ruang penyimpanan produk parenteral antara lain:
a. Lantai mudah dibersihkan.
b. Fasilitas untuk cuci tangan.
c. Hood Laminar Air flow.
d. Lemari pendingin.
e. Penerangan yang baik.
f. Ruangan yang memadai.
g. Peralatan untuk penyiapan.


2. Aturan dan prosedur
Prosedur harus tercantum dalam prosedur manual bagian farmasi tentang preparasi, perbekalan, pelabelan, penyimpanan, tanggal kadaluarsa untuk menetapkan pengawasan mutu.
a. Stabilitas, tanggal kadaluarsa ditentukan melalui uji stabilitas oleh pabrik farmasi. Farmasis peneliti atau peneliti mandiri juga dapat melakukan uji ini bagi obat yang ditambahkan ke dalam larutan intravena atau dicampur obat lain. Stabilitas bahan aktif produk parenteral dipengaruhi oleh wadah, penyimpanan, kondisi lingkungan, pelarut, bahan lain yang dicampur ke dalam produk. Tanggal kadaluarsa harus didasarkan pada data sterilitas dan stabilitas.
b. Inkompatibilitas obat dan produk, dikategorikan secara fisik, kimia dan terapi. Masalah fisik terjadi jika dua atau lebih produk dicampur bersama menghasilkan perubahan tampak dalam larutan yang dihasilkan. Masalah kimia mengakibatkan kerusakan atau ketidakaktifan bahan aktif. Masalah terapi berupa terapi interaksi obat dengan penyalut yang menurunkan potensi obat atau timbulnya toksisitas obat.
c. Teknik aseptik, metode untuk menangani produk steril. Produk parenteral steril terbebas dari mikroorganisme hidup, bahan partikulat, pirogen.
d. Intravena profiling, ketika pesanan produk parentral diterima harus ditinjau profil pasien untuk menentukan adanya masalah kompatibilitas atau stabilitas sebelum penyimpanan produk.
3. Peralatan dan perlengkapan.
a. Laminar air flow hoods, untuk mempertahankan area agar bebas mikroorganisme dan bahan partikulat.
b. Lemari pendingin, pendingin diperlukan untuk stabilitas optimal sediaan, menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Beberapa sediaan intravena yang dibuat diserahkan pada bagian farmasi untuk didinginkan sampai akan dipakai.
c. Personal, dipengaruhi sistem pembuatan sediaan intravena dan jumlah pembuatan dosis individu.
d. Tempat penyimpanan, luasnya tergantung tipe sistem yang digunakan karena variasi luas ruang yang dibutuhkan untuk penyimpanan perbekalan perlu diperhatikan.
e. Pertimbangan ekonomi, tempat penyimpanan, personil, peralatan untuk peracikan berpengaruh besar pada anggaran belanja farmasi.
f. Sistem peracikan, dipilih yang hanya membutuhkan sedikit usaha pencampuran dengan menggunakan produk langsung pakai dari pabrik.
g. Sumber air, air untuk injeksi harus tersedia cukup, proses osmosis terbalik dan penggunaan alat destilasi dari kaca digunakan dalam pemurnian air.
Alternatif lain dengan menggunakan alat destilasi dari kaca. Resiko kontaminasi dari bakteri dapat dikontrol pada saat sterilisasi dengan otoklaf atau dengan filter bakteri. Untuk mengantisipasi adanya cemaran bakteri dan pirogen dilakukan oleh laboratorium lokal, seharusnya cairan IV tidak boleh diproduksi lokal.

2. Sediaan mata
Dalam pembuatan sediaan larutan mata yang harus diperhatikan adalah buffer, isotonisitas, pengawetan, sterilitas, viskositas dan pengemasan. Bahan pengemas, pH dan buffer harus dipertimbangkan dalam stabilitas sediaan. Pengawet yang digunakan umumnya adalah benzalkonium klorida, fenil merkuri asetat atau nitrat. Kenaikan viskositas larutan mata memperlama kontak antara obat dengan jaringan mata. Larutan mata yang viskositasnya meningkat harus bebas dari partikel yang terlihat mata.
Larutan mata dapat disterilkan dengan melewatkan larutan dalam syringe melalui penyaring 0,22μm ke dalam wadah steril. Cara lain adalah dengan otoklaf. Penyaringan melalui membran filter 0,22 μm. Semua pekerjaan tersebut menggunakan teknik aseptik dalam laminar air flow yang dapat mengurangi kemungkinan kontaminasi partikel dan mikroba.
Cara-cara yang perlu diperhatikan untuk menghindari masalah dalam pembutan larutan parentral terutama di bagian farmasi rumah sakit antara lain :
1. Pengawasan farmasetika.
2. Pembersihan yang tepat.
3. Penyeleksian bahan kimia secara teliti.
4. Pembuatan destilat murni dan bebas pirogen.
5. Pengukuran yang akurat dari bahan kimia asli dan akhir.
6. Proses sterilisasi yang terkontrol dengan menggunakan termometer.
7. Pengisisan yang cepat dan tepat.
8. Pemeriksaan produk akhir.
Lembar Kerja Produksi
Lembar kerja ini merupakan data yang diperlukan untuk pembuatan dan pengemasan produk. Catatan kontrol yang baik harus memberikan informasi kepada farmasis di rumah sakit mengenai informasi setiap produk yang dibuat yaitu: nama, kekuatan, tanggal, formula, kandungan, pencampuran, orang yang bekerja pada tahap akhir, orang yang memeriksa bahan dan proses, nomor urut bahan, pengemasan dan kontrol laboratarium, hasil presentase, lama waktu pembuatan, bahan baku, biaya pengemasan, selain itu juga digunakan nomor penerimaan untuk bahan baku sebagai identifikasi wadah bahan baku.
Selain produk racikan harus dicatat dengan mencantumkan nomor lot, produk yang diberikan, nama produk, jumlah yang diproduksi, nama pasien atau klinik yang menerima produk, inisial pembuat, inisial pemeriksaan ulang produk.

Catatan Kontrol
Sistem perencanaan kontrol dimaksudkan untuk dapat memaksimalkan personel pendukung teknis pada proses pengemasan karena program QA (Quality Assurance) menjadi fokus. Setiap produk yang dikemas awal dicatat dalam lembar yang terpisah dan harus disimpan selama sejak data terakhir dimasukkan.
Catatan yang akurat dapat membantu pengelolaan pengeluaran sediaan dan dalam memantau proses pengemasan. Banyak jenis yang dapat dipakai untuk menyimpan catatan seperti buku, komputer dan lain-lain. Yang penting adalah informasi apa yang penting dicantumkan di dalamnya, meliputi:
1. Barang yang dikemas (nama obat, khasiat dan asalnya)
2. Pabrik pembuat
3. Nomor kontrol produk
4. Jumlah total unit
5. Ukuran untuk setiap unit
6. Identitas pelaksanaan pengemasan awal (mungkin hanya teknis)
7. Identitas pemeriksaan (hanya farmasi)
8. Jenis kemasan dan penutupnya
9. Tanggal pengemasan ulang
10. Nomor kontrol farmasi rumah sakit juga pabrik
Catatan harus disimpan untuk program pengawasan kembali termasuk catatan formulasi, catatan pengemasan kembali, dan catatan pengemasan kembali harian.
A. Catatan Formulasi
Data ini memberikan informasi bagi teknisi pengemasan kembali tentang tipe pengemasan, informasi pemberian label, stabilitas, peralatan yang digunakan, dan cara penanganan bahan-bahannya. Hal-hal yang tercantum dalam catatan formulasi adalah nama obat, kandungan zat aktif, bentuk sediaan, bentuk pengemasan, alat pengemasan, hal-hal yang perlu diperhatikan selama proses pengemasan kembali, tanggal kadaluarsa dan label.
B. Catatan Pengemasan Kembali
Data yang ada pada catatan pengemasan kembali meliputi :
1. informasi tentang nama obat dan kandungan
2. tanggal pelaksanaan pengemasan
3. data asli pabrik: nama pabrik, nomor lot, tanggal kadaluarsa
4. data pelaksanaan pengemasan: nomor lot yang dicantumkan, tanggal kadaluarsa yang dicantumkan, jumlah yang dikemas
5. tanda tangan pelaksana pengemas dan pemeriksa
C. Catatan Harian dalam Pengemasan Kembali
Catatan ini berisi daftar laporan harian aktivitas pengemasan kembali. Catatan ini digunakan untuk mengetahui jalannya produksi suatu sistem tertentu dan harus berisi informasi :
1. obat / kandungan / bentuk kemasan kembali
2. nomor lot yang dicantumkan
3. jumlah kemasan
4. ekstemporer atau batch
5. petugas pengemasan kembali

D. Kontrol kualitas dan pengujian produk akhir
Tujuan program ini menghasilkan produksi yang terus menerus dalam kualitas yang baik untuk obat-obatan kemas kembali berdasarkan cara pembuatan obat yang baik.
Kontrol kualitas yang dilakukan dalam proses produksi, pengemasan kembali dan kelengkapan etiket dan label. Dalam proses produksi dan pengemasan kembali QC dilakukan pada saat :
1. In Process Control
Termasuk proses tertulis, pelatihan formal untuk operator dari masing-masing sistem pemilihan peralatan, evaluasi bentuk sampai pengemasan, mengecek ulang tahap kerja dalam setiap proses.
2. Uji Produk Akhir
Dilakukan untuk menentukan apakah produk memenuhi standar yang berlaku seperti sebelum dikemas kembali.
Contoh uji sterilitas pada produk steril dan uji permeabilitas uap air pada kemasan.

Pengecekan Ulang dan Pengemasan Kembali
Tujuannya memastikan kemasan dengan kualitas tinggi. Dapat dilakukan dengan cara:
1. pengecekan ulang terhadap produk yang dikemas untuk memastikan kebenaran obat dan bentuk sediaan juga bahwa produk belum kadaluarsa
2. pengecekan ulang terhadap volume diisikan untuk memastikan jumlah cairan sesuai dosis dan sesuai dengan kemasan
3. pengecekan ulang perhitungan yang mungkin diperlukan untuk rekonstitusi agar dicapai dosis tertentu
4. pengecekan ulang informasi yang tertera pada salinan label untuk memastikan label lengkap dan akurat.


DAFTAR PUSTAKA

Siregar, Charles J. P. Farmasi Rumah Sakit: Teori Penerapan. Jakarta: EGC. 2003.
Departemen Kesehatan. Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta, Indonesia: DirJen Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan. 2004.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar